JAKARTA (IndependensI.com) – Presiden Joko Widodo berbicara mengenai ekonomi syariah saat bersilaturahmi dengan ratusan ulama se-Jadetabek. Acara silaturahmi digelar di Istana Negara, Jakarta, pada Kamis, 7 Februari 2019.
Dalam sambutannya, Presiden menjelaskan beberapa hal yang telah dilakukan pemerintah berkaitan dengan ekonomi keumatan, salah satunya bank wakaf mikro. Menurutnya, bank wakaf mikro telah didirikan di pondok-pondok pesantren yang memiliki komunitas bisnis yang baik untuk mengembangkan ekonomi umat dengan sasaran ekonomi super mikro dan mikro.
“Saya juga cek langsung ke beberapa pondok yang sudah berjalan ini. Alhamdulillah sangat baik, yang dulunya di lingkungan itu ada jualan bakso di gerobak, setelah dapat pinjaman dari Bank Wakaf Mikro bisa jualan di warung, memiliki warung,” kata Presiden.
Selain itu, Presiden menyebutkan bahwa tahun ini juga akan dibangun sekitar 1.000 balai latihan kerja khusus di pondok-pondok pesantren. Pondok pesantren bisa memiliki balai latihan kerja yang sesuai dengan minatnya masing-masing.
“Misalnya, sebuah pondok ingin skill yang mau diupgrade garmen, ya berarti kita berikan di situ peralatan yang berkaitan dengan garmen,” lanjutnya.
Jika 1.000 balai latihan kerja ini sudah berjalan dengan benar setelah dievaluasi, maka menurut Presiden, ke depannya akan diberikan ke pondok pesantren yang ada di seluruh Tanah Air yang berjumlah 28.000.
Presiden kemudian menjelaskan alasan dilakukannya program-program ekonomi keumatan ini, yaitu karena besarnya potensi ekonomi syariah Indonesia. Namun demikian, perkembangan ekonomi syariah di Indonesia masih kalah jika dibandingkan dengan negara lainnya.
“Indonesia sebagai sebuah negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, ekonomi syariah kita baru berkembang 5 persen. Malaysia 23 persen, Saudi 51 persen, UEA 19 persen. Kita baru 5 persen. Padahal Indonesia adalah pasar yang besar bagi ekonomi syariah,” tuturnya.
Oleh karena itu, ketika Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) dibentuk, Presiden langsung menjadi ketuanya. Di negara lain, institusi yang sejenis biasanya dipimpin oleh menteri.
“Saya juga pengin ngerti, ini ada tantangannya di mana, hambatannya di mana, problemnya ada di mana, saya pengin ngerti. Sudah saya ketuai sendiri. Nanti kalau sudah berjalan saya serahkan ke menteri yang terkait dengan ini. Tapi sekali lagi tidak gampang. Saya tahu tidak mudah. Ada banyak hal yang harus kita luruskan,” ungkapnya.