JAKARTA (IndependensI.com) – Tol TransJawa dikritik banyak pihak lantaran tarifnya yang dianggap terlalu mahal. Padahal, PT Jasa Marga (Persero) Tbj selaku salah satu operator jalan tol sudah memberikan tiga keringanan bagi pengguna tol Trans Jawa.
Hal ini disampaikan langsung oleh Group Head Corporate Communication and Community Development PT Jasa Marga, Dwimawan Heru, usai menerima kunjungan Komisi VI DPR RI di rest area jalan tol Km 519, Sragen, Jawa Tengah, Kamis (14/2/2019).
Keringanan pertama, kata Heru, adalah kebijakan pemerintah yang mengatur batas maksimal tarif jalan tol sebesar Rp 1.000 per km. Sebelum ada kebijakan tersebut, tarif realistis yang telah diperhitungkan ialah Rp 1.300 per km. Pemerintah kemudian meminta pengelola tol menurunkan tarif.
“Tarif 1.300 itu sudah paling murah yang kami perhitungkan saat lelang. Tapi oleh pemerintah dipotong jadi Rp 1.000 per km. Sebagai gantinya, masa konsesi kami diperpanjang,” ujarnya.
Kedua ialah pemangkasan golongan kendaraan. Tarif yang dahulu dibagi menjadi lima jenis, kini hanya dibagi tiga jenis. Tarif golongan I yang terdiri dari mobil pribadi, bus dan truk kecil yaitu Rp 1.000 per km. Kemudian kendaraan golongan II dan III kini disamakan menjadi Rp 1.500 per km. Kendaraan paling besar, yakni golongan IV dan V disamakan menjadi Rp 2.000 per km.
“Dulu perbandingan tarif kendaraan paling besar dengan yang paling kecil sampai tiga kali lipat. Sekarang perbandingannya cuma dua kali lipat,” ujar dia.
Keringanan ketiga, pemberian tarif gratis dan diskon 15 persen di awal pengoperasian. Penerapan tarif gratis ialah saat satu bulan pengoperasian. “Sedangkan diskon 15 persen diterapkan sampai 21 Maret 2019. Itu untuk yang perjalanan jarak jauh di klaster-klaster tertentu,” ujarnya.
Dia juga menjelaskan bahwa jalan tol yang baru dibangun ini berbeda dengan jalan tol lama, seperti Jagorawi dan Cikampek. Perbedaan nilai investasi menjadi penyebab perbedaan tarif.
“Jalan tol yang lama kan dibangun sejak 30-an yang lalu, sekarang mereka sudah BEP (break even point). Kemudian baru bangun lagi tahun 2011. Pada jangka itu kan ada inflasi yang besar, wajar kalau tarifnya beda,” tuturnya.