JAKARTA (IndependensI.com) – Pengamat politik Ujang Komarudin mengatakan, hasil survey elektabilitas pasangan capres-cawapres nomor urut 01 Joko Widodo- Ma’ruf Amin dan paslon 02Prabowo Subianto- Sandiaga Uno tidak bisa dijadikan acuan dalam menentukan hasil akhir pemilihan presiden. Sebab, lanjut ujang, banyak hasil survey yang tidak sesuai dengan fakta di lapangan.
“Jangan sampai dijadikan alat untuk medeligitmasi bahwa nanti kok yang menang misalkan 01, lah kan yang naik 02,” katanya, dalam diskusi bertema ‘Mengukur Berbagai Hasil Survei’ yang digelar Emrus Corner di Jakarta, Rabu (20/3/2019).
Dia berkaca pada pelaksanaan Pilkada DKI. Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok unggul di semua hasil survei, tapi pada penghitungan suara KPU justru terjun bebas. Kesimpulan yang didapat dari Pilkada DKI, peristiwa politik bisa mempengaruhi hasil akhir.
“Semua pengamat mengatakan bahwa Pak Ahok dipasangkan dengan sendal jepit menang. Tapi kan ada kejadian-kejadian di luar dugaan yang bisa menjadi pemicu,” ungkap Ujang.
Di tempat sama, peneliti LSI Denny JA Ikrama Masloman menyampaikan survei dibuat bukan untuk menyenangkan semua pihak. Dia mengambil contoh ketika LSI Denny JA memprediksi hanya ada satu kandidat yang elektabilitasnya di atas 50 persen dalam Pilpres 2009. “Sementara, lainnya di bawah 30 persen,” jelas Ikrama.
Menyikapi hasil survei Litbang Kompas, pengamat politik Emrus Sihombing, menegaskan, sebenarnya tidak ada perubahan elektabilitas. Dan salah satu faktor yang membuat ini stagnan, lantaran mesin politik partai yang mendukung kedua paslon belum bekerja maksimal. “Mesin parpol kedua paslon ini belum bekerja maksimal ini,” ucapnya.