JAKARTA (Independensi.com) – Pemerintah kian tegas terhadap kendaraan yang melanggar over dimensi over load (ODOL). Meski demikian tindakan yang diberikan terhadap pelanggar adalah soft power.
Mulai Agustus 2019, kendaraan yang masuk ke jembatan timbang melebihi 50% dari batas yang ditentukan, barangnya akan langsung diturunkan. Padahal selama ini banyak kendaraan yang kapasitas angkutnya diatas 100% dari ketentuan.
“Untuk kendaraan yang kapasitasnya melebihi dari 50% sebagaimana yang ditentukan akan kita turunkan dari truk,” kata Dirjen Perubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Setiyadi di Jakarta Rabu (24/7).
Sebelum menerapkan tindakan terhadap para pelanggar dengan cara menurunkan barang dan mengenakan e-tilang, Kemenhub akan melakukan komunikasi dan sosialisasi dengan pihak Organda, Aptrindo, operator truk dan pihak terkait lainnya.
Lantas bagaimana dengan nasib barang yang diturunkan ? Menurut Budi akan diserahkan kepada pemilik barang. “Mau diambil sendiri di jembatan timbang, silahkan. Atau kalau mau diantar ke gudang pemilik atau ke tempat tujuan juga akan dibantu. Tapi biaya pengiriman bukan menjadi tanggung jawab pemerintah melainkan tanggung jawab pemilik barang,” jelas Budi.
Jika pemilik barang minta diantarkan, Kemenhub telah bekerjasama dengan platform ritase.com untuk mengangkut kelebihan tonase tersebut,” jelas Budi.
Adapun untuk teknisnya, pemilik barang dipersilahkan untuk B to B dengan ritase.com tanpa campur tangan dari penyelenggara Jembatan Timbang (JT). “Untuk biaya antarnya silahkan dibicarakan langsung antara pemilik barang dengan ritase.com.
Terkait gudang, pihaknya telah menyiapkan gudang namun saat ini dikatakannya baru tersedia di tiga JT yakni Balonggandu, Losarang, dan Widang.
Budi yang didampingi Direktur Prasarana Transportasi Darat Risal Wasal menambahkan, dari hasil survei yang dilakukan Ditjen Perhubungan Darat selama 19 hari di 21 jembatan timbang, dari 11.379 kendaraan yang masuk ke jembatan timbang, sebanyak 9.225 (81%) melakukan pelanggaran dan 2.154 (18,9%) tidak melanggar. “Jadi yang melanggar masih jauh lebih banyak dibandingkan yang tidak melaggar,” jelas Budi.
Dari sebagian besar pelanggar, pelanggaran dokumen seperti tidak membawa STNK, STNK mati dan surat jalan paling banyak.yaitu 7.382 (57,15%) kendaraan, daya angkut 4.770 (36,93%), tatacara muat 676 (5,23%) dan persyaratan teknis 90 (0,90%).
Risal Wasal menambahkan, pihaknya akan terus mengawasi dan memantau kondisi di lapangan, agar pelanggaran terus berkurang. (hpr)