BOGOR (IndependensI.com) – Kementerian Pertanian (Kementan), melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) petakan potensi ketersediaan daging sapi dan kerbau lokal agar estimasi ketersediaan ternak hidup maupun daging terukur berdasarkan dinamika populasi pada tingkatan daerah. Menurut Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan, Fini Murfiani yang mewakili Dirjen PKH, fungsi pemerintah dalam kebijakan publik supply demand merupakan aktivitas yang melibatkan lintas sektoral. Keseimbangan supply demand komoditas ternak sapi dimaksudkan sebagai salah satu fungsi dari kebijakan publik yaitu fungsi stabilisasi supply (penyediaan) yang terkait juga dengan fungsi alokasi dan distribusinya terhadap permintaan (demand).
“Ditjen PKH bertanggung jawab pada aspek supply (ketersediaan/penyediaan) bahan pangan asal ternak” ungkap Fini saat memberikan arahan pada Pertemuan Perhitungan Penyediaan Dan Kebutuhan Daging Sapi/Kerbau Lokal di Bogor (2/9).
Dalam memperhitungkan potensi ketersediaan daging sapi dan kerbau, keberadaan ternak yang tersebar di 34 Provinsi ini dapat dipetakan, baik daerah sentra produsen maupun konsumen. Daerah konsumen membutuhkan pasokan dari daerah sentra produksi untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, Horeka, dan industri olahan.
Fini menyampaikan, saat ini daerah konsumsi utama daging sapi adalah Provinsi DKI Jakarta dan Jawa Barat, namun seiring waktu telah terjadi perubahan perdagangan ternak. Pola perdagangan ternak sapi/kerbau antar Pulau dan antar Provinsi demikian dinamis dan berkembang pesat.
Lanjut Fini menerangkan bahwa dengan telah tumbuhnya daerah baru yang dianggap sebagai emerging market seperti beberapa daerah di Kalimantan, Sulawesi, dan Sumatera, menunjukkan pergeseran dan perubahan pola konsumsi sehingga terlihat pembelokkan arus perdagangan ternak sehingga awalnya dikirim dari daerah sentra sapi potong ke wilayah Jabodetabek bergeser ke wilayah tersebut.
Terkait penghitungan ketersediaaan untuk data komoditas peternakan, Sekretaris Ditjen PKH, Nasrullah mengatakan data peternakan dan keswan yang dimiliki harus berkualitas dan dapat dipertanggungjawabkan, sehingga perlu diterapkan satu metodologi dalam hal pengumpulan, pengolahan, analisis, dan penyajian data peternakan baik di pusat maupun dinas peternakan/dinas yang melaksanakan fungsi pembangunan peternakan di Provinsi, dan kabupaten/kota apalagi kedepan diterapkan Satu Data Indonesia.
“Kami minta komitmen petugas data baik pusat dan daerah untuk bekerja optimal agar mendapatkan data akurat, valid, dan berkualitas” ucap Nasrullah.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Bidang Statistik Peternakan, Perikanan, dan Kehutanan BPS, Hasnizar Nasution menegaskan yang sering menjadi permasalahan dalam pendataan. Untuk itu, Presiden telah menugaskan BPS membuat ‘Satu Data’ agar terwujud data yang akurat, mutakhir, terpadu, terintegrasi, dan mudah diakses oleh pengguna.
“Data sangat penting untuk pelaksanaan perencanaan, evaluasi, dan perbaikan tata kelola pemerintah kedepan” tambah Hasnizar.
Capaian Populasi Ternak Sapi dan Kerbau
Sementara itu, I Ketut Diarmita, Dirjen PKH yang ditemui di Jakarta mengatakan setidaknya ada enam parameter keberhasilan yang telah dicapai kementan dalam meningkatkan produksi daging. Enam parameter itu adalah peningkatan populasi ternak sapi dan unggas, peningkatan PDB sub sektor peternakan, peningkatan investasi, peningkatan NTP dan NTUP, peningkatan jumlah tenaga kerja di subsektor peternakan, dan terakhir perkembangan ekspor komoditas peternakan.
PDB Sub Sektor Peternakan pada 2018 meningkat 13,3% dibanding tahun 2017 Sumbangan sub sektor peternakan terhadap pembentukan PDB nasional tahun 2018 sebesar 1,57% dan sumbangan pada PDB pertanian 15,87%. Penyerapan tenaga kerja sektor peternakan pada tahun 2018 mencapai 4,8 juta orang. Hal tersebut menggambarkan besarnya peran sektor peternakan dalam perekonomian nasional.
“Semua parameter capaian dilakukan dalam waktu empat tahun di bawah kepemimpinan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, terlihat peningkatan populasi ternak sapi dan kerbau sebagai kinerja yang signifikan,” kata Ketut, Senin (2/9).
Salah satu upaya peningkatan populasi tersebut adalah melalui program Upaya Khusus Indukan Sapi/kerbau Wajib Bunting (UPSUS SIWAB) yang dilaksanakan sejak tahun 2016. Program tersebut menekankan peningkatan kelahiran hasil dari Inseminasi Buatan (IB) dan sebagian kawin alam.
Pada 2014 populasi sapi dan kerbau tercatat 14.610.359 ekor. Kemudian dalam setiap tahunnya, populasi itu terus meningkat. Pada 2018 misalnya, jumlah yang tercatat sebanyak 17.909.016 ekor atau mengalami loncatan kenaikan pertumbuhan menjadi sebesar 3.298.657 ekor. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh BPS total populasi sapi potong, sapi perah, dan kerbau di Indonesia pada tahun 2019 mencapai 18.120.831 ekor
“Keberhasilan kegiatan UPSUS SIWAB didukung oleh upaya peningkatan status kesehatan hewan, penjaminan keamanan pangan asal ternak, skim pembiayaan, investasi, dan asuransi ternak” pungkas Ketut.