JAKARTA (Independensi.com) – Pemerintah mengantisipasi kemungkinan akan terjadinya resesi dalam 1 (satu) tahun ke depan, dengan mendorong Foreign Direct Investment disamping tentu saja investasi dari dalam negeri sendiri.
“Kenapa itu penting? Karena situasi neraca pembayaran kita terutama neraca perdagangan dan transaksi berjalannya kan situasinya negatif ya dan kalau itu negatif maka yang paling penting agar bisa didorong adalah Foreign Direct Investment supaya kalau Foreign Direct Investment valasnya akan ada,” kata Menko Perekonomian Darmin Nasution kepada wartawan usai mengikuti Rapat Terbatas di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (4/9) sore.
Selain akan ada peningkatan produksi di dalam negeri, menurut Darmin, selanjutnya valas juga akan masuk sehingga situasi neraca transaksi berjalan yang negatif itu bisa diimbangi. Tidak terlalu tergantung kepada modal jangka pendek tetapi lebih ke Foreign Direct Investment yang lebih stabil.
Persoalannya adalah bagaimana supaya investasi ini bukan hanya foreign bukan hanya penanaman modal asing termasuk penanaman modal negeri sendiri, bagaimana supaya investasi itu bisa meningkat lebih cepat dari apa yang kita punyai sekarang.
Menurut Menko Perekonomian Darmin Nasution, pemerintah akan benar-benar fokus dalam waktu jangka pendek ini, 1-2 bulan ini memangkas lagi berbagai perizinan. Izin yang penting, tambah Darmin, dipertahankan yang tidak penting akan dihilangkan.
“Ya tentu yang penting kan pasti ada, misalnya izin usaha pasti perlu, tapi kalau kemudian izin-izin lain yang tidak terlalu penting katakanlah ada usulan bagaimana kalau impor barang modal atau mesin-mesin untuk investasi apa harus pakai rekomendasi lagi atau izin, yang begitu tidak perlu. Jadi itu dia fokus dari diskusi semuanya,” terang Darmin.
Untuk itu, lanjut Menko Perekonomian, persoalan-persoalan yang menyangkut perizinan yang didesentralisasikan tadinya dengan undang-undang otonomi daerah itu juga semua akan di-review.
Mengenai berapa jumlah perizinan yang akan dipangkas, Menko Perekonomian Darmin Nasution mengemukakan, bahwa ini tidak terbatas hanya pada aturan izin berdasarkan peraturan menteri atau Perpres, yang undang-undang pun akan di-review betul.
“Sehingga nanti kalau itu harus omnibus law itu Menseskab juga melakukan identifikasi dan membuat list semuanya yang nanti kita coba lihat bersama-sama dengan menko-menko yang lain apakah itu cuma tingkatannya PP atau Perpres atau bahkan cuma peraturan menteri. Kalau itu lebih gampang, tapi kalau ada yang perlu perubahan undang-undang itu juga kita akan tempuh. Tentu harus melalui omnibus law kalau menyangkut undang-undang,” kata Darmin seraya menambahkan, kalau yang di bawah undang-undang dalam 1 bulan ini juga harus selesai.
Soal bentuknya nanti bagaimana, menurut Menko Perekonomian terserah saja. “Tergantung soal bentuknya nanti gimana. Mau namanya paket atau bukan itu nanti sajalah itu, tidak usah terlalu dipersoalkan. Substansinya yang penting. Itu kan paket atau bukan itu kan cuma bajunya saja,” tegasnya.
Masalah Rekomendasi
Saat ditanya masalah utamanya, Menko Perekonomian Darmin Nasution mengutip pengantar Presiden Joko Widodo pada Rapat Terbatas, dimana dalam satu tahun terakhir ini cukup banyak relokasi industri dari Cina, itu sedikit sekali yang ke Indonesia. Sebagian besar itu, menurut Darmin, Vietnam, nanti ada lagi Kamboja, Thailand. Indonesia bahkan dari Cina jarang sekali, mungkin dari Jepang masih ada.
“Artinya, semua ini kemudian menunjukkan bahwa memang ada yang tidak berjalan dengan baik di kita. Bahkan di dalam beberapa hal bukan izin, kadang-kadang cuma rekomendasi teknis, tidak ada izinnya tapi perlu ada rekomendasinya dan itu lama,” kata Darmin.
Persoalannya, lanjut Menko Perekonomian, kesulitan itu bukan karena izin tapi rekomendasi 2 bulan baru keluar. Sedangkan ikut dalam global value chain persoalan seperti itu harus selesai 2-3 hari. Jadi, tambah Darmin, ada sejumlah hal yang kemudian ditemukan bahwa kita harus review habis-habisan dan pangkas habis-habisan.
“Kalau dulu waktu 16 paket itu sering kita tidak ubah izinnya, syaratnya kita sederhanakan dari 5 menjadi 2 misalnya. Kalau ke depan pertanyaannya tidak hanya itu, perlu atau tidak, kalau tidak perlu hilangkan saja izinnya jangan ditingkat persyaratannya saja,” jelas Darmin.