Kepala Badan Diklat Kejaksaan RI Setia Untung Arimuladi saat menutup Diklat Terpadu Karhutla, Perikanan dan Minerba

Kabandiklat Kejaksaan: Perlu Pendekatan “Multidoor System” Berantas Tindak Pidana Karhutla, Perikanan dan Minerba 

Loading

Jakarta (Independensi.com)
Kepala Badan Pendidikan dan Latihan Kejaksaan Setia Untung Arimuladi mengatakan aparat penegak hukum dalam memberantas tindak pidana kebakaran hutan dan lahan, maupun perikanan dan minerba harus memiliki strategi yaitu melalui pendekatan multi rezim hukum atau multidoor system.

Menurut dia melalui pendekatan multidoor tersebut diharapkan dapat meminimalisir peluang lolosnya pelaku kejahatan hingga kepada beneficial owner sebagai mastermind ketiga tindak pidana.

“Selain pengenaan pertanggung-jawaban pidana korporasi bagi pelaku kejahatan,” kata Untung saat menutup Diklat Terpadu Karhutla angkatan IV, Illegal Fishing angkatan III dan Minerba angkatan IV di Badiklat Kejaksaan, Jakarta, Senin (16/9/2019).

Dia menyebutkan pendekatan hukum melalui multydoor system sebagai sebuah terobosan perlu dilakukan mengingat kejadian seperti kebakaran hutan dan lahan dari tahun ke tahun selalu jadi masalah di Indonesia.

“Sementara dari tiga undang-undang yang ada belum berhasil membuat efek jera bagi para pelaku pembakaran hutan dan lahan,” ucapnya.

Ketiganya yaitu Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Panduan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Disebutkan juga perusahaan-perusahaan pengelola lahan yang semestinya memberikan dampak positif bagi masyarakat dan negara, berubah menjadi aktor yang secara langsung maupun tidak langsung merugikan masyarakat dan negara.

Dari data yang dirilis Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) bahwa karhutla terjadi dikawasan-kawasan yang telah diberi izin pengelolaan atau pamanfaatan kepada perusahaan-perusahaan.

“Modus pemilik perusahaan untuk mensiasati lepas dari jerat hukum kian beragam. Antara lain mencantumkan pekerjanya atau orang lain di jajaran direksi perusahaannya,” tuturnya.

Berdasarkan berita media online bahwa saat ini terdapat 52 kasus karhutla yang diproses hukum aparat penegak hukum. Antara lain sebanyak 50 kasus perorangan, dan dua kasus korporasi.

Para peserta Diklat Terpadu yaitu para hakim, jaksa, penyidik Polri, PPNS dan anggota TNI

Sementara modus kejahatan Illegal Fishing, tutur Untung, lebih kompleks, lebih multinasional, dan karakter antarnegaranya sangat kuat. “Berpotensi besar selalu diikuti dengan tindak pidana lain seperti perdagangan manusia, kerja paksa dan lain sebagainya,” kata dia.

Disebutkannya illegal, unreported and unregulated (IUU) fishing diartikan sebagai kegiatan perikanan yang tidak sah dan melanggar peraturan hukum yang berlaku di indonesia.

Berbagai kasus penangkapan ikan secara ilegal tercatat, mulai dari penangkapan ikan dengan trawl/pukat harimau yang penangkapannya menggunakan kapal-kapal bermuatan besar.

Akibatnya, kata Untung, terjadi penangkapan ikan berlebih di sebagian besar perairan indonesia. Selain itu, tuturnya, modus memberdayakan kapal lokal dan ABK berbagai negara untuk mengambil ikan di laut indonesia dan dibawa keluar zona untuk melakukan transshipment kekapal milik asing juga banyak terjadi.

“Semua kasus penangkapan ikan ini boleh dikatakan sebagai transnational organized crime,” ujar mantan Kajati Jawa Barat ini.

Dikatakannya modus operandi tindak pidana Mineral dan Batubara juga kian beragam. Antara lain melakukan kegiatan penambangan diluar koordinat wilayah IUP atau izin usaha pertambangan, pertambangan yang masa Ijin usahanya sudah berakhir, kegiatan pertambangan berkedok percetakan sawah baru dan pembangunan perumahan komersil.

Dalam beberapa kasus, modus pemalsuan dokumen untuk menyiasati laporan batubara. Sehingga data volume dan jenis batubara yang tercantum dalam dokumen tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya.

Dari ketiga tindak pidana itu, diakui Untung, akseptasi masyarakat terhadap kinerja para penegak hukum sangat tinggi, sehingga harus dijawab dengan tersedianya SDM yang profesional, berintegritas.

Disebutkannya ketegasan dari seluruh aparatur negara dan penegak hukum secara signifikan akan berdampak pada membaiknya kinerja institusi yang pada gilirannya dapat mempercepat terwujudnya kepercayaan publik.

Oleh karena itu dia pun berharap kepada peserta yang telah selesai mengikuti diklat terpadu yaitu para hakim, jaksa, penyidik Polri, PPNS dan anggota TNI apat bersinergi.

“Sehingga dapat menghasilkan terobosan dan mencapai kerja sama yang efektif antar instansi penegak hukum dalam penanganan perkara ketiga tindak pidana,” kata Untung.(MUJ)