JAKARTA (Independensi.com) – Anggota DPRD DKI Jakarta, Jhonny Simanjuntak mempertanyakan alasan semua program yang merupakan janji politik Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan selalu ditugaskan ke Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) PT Jakarta Propertindo (Jakpro).
Ia juga mengungkapkan kecenderungan Anies memberikan berbagai tugas pembangunan kepada Jakpro merupakan suatu bentuk penyelundupan kebijakan melalui BUMD.
“Mulai dari pembangunan Rumah DP Nol Rupiah, pembangunan Jakarta International Stadium, pembangunan kereta Lintas Raya Terpadu [LRT], penyelenggaraan Formula E, hingga revitalisasi Taman Ismail Marzuki. Semua kegiatan tersebut merupakan janji politik Gubernur Anies Baswedan. Program-program tersebut sebenarnya bisa didelegasikan pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait,” ujarnya dalam rapat paripurna penyampaian pandangan umum fraksi-fraksi terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta tahun 2020 di Ruang Rapat Paripurna Gedung DPRD DKI Jakarta, Rabu (4/12).
Menurut Fraksi PDI Perjuangan, jika terlalu mengandalkan penunjukan BUMD bisa menyebabkan fungsi SKPD menjadi tumpul, karena seolah tidak diberi amanah oleh gubernur untuk menyelesaikan program-program tersebut.
“Hal ini diperparah dengan kehadiran Tim Gubernur Untuk Percepatan Pembangunan [TGUPP] sebagai perpanjangan tangan gubernur. Fraksi PDI Perjuangan melibatkan bahwa kinerja SKPD sangat dipengaruhi oleh kehadiran TGUPP. Oleh sebab itu, kami meminta agar anggaran TGUPP dihapuskan dan memakai dana operasional gubernur,” tambah Jhonny.
Selain menyoroti Jakpro, Fraksi PDI Perjuangan juga menyoroti penyertaan modal daerah (PMD) untuk BUMD lain yang sebaiknya ditunda. Di antaranya untuk Perumda Pasar Jaya yang meminta PMD untuk membuat rumahpemotongan hewan dan pengelolaan sampah, sebaiknya ditunda karena bukan tugas pokok dan fungsinya.
Selain itu, terkait pembangunan Wisma Taman Ismail Marzuki yang mendapat sorotan sebagai hotel bintang lima, Fraksi PDI Perjuangan menyarankan adanya moratorium untuk keseluruhan revitalisasi TIM.
Terakir, Fraksi PDI Perjuangan menyoroti realisasi program Rumah DP Nol Rupiah yang bertolak belakang dengan visi penyediaan hunian terjangkau oleh masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
“Pemprov juga tidak serius melakukan pembangunan rumah susun sewa kepada masyarakat berpenghasilan rendah dengan tarif sewa terjangkau. Hal ini disebabkan karena terlalu fokus kepada program Rumah DP Nol Rupiah,” ujar Jhonny.
Fraksi PDI Perjuangan berpendapat Rumah DP Nol Rupiah baru bisa menyasar kalangan menengah, yakni masyarakat dengan pendapatan di kisaran Rp7 juta. Oleh sebab itu, pemotongan anggaran talangan rumah DP Nol Rupiah dari Rp2 triliun menjadi Rp500 miliar diharapkan akan lebih memacu penyediaan Rusunawa daripada Rumah Susun Hak Milik (Rusunami).