JAKARTA (IndependensI.com) – Politika Research and Consulting (PRC) mengusulkan kepada DPR-RI untuk merumuskan kebijakan atau membuat Undang-Undang, bahwa calon kepala daerah yang diusung melalui jalur partai politik harus menjadi anggota partai politik terlebih dahulu. Selama ini calon kepala daerah yang diusung partai politik atau gabungan partai politik tidak mesti/harus menjadi anggota partai politik tertentu.
Poin ini adalah salah satu hasil kajian PRC tentang penguatan partai politik. Selain itu, penguatan partai politik bisa dilakukan dengan cara rekrutmen kader yang berkualitas, penguatan kaderisasi partai politik, distribusi kader, dan pembenahan managemen internal partai politik.
“PRC beralasan bahwa keharusan calon kepala daerah menjadi anggota partai politik karena kekuasaan partai politik berada di legislatif dan eksekutif. Dengan demikian tidak ada kepala daerah yang tidak memiliki partai politik kecuali jika melalui jalur independen,” kata Direktur Utama PRC Rio Prayogo dalam konferensi pers di Jakarta, Senin, 6 Januari 2019.
Rio yang telah lama terlibat dalam survei politik dan konsultansi politik di beberapa wilayah Indonesia menegaskan, dengan menjadi calon kepala daerah dari partai politik tertentu, maka ketika terpilih, ia akan mengejawatahkan visi dan misi partai politiknya.
“Ini artinya secara langsung maupun tidak, kandidat ini memperkuat partai politik walaupun pada awalnya (sebelum mencalonkan diri sebagai kepala daerah) ia bukan kader partai politik tertentu,” tegas Rio didampingi Komisaris Utama PRC Ian Suherlan.
Dudi Iskandar yang menjabat sebagai Direktur Riset PRC Dudi Iskandar menekankan, partai politik merupakan salah satu pilar penting dalam penguatan demokrasi. Peran partai politik baik di lembaga legislatif dan eksekutif harus diperkuat. Banyak langkah yang dapat dilakukan partai politik untuk menguatkan perannya dalam pendalaman demokrasi, seperti fenomena politik hari ini menunjukkan bahwa sebagian besar Calon dan/atau Kepala Daerah, baik di Kabupaten/Kota atau Provinsi, bukanlah kader Partai Politik (Parpol).
Hal tersebut menunjukkan bahwa distribusi kader partai politik di eksekutif terhambat, misalnya oleh tokoh di daerah yang “berkantong tebal”, lebih populer atau berkharisma, modal sosial lebih besar, dan sebagainya.
“Idealnya lembaga eksekutif adalah salah satu ruang distribusi kader bagi partai politik. Imbas dari fenomena ini, kelembagaan partai politik semakin tereduksi,” kata Dudi yang telah banyak memiliki karya tulis dan penelitian di beberapa bidang khususnya komunikasi politik.
Oleh karena itu, Politika Research and Consulting (PRC) mendukung Komisi II DPR RI untuk menyusun Undang-Undang yang bisa memperkuat distribusi kader partai politik di tingkat eksekutif. Salah satu langkah untuk memperkuat distribusi tersebut adalah memberikan ruang yang lebih luas kepada anggota legislatif baik di pusat maupun daerah untuk ikut serta dalam pagelaran Pemilihan Kepala Daerah 2020 mendatang secara luas.
PRC menggarisbawahi, calon Kepala Daerah dapat maju melalui jalur partai politik atau independen. Idealnya jika seseorang calon kepala daerah yang bukan berasal dari kader partai politik maju dalam Pilkada harus menjadi kader partai politik.
Apabila tidak berniat menjadi kader partai politik, maka lebih baik mencalonkan diri melalui jalur independen. Dengan menjadi kader partai politik, diharapkan peran partai politik semakin kuat, sehingga demokrasi semakin sehat.
“Dengan tidak menjadi anggota partai politik calon kepala daerah yang akan maju dalam Pilkada akan memperkuat fenomena politisi ‘kutu loncat’ dan posisinya di pemerintahan daerah akan lemah,” pungkas Dudi. (Chs)