JAKARTA (Independensi.com) – Seorang diplomat berkebangsaan Arab, menjadi salah satu arsitek, terjalinnya komunikasi politik positif antara Paus Fransiskus, Kepala Negara Vatikan, dengan kalangan Dunia Islam di Timur Tengah, pada pertemuan bersejarah di Abu Dhabi, Ibu Kota Negara Uni Emirate Arab (UEA), Senin, 4 Februari 2019.
Namanya, Mgr Yoannis Lahzi Gaid, Sekretaris Pribadi II dari Paus Fransiskus, Kepala Negara Vatikan. Yoannis Lahzi Gaid mendampingi Paus Fransiskus, dalam lawatan di wilayah Timur Tengah selama tiga hari, 3 – 5 Februari 2019.
Berkat jasanya merancang pertemuan bersejarah Paus Fransiskus dengan kalangan Dua Islam di Timur Tengah, Yoannis Lahzi Gaid dianugerahi penghargaan Order of Zayed II Kelas Pertama oleh Presiden Uni Emirat Arab (UEA), Khalifa bin Zayed Al Nahyan.
Penghargaan dari Presiden UEA, Khalifa bin Sayet Al Nahyan, diserahkan Putera Mahkota Sheikh Mohamed bin Zayed selama kunjungan Paus Fransiskus di UEA, 3 – 5 Februari 2019.
Sheikh Mohamed seperti diberitakan The National, Jumat, 7 Februari 2019, mengapresiasi peran yang dimainkan Mgr Yoannis Lahzi Gaid, sebagai Sekretaris Pribadi Paus Fransiskus, Kepala Negara Vatikan, dalam mempromosikan kebudayaan dan nilai persaudaraan, harmoni dan hidup bersama di antara manusia.
Melalui akun Twitter-nya, Mohamed bin Zayed, Putera Mahhota Presiden UEA, menulis: Mohamed bin Zayed presents the Order of Zayed II, bestowed by the UAE President, to Monsignor Yoannis Lahzi Gaid, the Pope’s second personal secretary, in recognition of his efforts to ensure that followers of different religions live together in peace.
(Mohamed bin Zayed mempersembahkan Ordo Zayed II, yang diberikan oleh Presiden UEA, kepada Monsinyur Yoannis Lahzi Gaid, Sekretaris Pribadi Kedua Paus, sebagai pengakuan atas upayanya untuk memastikan bahwa para pengikut berbagai agama hidup bersama dalam damai).
Kepada The National, Yoannis Lahzi Gaid mengungkapkan kegembiraan atas penghargaan yang diterimanya dan memuji peran UEA dalam menyebarkan nilai-nilai kemanusiaan di antara agama yang berbedad-beda untuk mempromosikan kebaikan, kerja sama, saling membantu dan menerima satu sama lain.
Menguasai 4 bahasa
Yoannis Lahzi Gaid, fasih berkomunikasi dalam 4 bahasa, yaitu Arab, Inggris, Italia dan Perancis. Yoannis Lahzi Gaid lahir di Kairo, Mesir, pada tahun 1975.
Yoannis Lahzi Gaid, salah satu dari tujuh bersaudara. Lahzi Gaid belajar di seminari Katolik Koptik di Kairo. Yoannis Lahzi Gaid ditahbiskan sebagai imam bagi Patriarkat Katolik Koptik dari Alexandria, Mesir.
Bangsa Arab adalah salah satu dari Suku Bangsa Sematik yang mayoritas adalah penduduk di Dunia Arab, baik di Timur Tengah maupun Afrika Utara, serta sebagian minoritas penduduk di Iran, Turki serta komunitas diaspora lainnya di berbagai negara.
Kata Arab pertama kali muncul pada abad ke-9 sebelum masehi. Bangsa Arab tidak selalu terdiri orang-orang Islam, tetapi juga orang Kristen dan Yahudi. Beberapa buktinya adalah adanya perabadan Nabath yang didirikan oleh bangsa Arab beragama Kristen.
Pada zaman modern, ini, seseorang dikatakan berbangsa Arab bila memenuhi tiga syarat sebagai berikut: Pertama, Genealogi: seseorang yang memiliki keturunan dari Arab dan nenek moyangnya tinggal di negeri Arab.
Kedua, Bahasa: seseorang yang menuturkan bahasa Arab sebagai bahasa ibu, kendatipun sebagian masyarakat di Mesir menolak dasar ini. Ketiga, Politik: seseorang yang memiliki kebangsaan negara di kawasan Arab.
Yoannis belajar di Institut Oriental Kepausan, mendapatkan gelar doktor dalam hukum kanon Gereja-Gereja Timur. Ia mengedit sejumlah teks dari Kode Hukum Canon untuk Gereja-Gereja Timur.
Yoannis bekerja selama beberapa tahun sebagai Pastor dari gereja Santa Domitilla di Latina, selatan Roma. Dia menghadiri Akademi Kepausan pada 2007 bergabung dengan layanan diplomatik Vatikan.
Tugasnya termasuk menjalankan tugas di Republik Demokratik Kongo dan Gabon, dan sebagai Duta Besar Nuncatures Apostolik ke Yordania dan Irak.
Yoannis Lahzi Gaid, melayani sebagai penerjemah bahasa Arab untuk Paus Francis pada audiensi umumnya dan dalam pertemuan dengan para diplomat dan pejabat pemerintah berbahasa Arab.
Pada 1 Juli 2011, Paus Beneciktus XVI mengangkatnya sebagai seorang Pastor dari Yang Mulia dengan gelar monsignor (monsinyur).
Monsinyur suatu predikat atau sebutan kehormatan bagi kaum klerus Gereja Katolik yang telah memperoleh gelar kehormatan gerejawi tertentu dari Paus.
Gelar monsinyur diberikan kepada orang yang telah berjasa memberikan pelayanan yang berharga kepada Gereja, mereka yang menjalankan beberapa fungsi khusus dalam tata kelola Gereja, atau mereka yang menjadi anggota kapitel tertentu.
Gelar Monsinyur tidak pernah diberikan kepada mereka yang digolongkan sebagai religius dalam Katolikisme.
Meskipun beberapa bahasa (termasuk Indonesia) menggunakan kata tersebut sebagai sebutan untuk uskup, yang memang adalah penggunaan utama dalam bahasa-bahasa tersebut.
Hal ini bukanlah kebiasaan yang lazim dalam Bahasa Inggris kata monsinyur sendiri merupakan bentuk apokope dari kata Italia monsignore, dari frasa Perancis mon seigneur, yang berarti “tuanku”. Gelar monsinyur biasa disingkat Mgr, Msgr atau Mons.
“Monsinyur” adalah suatu sebutan, bukan penunjukan; tepatnya, seseorang tidak dapat “dijadikan seorang monsinyur” atau menjadi “monsinyur dari suatu paroki”.
Gelar atau sebutan tersebut dikaitkan dengan penghargaan kepausan tertentu, yang mana Paus Paulus VI menguranginya menjadi tiga kelas: Protonotarius Apostolik, Pleratus Kehormatan, Kapelan Sri Paus.
Terlepas dari mereka yang bekerja dalam Kuria Roma dan layanan diplomatik Takhta Suci, biasanya atas usulan uskup setempat Paus dapat memberikan gelar ini kepada klerus diosesan Katolik. Pemberian gelar ini tunduk pada aturan Takhta Suci yang mencakup batas usia minimum.
Pada April 2014, Paus Fransiskus mengangkat Yoanis Lahzi Gaid sebagai sekretaris pribadi keduanya.
Yoannis Lahzi Gaid terus bekerja untuk Sekretariat Negara juga. Penunjukannya ditafsirkan sebagai isyarat dukungan untuk Gereja-gereja Katolik Timur dan dialog dengan dunia Arab dan Muslim (Islam).
Pada saat Yoannis Lahzai Gaid mengambil posisi ini, dia sudah tinggal di kediaman yang sama dengan Paus Francis, Domus Sanctae Marthade.
Dalam sambutan publik yang jarang untuk sekretaris kepausan, ia memuji perkembangan dialog dengan Islam, mengatakan bahwa pertemuan Paus Francis dan Ahmad al-Tayyib di Kairo pada tahun 2017 “memberikan bukti bahwa kita dapat berbicara, kita dapat berbicara, kita juga bisa saling mencintai satu sama lain dari agama yang berbeda.
Sebelumnya tidak ada dialog, dan karena itu ada jarak, ada juga sedikit permusuhan terhadap satu sama lain. Sekarang ada persahabatan yang mendalam.
Setelah dua pemimpin yang sama mengeluarkan Dokumen Persaudaraan Manusia pada Februari 2019, Lahzi Gaid ditetapkan pada bulan September 2019 sebagai salah satu anggota pertama komite yang mempromosikan prinsip-prinsipnya. Yoannis ditunjuk sebagai anggota dewan eksekutifnya.
Deklarasi Abu Dhabi
Berkat usaha diplomasi Yoannis, maka Paus Fransiskus dan Imam Besar Al Azhar Dr. Ahmed al-Tayeb menandatangani Deklarasi Abu Dhabi, yakni sebuah dokumen tentang persaudaraan manusia untuk perdamaian dunia dan hidup bersama, di Abu Dhabi, Ibu Kota Uni Emirate Arab, Senin, 4 Februari 2019.
Dokumen deklarasi bertujuan mendorong hubungan yang lebih kuat antarmanusia untuk menghadapi ekstremisme serta dampak negatifnya.
Upacara penandatanganan deklarasi dihadiri Wakil Presiden UEA Sheikh Mohammed bin Rashid Al Maktoum, Perdana Menteri dan Pejabat Dubai, Putra Mahkota Abu Dhabi Sheikh Mohamed bin Zayed Al Nahyan, Wakil Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata UEA, serta lebih dari 400 pemimpin agama.
Wakil Presiden UEA juga menyerahkan “Penghargaan Persaudaraan Manusia – Dari Dar Zayed” kepada Paus Fransiskus dan Imam Besar Al Azhar.
Penghargaan diberikan kepada Dr. Ahmed al-Tayeb sebagai pengakuan atas posisinya dalam membela moderasi, toleransi, nilai-nilai global serta penolakannya terhadap ekstremisme radikal.
Paus Fransiskus dikenal sebagai promotor toleransi dengan mengesampingkan perbedaan. Paus Fransiskus dikenal karena panggilan tekadnya untuk mewujudkan perdamaian dan persaudaraan diantara umat manusia.
Dalam pidatonya selama 26 menit sebelum menandatangani Deklarasi Abu Dhabi, Paus Fransiskus mengatakan bahwa “kebencian dan kekerasan” atas nama Tuhan tidak dapat dibenarkan.
Paus menjunjung tinggi nilai-nilai pendidikan dalam upaya mengurangi konflik.
Dr. Ahmed al-Tayeb, sebagai salah satu pemimpin Muslim terkemuka di dunia, menyeru umat Islam untuk melindungi komunitas Kristen di Timur Tengah dan bagi umat Islam di Barat untuk berintegrasi dalam masyarakat mereka.
“Anda adalah bagian dari masyarakat, anda bukan minoritas,” kata Ahmed al-Tayeb.
Upacara penandatanganan Deklarasi Abu Dhabi merupakan bagian dari Pertemuan Persaudaraan Manusia yang diselenggarakan oleh pemerintah UEA, yang sekaligus menjadi peristiwa bersejarah dimana Pimpinan Tertinggi Gereja Katolik untuk pertama kalinya mengunjungi Teluk Arab.
Dokumen toleransi
Negara pertama yang dikunjungi Paus Fransiskus di Timur Tengah adalah UEA. Dokumen deklarasi ditandatangani dengan disaksikan perwakilan Kristen, Islam, Judaism dan agama lainnya.
“Keimanan menuntun seorang pemeluk agama untuk orang lain sebagai saudara yang harus didukung dan dicintai,” tulis sepenggal kalimat dalam deklarasi, seperti dikutip dari laman United Press International (UPI).
“Dari diskusi terbuka kami untuk menuju masa depan yang lebih cerah untuk semua orang, maka Dokumen Persaudaraan Antar Umat Manusia ini lahir,” lanjut bunyi deklarasi.
Inti dari dokumen ini adalah toleransi, perlu diserukan kepada diri sendiri, kepada semua pemimpin global, dan para pembuat kebijakan.
Isi dokumen menyebutkan tekad melawan ekstremisme harus dijalankan atas dasar membela. “Semua korban perang, persekusi dan ketidakadilan,” demikian Paus Fransiskus.
Dalam sebuah pidato berdurasi 26 menit pada Senin malam, Fransiskus menyerukan diakhirinya perang di Timur Tengah, seperti yang terjadi di Yaman, Suriah, Irak dan Libya.
“Semua pemimpin memiliki tugas untuk menolak setiap kemungkinan terjadinya perang dunia,” sebut Fransiskus.
UEA adalah salah satu negara yang tergabung dalam koalisi pimpinan Arab Saudi dalam memerangi pemberontak Houthi di Yaman.
Paus Fransiskus mengaku senang dapat diundang ke Yaman dan diberi kesempatan sebagai “Sosok yang meyakini penuh terhadap perdamaian,” lanjut Paus Fransiskus.
Sheikh Tayeb menyebut Fransiskus sebagai “Saudaraku tercinta.” Dia menyayangkan saat ini masih ada anggapan bahwa sebagian Muslim adalah “barbar brutal” karena banyaknya aksi teror yang mengatasnamakan Islam.
“Padahal semua agama sepakat bahwa Tuhan melarang pembunuhan,” ungkap Sheikh Tayeb.
Sebelumnya, Fransiskus telah bertemu Putra Mahkota Abu Dhabi Sheikh Mohammed bin Zayed al-Nahyan. “Kami mendiskusikan kerja sama, konsolidasi dialog, toleransi, koeksistensi manusia dan inisiatif untuk mencapai perdamaian,” tulis Sheikh Mohammed di Twitter. (Aju)