KOTA KINABALU (Independensi.com) – Presiden Partai Solidaritas Tanah Airku (Star) di Negara Bagian Sabah dan Presiden Dayak International Organization (DIO), Datuk Dr Jeffrey G Kitingan (72 tahun), salah satu dari 10 orang Dayak yang dilantik jadi Menteri dan Deputi Menteri, dalam Kabinet Perdana Menteri Muhyiddin Yasin di Petra Jaya, Senin siang, 9 Maret 2020.
Jeffrey G Kitingan, dari Suku Dayak Kadazan, Distrik Keningau, Negara Bagian Sabah, dilantik menjadi Deputi Menteri Pelancongan, Kesenian dan Kebudayaan. Sementara Nancy Shukri , sebagai Menteri Pelancongan, Kesenian dan Kebudayaan.
Selain Jeffrey G Kitingan, sembilan Menteri dan Deputi Menteri dari kalangan Suku Dayak, yaitu Arthur Joseph Kurup (Deputy Perdana Menteri Perekonomian dari Dayak Kadazan, Sabah), Dr Maximus Johnity Ongkili (Deputi Perdana Menteri Hal Ehwal Sabah dan Sarawak, Sabah, dari Dayak Kadazan, Sabah).
Ali Biju (Deputi Menteri Tenaga dan Sumber Asli, dari Sarawak, Dayak Iban), Jonathan Yassin (Deputi Perdana Menteri Dalam Negeri, Sabah dari Dayak Kadazan), Aaron Dagang (Deputi Menteri Kesihatan, Sarawak, dari Dayak Iban), Dr Ronald Kiandee (Menteri Pertanian dan Industri Makanan, Sabah dari Dayak Kadazan).
Henry Sum Agong (Deputi Menteri Luar Bandar, Sarawak dari Dayak Lun Bawang), Alexander Nanta (Menteri Perdagangan Dalam Negeri dan Hal Ehwal Pengguna, Sarawak dari Dayak Iban), Willie Mongin (Deputy Menteri Perusahaan Perladangan dan Komoditi, Sarawak dari Dayak Bidayuh).
Perlakuan kejam
Jeffrey G Kitingan, pernah dipenjara tanpa proses pengadilan selama 2,7 tahun oleh Perdana Menteri Mahathir Mohammad, di bawah undang-undang darurat sangat represif, yaitu Internal Security Act (ISA) atau Akta Keselamatan Dalam Negeri.
Pada 10 Mei 1991 pagi, Jeffrey G Kitingan ditangkap ISA, dan tiga hari kemudian, 13 Mei 1991, dijebloskan di Penjara Kepayan, Sabah. Sore hari, 13 Mei 1991, Jeffrey diterbangkan ke Kuala Lumpur.
Jeffrey, adik kandung Josep Pairin Kitingan (80 tahun), Ketua Menteri Sabah, 1985 – 1994, ditangkap, karena aktifitas politiknya di Partai Bersatu Sabah (PBS), saat itu, di dalam menuntut hak-hak masyarakat Sabah sejak bergabung dengan Federasi Malaysia terhitung 13 Septemer 1963, dinilai bisa mengancam stabilitas keamanan di dalam Negeri.
Setelah menjalani status tahanan politik selama 2,7 tahun, dengan berbagai bentuk teror fisik dan mental, Jeffrey, akhirnya dibebaskan tahun 1994, sehingga bisa kembali berkumpul dengan keluarganya di Sabah.
Karena itulah, ketika Mahathir terpilih kembali menjadi Perdana Menteri hasil Pemilihan Umum (Pemilu) 2018, dengan menumbangkan incumbent Perdana Menteri Najib Tun Razak, Jeffrey G Kitingan, menolak bergabung dalam pemerintahan, hasil koalisi dengan tokoh oposisi, Anwar Ibrahim.
ISA yang sudah eksis sejak tahun 1957, akhirnya dibubarkan tahun 2012, setelah mendapat kecaman dari berbagai negara. ISA dibubarkan, dicabut, dan kemudian diganti Undang-Undang Pelanggaran Keamanan (Tindakan Khusus) yang telah disahkan Parlemen dan diberikan persetujuan Kerajaan Malaysia pada 18 Juni 2012, dan mulai mulai berlaku pada 31 Juli 2012.
Kepada dailyexpress.com, edisi 25 September 2011, Jeffrey mengilustrasikan, kekejaman ISA terhadap para tahanan politik, tidak akan bisa dilupakan. Karena itu, para mantan tahanan politik seperti Jeffrey, berhak mendapat kompensasi dari otoritas yang berwenang di Federasi Malaysia.
Mahathir menanggapi pernyataan Jeffrey, hanya berkata, “Saya minta maaf tentang penahanan, Jeffrey, saya tahu ini kejam.”
Tapi langsung dijawab Jeffrey sebagaimana dilansir dailyexpress.com, “Kekejaman ISA tidak bisa diukur.”
Ditangkap tahun 1991
Mengenang kejadian tanggal 13 Mei 1991, Jeffrey mengatakan, pesawat yang membawanya dari Kota Kinabalu, tidak diizinkan mendarat di bandara Kuala Lumpur, melainkan langsung ke Penang untuk menghabiskan malam itu di dalam sel. Pagi berikutnya, Jeffrey diterbangkan kembali ke Kuala Lumpur
“Pada saat itu, saya kehilangan pandangan tentang dunia dan kehidupan materi saya, tidak tahu ke mana mereka membawa saya dan apa yang akan mereka lakukan dengan saya. Saya senang masih bernafas,” kata Jeffrey.
Beberapa jam kemudian, kendaraan tiba di sebuah gedung dan penutup matanya dilepas. Jeffrey diperintahkan untuk menelanjangi dan menghapus setiap item, termasuk arlojinya.
“Aku merasa malu,” kata Jeffrey, “dan merasa siap untuk menghadiri pemakamanku sendiri.”
Diberi seragam biru dengan nomor “931” di sisi kiri dadanya, foto-foto Jeffrey diambil dari berbagai sudut sebelum dia dikurung di sel keamanan maksimum. “Ketika pintu tertutup di belakangku, aku mendapati diriku terbatas pada apa yang dapat digambarkan sebagai neraka hidup bagi apa yang tampaknya selamanya.”
Jeffrey dilemparkan ke selnya dalam 60 hari pertama, dengan tutuhan melakukan aktifitas politik subversif.
Di ruangan yang dingin dan telanjang itu, hanya ada tempat tidur kayu kosong yang berukuran sekitar 2 setengah meter, tidak ada kasur, selimut, bantal, toilet, wastafel, air atau jendela. Ada lubang kecil di pintu yang hanya bisa dilihat dari luar dan dua lubang di lantai seukuran telur ayam untuk ventilasi.
Ruangan itu begitu kecil sehingga Jeffrey akan mondar-mandir dan hanya melihat dinding dan merasa tidak berbeda dengan binatang yang dikurung.
“Begitulah aku menyadari bagaimana hewan di kebun binatang berperilaku ketika mereka dirampas kebebasannya,” ujar Jeffrey kepada dailyexpress.com.
Lampu-lampu itu luar biasa terang dan tidak pernah mati. Kadang-kadang, musik keras tiba-tiba dimainkan untuk menyetrumnya dan dia dilarang tidur.
“Toilet berada di ujung lain gedung dan jika mereka tidak mendengar Anda mengetuk Anda akhirnya tidur di sel dengan urin dan feses Anda di mana-mana.
Jeffrey harus membersihkan sampah sendiri. “Tidak ada fasilitas untuk mandi dan tidak ada handuk. Kami hanya punya toilet, ” kata Jeffrey.
Metode perampasan indra ini adalah mimpi buruk yang hidup dan tahanan akan ditolak rasa waktu atau koneksi sadar dengan dunia luar. “Saya merasa tersesat, saya merasa sendirian dan saya merasa ditinggalkan bahkan oleh Tuhan saya sendiri.”
“Saya mencoba berbicara pada diri sendiri hanya untuk mendengar suara saya sendiri. dimana saya?”
“Siapa saya? Apakah saya mati atau hanya bermimpi? Saya bahkan mencoba bernyanyi.”
Jeffrey melalui cobaan interogasi yang mengerikan dibandingkan dengan apa yang dia dengar yang harus dilalui tahanan lainnya.
Kursi merah
Pertama kali diinterogasi, Jeffrey harus duduk di kursi merah di sebuah ruangan merah gelap dengan delapan interogator tanpa nama, yang menghina dirinya seolah-olah saya adalah penjahat yang dikutuk dan tidak berharga yang siap dikirim ke neraka.
Mereka melakukan ini tanpa henti dan melarang saya untuk beristirahat, tidur, makan dan minum sampai saya tidak tahan lagi dan meminta ke dokter. ”
Jeffrey merasa dirinya semakin lemah, cepat kehilangan berat badan dan janggutnya mulai tumbuh. Dia akhirnya dikirim ke dokter dalam sebuah penutup mata dengan dua orang pria mengangkat tubuhnya yang lemah.
Jeffrey diberi vitamin dan disuruh duduk di bawah sinar matahari selama dua puluh menit. Baru setelah kesembuhannya dia diberi tahu bahwa interogasi memakan waktu 4 hari 3 malam
Setelah dua bulan dikurung sendirian, Jeffrey berharap untuk pembebasannya dan diberi tahu bahwa jika dia dibawa ke bandara dia akan menjadi orang bebas. Dia malah dibawa ke Kamp Penahanan Kamunting dan menghabiskan 2,5 tahun berikutnya ditahan tanpa pengadilan.
Jeffrey tidak langsung ke Kamunting, melainkan ke gedung kosong di suatu tempat dalam perjalanan dengan hampir tidak ada orang di sekitar. Kemudian dipindahkan ke Camp 5 di Kamunting. Di situ baru diberi bantal dan selimut. Itu adalah satu-satunya harta benda. Ini lebih buruk daripada menjadi narapidana politik.
Kamp itu memiliki keamanan maksimum dan merupakan bangunan berbentuk U. Jeffrey ingat, dengan pagar keamanan berduri setinggi 12 hingga 15 kaki, diperkuat oleh seng dan semen sehingga para tahanan tidak bisa melihat dunia luar.
Para tahanan politik, ujar Jeffrey, hanya bisa melihat langit. Petugas ISA mengunci pintu dari luar di malam hari dan membuka sel di pagi hari; seperti kandang ayam.
Dari rangkaian penahanan tanpa proses pengadilan, Januari 1994, Jefrrey G Kitingan, dibebaskan, karena dalih tidak terlibat terlibat di dalam kegiatan surversif.
Namun lebih dari itu, sejak akhir tahun 1993, dunia internasional mengecam Federasi Malaysia, karena sebebasnya menahan dan menangkap seseorang yang berseberangan dengan pemerintah.
Memasuki tahun 1994 dan seterusnya, praktis ISA sudah tidak berfungsi lagi. Eksistensi ISA dicabut tahun 2012 di era Perdana Menteri, Datuk Najib Tun Razak yang menjadi orang nomor satu di Malaysia periode 3 April 2009 – 10 Mei 2018.
Akibat ketidakadilan
Jeffrey, mengatakan, tuduhan subversif pada dasarnya, hanya lantaran didirinya cukup berani memperjuangkan hak-hak masyarakat Sabah dalam sistem bagi hasil pengelolaan sumberdaya alam, sesuai perjanjian ketika wilayah itu bergabung dengan Federasi Malaysia terhitung 13 September 1963.
Jeffrey mengatakan, ketidakadilan secara ekonomi dan politik, membuat Sabah sekarang serba tertinggal dalam berbagai hal, dibadingkan dengan wilayah Federasi Malaysia di semenanjung.
“Tujuan saya terjun di bidang politik, untuk menuntut kesetaraan hak masyarakat Sabah. Tuntutan itu, sampai sekarang, terus saya perjuangkan, sampai sekarang, dan, harus diwujudkan,” ujar Jeffrey. (Aju)