JAKARTA (Independensi.com) – Persoalan mengenai ekosistem logistik nasional yang perlu diakui masih belum sepenuhnya memadai menjadi salah satu hambatan bagi peningkatan daya saing Indonesia.
Presiden Joko Widodo, saat memimpin rapat terbatas melalui telekonferensi pada Rabu, 18 Maret 2020, menyampaikan bahwa saat ini Indonesia masih tertinggal dalam hal tersebut dibanding negara-negara tetangga.
“Data yang saya miliki memperlihatkan bahwa Logistics Performance Index negara kita di tahun 2018 berada di peringkat ke-46,” ujarnya dari Istana Merdeka, Jakarta.
Beberapa negara lain yang berada di atas Indonesia di antaranya ialah Singapura, Tiongkok, Thailand, Vietnam, Malaysia, dan India.
Sama halnya dengan kondisi yang tergambar dalam Indeks Trading Across Borders yang mencatat waktu dan biaya terkait dengan tiga rangkaian prosedur, yakni kepatuhan perbatasan, pemenuhan dokumen, dan transportasi domestik dalam keseluruhan proses ekspor dan impor barang yang masih belum mengalami peningkatan berarti. Hal itu berpengaruh terhadap proses kemudahan berusaha di Indonesia.
“Kita masih stagnan di peringkat ke-116. Masalahnya di mana? Saya melihat masalahnya ada di ekosistem logistik nasional kita yang belum efisien dari sisi waktu maupun dari sisi biaya,” kata Presiden.
Biaya logistik Indonesia juga tergolong tinggi dibandingkan lima negara ASEAN lain. Padahal, biaya logistik dan transportasi yang tidak reliabel membuat biaya inventori akan semakin meningkat. Presiden menyebut bahwa salah satu penyebabnya ialah adanya proses birokrasi berbelit dalam hal itu.
“Saya mencatat masih banyak yang ruwet di sisi birokrasinya, over birokrasi. Masih banyak pengulangan-pengulangan, repetisi, masih banyak duplikasi, dan masih kuatnya ego sektoral. Kementerian atau lembaga berjalan sendiri-sendiri, belum ada platform logistik dari hulu sampai ke hilir,” ungkapnya.
Selain memangkas birokrasi berbelit, menurutnya, saat ini pemerintah butuh akan adanya platform logistik terpadu mulai dari hulu hingga hilir di mana platform tersebut haruslah menerapkan teknologi dan pemanfaatan tata ruang logistik yang lebih efisien.
“Ekosistem logistik nasional kita harus kita perbaiki. Kita harus memulai untuk membangun sistem logistik yang terpadu, dari hulu sampai hilir, kedatangan kapal sampai masuk ke gudang, baik untuk ekspor maupun untuk impor. Pangkas birokrasi yang berbelit-belit, hapus repetisi, sederhanakan proses, dan lakukan standarisasi layanan dan standar-standar teknis yang lainnya,” ucapnya.
Dengan kerja yang fokus dan upaya maksimal untuk merancang platform logistik terpadu tersebut, Kepala Negara meyakini bahwa di masa mendatang ekosistem logistik nasional akan jauh lebih efisien dibanding saat ini. Hal itu pada akhirnya akan membuat sistem logistik yang transparan, lebih kompetitif, dan berbiaya murah.
“Saya yakin dengan kerja yang fokus, dengan peta jalan perubahan yang jelas dan terukur, maka ekosistem logistik nasional negara kita akan menjadi lebih efisien,” tandasnya.(wst)