JAKARTA (Independensi.com) – Sawah tadah hujan selama ini dikenal sebagai lahan sawah yang hanya bisa panen satu kali dalam setahun. Tapi dengan teknologi dan inovasi, sawah tadah hujan kini bisa panen tiga kali setahun.
“Sawah tadah hujan biasanya mengandalkan curah hujan dan hanya bisa menghasilkan di musim hujan. Tapi pengkajian kami membuktikan penerapan inovasi bisa meningkatkan produktivitasnya secara signifikan,” ungkap Kepala Badan Litbang Pertanian (Balitbangtan) Kementerian Pertanian (Kementan) Fadjry Djufri dalam keterangan pers yang diterima redaksi, Rabu (25/03/2020).
Upaya Kementan untuk mendorong peningkatan produktivitas padi di sawah tadah hujan dilakukan untuk memastikan stok beras nasional berlimpah. Bahkan pemerintah memiliki target untuk meningkatkan ekspor beras. Pekan lalu, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo memprediksi pada masa panen raya bulan Maret – April nanti, akan ada tambahan stok beras hingga 8 juta ton. Produksi padi tidak lagi hanya mengandalkan lahan sawah beririgasi, tapi juga pemanfaatan lahan suboptimal.
“Langkah-langkah inovatif perlu dilakukan untuk memastikan produksi beras kita meningkat secara signifikan, antara lain dengan memanfaatkan lahan-lahan yang belum optimal dan menambah kapasitas produksinya,” ungkap Fadjry.
Untuk menambah kapasitas produksi sawah tadah hujan, Fadjry menuturkan Kementan telah meningkatkan pemberian bantuan pompa air. Berdasarkan pengkajian yang dilakukan Balitbangtan, pompa air merupakan menjadi titik ungkit sawah tadah hujan untuk bisa memiliki indeks pertanaman (IP) 300.
“Berdasarkan pengkajian kami, pemanfaatan air tanah dengan menggunakan pompa penting untuk dipraktikkan. Mereka menyiram sawah tadah hujan terutama pada musim tanam ketiga atau musim kemarau,” jelasnya.
Mekanisme pemanfaatan pompa air, disebut Fadjry, harus menyesuaikan dengan kondisi di lapangan. Air tanah di lahan sawah yang dangkal dengan tingkat kedalaman sekitar enam hingga sepuluh meter, cukup menggunakan pompa kapasitas kecil pun mampu mengeluarkan air yang cukup untuk sawah.
“Sedangkan untuk daerah lain yang lebih jauh dari sungai dan air tanah lebih dalam posisinya, maka diperlukan pompa dengan kapasitas lebih besar agar dapat mengeluarkan air dengan debit yang sama,” terang Fadjry.
Selain pemanfaatan pompa air, optimalisasi sawah tadah hujan juga dilakukan dengan memerhatikan kondisi tanah. Pada lahan yang bertekstur liat, produktifitas padi dapat mencapai 8 ton per hektare sedangkan pada lahan yang bertekstur pasir produktivitasnya 5 ton per hektare.
“Untuk itu, kami melakukan upaya untuk meningkatkan produktivitas padi pada lahan sawah yang bertekstur pasir di antaranya dengan penambahan bahan organik untuk meningkatkan kesuburan tanah dan meningkatkan kemampuan tanah dalam memegang air,” pungkas Fadjry. (wst)