JAKARTA (Independensi.com) – Kapas merupakan salah satu komoditi tanaman perkebunan penghasil serat untuk bahan baku industri tekstil dan produk tekstil (TPT). Industri TPT ini telah berkembang pesat dan terintegrasi terutama pada industri intermediate (stapel, filamen, tenun, rajut) dan industri hilirnya (garmen dan produk tekstil lainnya) seiring dengan semakin berkembangnya jumlah penduduk.
“Telah dikembangkan varietas benih unggul Kanesia 1 – 20 yang sudah dilepas Kementerian Pertanian yang mempunyai produktivitas cukup tinggi dan mutu serat yang dapat memenuhi kebutuhan industri tekstil,” kata Kasdi Subagyono Direktur Jenderal Perkebunan.
Kasdi menambahkan, serat kapas digunakan juga sebagai bahan baku tenun tradisional, seperti yang telah dikembangkan diwilayah NTT, NTB dan Bali.
Area pengembangan kapas tersebar di 7 (tujuh) provinsi antara lain Jawa Timur, Jawa Tengah, DI.Yogyakarta, NTB, NTT, Bali, dan Sulawesi Selatan, dimana Sulawesi Selatan merupakan wilayah sentra kapas.
Wilayah pengembangan kapas yang terbatas merupakan salah satu kendala dalam peningkatan produksi. Secara umum tingkat produktivitas kapas di tingkat petani mencapai 1,50-2,80 ton/ha kapas berbiji. Rendahnya produktivitas di tingkat petani disebabkan pengembangan kapas sarat dengan banyak tantangan.
Berdasarkan hasil lapangan, ditemui beberapa tantangan yang dihadapi oleh para petani kapas, tantangan tersebut dikelompokkan atas 3 bagian antara lain mencakup iklim yang dicirikan dengan distribusi hujan setiap tahunnya tidak merata dan wilayah pengembangan kapas dilakukan pada lahan-lahan marginal sehingga retan terhadap serangan hama dan penyakit, tantangan ekonomi mencakup tingkat harga kapas yang statis dibanding harga komoditas yang lain, serta tantangan sosial mencakup aspek psikologis dimana petani akan mengusahakan kapas bila kebutuhan pangannya terlebih dahulu telah terpenuhi.
Sebagian besar petani mempunyai persepsi komoditas kapas kurang menjamin daIam meningkatkan pendapatan, serta kerja sama antar lembaga yang terkait belum maksimal. Ditambah dengan tantangan dalam pengembangan kapas di Indonesia pada on-farm dan off-farm.
Strategi yang dilakukan untuk penguatan kelembagaan petani kapas antara lain Strategi Dasar yaitu dengan meningkatkan peran Pemerintah (Pusat/Daerah) dapat ditempuh dengan melahirkan kebijakan dalam bentuk regulasi dan kebijakan anggaran berbasis kerakyatan, sedangkan Strategi Operasional yang terdiri dari Restrukturisasi Kelembagaan, Pemupukan Modal Investasi, Pengembangan Unit Bisnis Perdesaan, Pengembangan Kawasan, Legalitas Formal, Pengembangan Kemitraan Internal dan Eksternal Berorientasi Pasar, Penguatan Modal Sosial Masyarakat.
Apalagi saat ini, ditengah menghadapi covid19, Petani kapas tetap berupaya mengembangkan dan memelihara kebunnya, karena merupakan salah sumber mata pencahariannya. \
“Pada tahun 2020 ini, pemerintah terus berupaya agar petani tak menyurutkan minatnya dalam memproduksi kapas, salah satunya dengan membangun kemitraan petani kapas dengan perusahaan pengelola, yaitu menghubungkan petani dengan pengelola serat kapas sehingga bermitra dengan industri tekstil untuk menjadi industri siap pakai,” katanya.
Selain itu, Lanjut Kasdi, pemerintah melalui APBN memfasilitasi petani kapas dalam memberikan bantuan benih dan pupuk serta dengan memberikan upah tenaga kerja yang berupa padat karya, sebagai salah satu upaya agar minat petani kapas tidak surut. Selain membudidayakan tanaman kapas, Petani turut melakukan tumpang sari dengan tanaman pangan palawija seperti jagung dll.
“Saat ini kita dalam usaha untuk menindaklanjuti tantangan kapas kedepan, semoga produksi dan produktivitas kapas menjadi meningkat dan dapat meningkatkan taraf hidup petani kapas. Saat memelihara kebun kapasnya, diharapkan petani kapas dapat meningkatkan produksi dan produktivitas serat kapas dengan menerapkan teknik budidaya yang baik dan benar (Good Agriculture Pratices/GAP) atau Penanaman Kapas yang Baik, dan tentunya tetap memperhatikan kesehatan dan kebersihan tubuh dan kebunnya,” tambahnya.