JAKARTA (Independensi.com) – Di tengah pandemi Covid – 19, komoditas perkebunan VCO (Virgin Coconut Oil) justru banyak diminati pasar ekspor. Jenis produk olahan kelapa asal Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara ini berhasil menembus pasar ekspor Abu Dhabi, Uni Emirat Arab (UEA).
Pengolahan produk VCO asal petani Konawe Selatan tersebut dilakukan oleh pelaku usaha perkebunan yaitu Koperasi Serba Usaha (KSU) Indo Nilkaz di Kota Kendari, yang diketuai oleh Rohadianto.
Menurut Rohadianto, VCO yang diekspor sebesar 2.000 liter berupa kemasan botol kecil untuk konsumsi rumah tangga di pasar UEA melalui beberapa tahapan pengiriman.
“ Kedepan kebutuhan VCO ini sangat besar terutama pasar Timur Tengah ditengah pandemic karena diketahui berdasarkan beberapa ekspose penelitian, bahwa VCO baik untuk kesehatan terutama memperkuat daya tahan tubuh dan mencegah penyakit degeneratif, “ ujarnya saat melakukan Ekspor VCO ke Abu Dhabi, Uni Emirat Arab (UEA), Senin (20/4)
Menanggapi hal tersebut Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan, Dedi Junedi, menyampaikan apresiasi atas upaya petani kelapa di Konawe Selatan dan KSU Indo Nilkaz dalam mencari peluang dan membuka pasar ekspor ditengah pandemic ini. Apalagi KSU Indo Nilkaz ini terlibat aktif dalam sejumlah kesepakatan kerjasama kemitraan pemasaran produk kelapa di Sulawesi tenggara yang difasilitasi Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian pada peringatan Hari Pangan Sedunia (HPS) di Kendari, Sulawesi Tenggara, bulan November 2019 lalu.
“Kami akan terus mendukung upaya-upaya akselerasi ekspor komoditas pertanian dalam rangka ekspor 3 kali lipat (Gratieks,Red) hingga 2024. Untuk itu tidak hanya persoalan ekspor semata, namun bagaimana ekspor ini bisa berkelanjutan dan konsisten tentunya dengan produksi yang memenuhi kebutuhan pasar, “ ujar Dedi
Sementara menurut Direktur Jenderal Perkebunan, Kasdi Subagyono mengungkapkan bahwa ekspor produk perkebunan Indonesia bisa berdaya saing, tentunya semua ada dalam aspek kualitas dan aspek inovasi untuk memproduksi produk yang bernilai tambah tinggi, dalam hal ini untuk ekspor kelapa, produk turunan berupa VCO kita dorong terus.
“ Sejauh ini produk VCO termasuk salah satu produk terbesar yang diekspor selain minyak goreng kelapa, gula kelapa, kopra, arang kelapa, dessicatted coconut dan produk kelapa lainnya,” kata Kasdi
Kasdi menambahkan bahwa, pasar VCO kedepan akan terbuka lebar, tentunya dengan mempertimbangkan gaya hidup sehat masyarakat dunia yang terus meningkat. Pola hidup ini menyebabkan kebutuhan akan makanan dan minuman sehat termasuk organic health oil juga turut menanjak.
Selain itu dari sisi harga, lanjutnya, VCO lebih murah di banding minyak virgin pesaingnya yakni virgin olive oil (VOO). Upaya memperluas akses pasar produk VCO juga harus terus ditingkatkan dengan melihat peluang-peluang di perundingan kerjasama perdagangan antar negara/ regional/ multilateral, kegiatan business matching dan melalui informasi perwakilan perdagangan RI di Luar Negeri.
Menurut data BPS yang diolah Ditjen. Perkebunan, pada tahun 2019 ekspor kelapa Indonesia sebesar 1,87 juta ton atau senilai USD 890,8 juta. Ekspor terbesar 21,9% ke Malaysia sebesar 412,8 ribu ton, selanjutnya China sebesar 358,02 ribu ton atau berkontribusi 19,06% dari total volume ekspor kelapa Indonesia.
Selain ini tujuan ekspor kelapa Indonesia ke negara India, Korea Selatan, Bangladesh, AS, Belanda, Thailand dan lainnya. Hingga bulan Februari 2020, ekspor kelapa Indonesia sebesar 333,93 ribu ton atau senilai USD 171,23 juta.
Untuk pasar UEA hingga Februari 2020 diekspor sebesar 1.733 ton yang justru didominasi oleh produk Arang Kelapa.
Melihat peluang pasar bagi produk utama kelapa (minyak goreng, VCO, dessicated coconut, gula semut dll) dan produk samping (cocopeat, cocofiber, coco charcoal, nata de coco), Ditjen Perkebunan telah menetapkan kelapa sebagai komoditas prioritas untuk dikembangkan melalui Gerakan peningkatan Produktifitas, Nilai Tambah dan Daya Saing (GRASIDA), untuk mendukung Gerakan Tiga Lipat Ekspor (GRATIEKS) pada tahun 2024.(wst)