JAKARTA (Independensi.com) – Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani menjelaskan cara penghisapan pekerja migran Indonesia oleh calo dan perusahaan pengiriman tenaga kerja Indonesia ke luar negeri. Masyarakat diminta untuk berhati-hati terhadap janji dan bujuk rayu untuk bekerja di luar negeri.
Untuk itu, Benny Rhamdani memastikan kehadiran negara menyelamatkan PMI di luar negeri dengan membuat standar operasional baru dengan mengontak langsung PMI yang menghadapi masalah di luar negeri dengan cara video call.
“Kenapa ini dilakukan, karena menurut saya jika PMI ada masalah di luar negeri, seberat apapun masalah, jika dia bisa berkomunikasi langsung dengan saya selaku kepala BP2MI maka cara ini telah memberikan rasa nyaman, yang akan memberikan perlindungan awal pada PMI,” jelas Benny Rhamdani saat seusai menghubungi Dewi Fitriani, PMI asal Purwakarta yang ingin bisa pulang ke Indonesia setelah lari dari majikan yang tidak membayar upah selama 6 bulan bekerja, baru-baru ini.
Dibawah ini transkrip pernyataan Benny Rhamdani dan video langsung saat mengontak anak relawan Dewan Kesehatan Rakyat (DKR), Dewi Fitriani, di Malaysia:
Dewi Fitriani, PMI asal Purwakarta adalah salah satu dari sekian banyak PMI yang jadi korban penipuan calo dan perusahaan pengiriman tenaga kerja ke luar negeri. Dewi berangkat menjadi TKI dengan janji akan mendapatkan gaji Rp15 juta per bulan.
Modus operandinya calo meminjamkan uang pada Dewi sebesar Rp6 juta yang digunakan untuk biaya hidup keluarga yang ditinggalkan. Modus calo menjerat awal PMI dengan meminjamkan uang. Uang tersebut akhirnya harus dikembalikan melalui gaji yang setiap bulan diterima oleh PMI.
Terkait pinjaman perjanjiannya adalah gaji Dewi akan dipotong setiap bulan selama 6 bulan sebanyak Rp7 juta. Kalau Rp7 juta dikali 6 bulan berarti Rp36 juta,–padahal pinjaman hanya sebesar Rp6 juta. Ini cara jahat calo, penipuan, pemerasan, ekspolitasi yang memang negara harus hadir dan hukum harus bekerja.
Ketika saya dilaporkan kasus Dewi saya langsung meminta nomor Hape, dan ini adalah standar operasional baru yang saya terapkan. Setiap ada pengaduan, saya ingin mengontak langsung menelpon langsung dan komunikasi dilakukan melalui video call.
Kenapa ini dilakukan, karena menurut saya jika PMI ada masalah di luar negeri, seberat apapun masalah, jika dia bisa berkomunikasi langsung dengan saya selaku kepala BP2MI maka cara ini telah memberikan rasa nyaman, yang akan memberikan perlindungan awal pada PMI.
Dia tahu persis sedang berkomunikasi dengan saya selaku Pemerintah Republik Indonesia dan tidak akan ragu. Karena saya berjanji akan segera mengambil tindakan atas masalah yang dihadapi PMI dan apa yang diinginkan PMI itu direspon langsung oleh Kepala BP2MI. Artinya cara komunikasi langsung by video call adalah perlindungan awal membuat rasa nyaman PMI yang sedang menghadapi masalah di negara penempatan.
Setelah komunikasi video call saya segera memanggil langsung deputi atau direktur jajaran BP2MI atau mengontak langung UPT BP2MI di Indonesia di 23 Provinsi dimana asal daerah PMI yang bersangkutan. Setelah itu kita bergerak dengan berkoordinasi dengan Atase ketenaga kerjaan di KBRI atai KJRI.
Selain itu secara apple to apple kita bekerja sama dengan KBRI ke bawah. Saya juga memerintahkan untuk jajaran dan staf saya untuk melakukan pelacakan atas keberadaan perusahaan, pelacakan atas identitas pemilik perusahaan dan para calo. Kemudian kita melanjutkannya menjadi laporan hukum ke Bareskrim Polri.
Saya memastikan di era kepemimpinan saya terkait perlindungan kepada PMI, negara akan hadir bahkan harus hadir dan hukum harus bekerja. Kehadiran negara membuktikan bahwa atas dasar perintah konsitusi negara harus dan wajib memberikan perlindungan kepada setiap warganegaranya.
Pak Jokowi memerintahkan kepada saya untuk memberikan perlindungan kepada PMI dari ujung rambut sampai ujung kaki. Hukum harus bekerja. Artinya negara tidak boleh kalah oleh pemilik modal. Oleh para penjahat, yang selama ini bertopeng sebagai perusahaan pengiriman tenaga kerja tetapi sesungguhnya mereka mempraktekkan pemerasan melalui modus operandi dipercaloan, yang sesungguhnya mereka menjadi penghisap darah dan keringat PMI, warganegara Indonesia.
Tidak boleh satu perusahaanpun, orang kaya direpublik ini pengusaha yang berpikir dengan kekayaannya dia bisa mengendalikan negara. Atau dia berpikir dengan kekayaan dia bisa membeli orang orang yang hari ini sedang menerima mandat kekuasaan untuk memberikan perlindungan dan pelayanan kepada setiap warga negaranya, termasuk BP2MI.