JAKARTA (Independensi.com) – Isu kebangkitan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang dihembuskan kalangan kelompok radikal agama berideologi khilafah yang disebut kadal gurun atau kadrun, tidak lebih dari upaya untuk menjegal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dalam Pemilihan Umum (Pemilu) legislatif dan Presiden tahun 2024 mendatang.
Kadrun menurut pegiat media sosial, Ade Armando, Denny Siregar dan Permadi Arya, adalah kelompok ninoritas yang mengatasnamakan Islam bergaya hidup kearab-araban yang terlalu mudah menuding pihak lain sebagai kafir.
“Ini isu basi. Hanya jadi bahan tertawaan karena menempatkan diri seperti katak di bawah tempurung, atau manusia yang hanya bisa membodohi diri sendiri,” ujar Tobias Ranggie SH (Panglima Jambul), pengamat hukum dan politik di Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat, Rabu, 8 Juli 2020.
Menurut Tobias Ranggie, masyarakat luas tidak mudah terpengaruh isu kebangkitan PKI karena sudah banyak sekali data ilmiah pembanding, sehingga bisa dengan mudah ditepis sendiri tanpa buang energi terlalu banyak.
Diungkapkan Tobias, isu kebangkitan PKI itu disematkan kepada PDIP karena partai ini anak biologis dari Partai Nasional Indonesia (PNI) milik Presiden Soekarno (17 Agustus 1945 – 12 Maret 1967), sekaligus sebagai upaya Desoekarnoisasi.
“Masyarakat biasa juga dengan mudah melihat dari kelompok mana peniup isu kebangkitan PKI dan pihak mana yang membiayai. Saya melihat ini gaya intel orang timur yang kasak kusuk sendiri, sehingga tanpa dikaji secara mendalam sekalipun mudah dibaca,” kata Tobias Ranggie.
Diungkapkan Tobias, ada pihak anti Soekarno sehingga otomatis anti PDIP, tapi saat bersamaan mengagumi pola pikir kemandirian bangsa dan nasionalisme Presiden Soekarno.
Lihat saja ada akademisi yang mengingatkan jangan lagi ungkit ideologi Pancasila versi Soekarno dan versi lain.
“Ketika Presiden Joko Widodo tahun 2016 menetapkan setiap 1 Juni sebagai hari lahir Pancasila, banyak pihak merasa sangat tidak nyaman. Ini karena Joko Widodo sebagai kader PDIP. PDIP sendiri metamorfosa dari PNI milik Soekarno,” kata Tobias Ranggie.
Sejarawan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Prof. Dr. Asvi Warman Adam, mengatakan, memang ada benang merah antara Gerakan Hidupkan Era Presiden Soeharto (1 Juli 1967 – 21 Mei 1998), isu komunis, gerakan khilafah, dan Rancangan Undang Haluan Ideologi Negara (RUU HIP).
.
Menurut Prof. Adam, fenomena munculnya kembali isu Partai Komunis Indonesia (PKI) diakibatkan kepentingan politik menuju Pemilu 2024 yang ditengarai dilakukan oleh mereka yang ingin mengembalikan berjayanya kembali era Soeharto di Indonesia.
“PDIP menjadi pusat hantaman serangan isu komunisme karena dianggap akan menghambat agenda itu,” ujar Asvi Warman Adam.
Hal itu disampaikan Asvi Warman Adam, dalam diskusi virtual bertema “Ngeri-Ngeri Kebangkitan PKI” yang dipandu Bonnie Triyana, di Jakarta, Selasa, 7 Juli 2020.
“Fenomena belakangan ini saya kira berkaitan dengan menghadapi tahun 2024, ketika akan ada Pemilu Presiden. Ada pihak-pihak berkepentingan dihidupkan isu komunisme ini,” kata Asvi Warman Adam.
Asvi Warman Adam, menengarai pihak yang melakukannya ingin menegakkan kembali kekuasaannya, persis sama dengan cara yang dulu dilakukan Presiden Soeharto. Yakni menjadikan komunisme sebagai musuh bersama.
Mereka berpadu dengan kelompok yang ingin menjaga eksistensinya seperti penganut gerakan khilafah. Makanya tak mengherankan, di aksi pembakaran bendera PKI, yang membakarnya kelihatan juga memakai bendera dengan simbol yang dekat dengan bendera HTI.
“Mereka ingin memperlihatkan eksistensi sebenarnya, namun juga ingin menghancurkan PDIP. Mereka dengan sengaja ingin menggoyang masyarakat dengan berkata soal kebangkitan PKI,” tukas pria kelahiran Buktitinggi, Sumatera Barat itu.
Padahal, faktanya, komunisme itu sudah punah dengan adanya TAP MPRS tahun 1966 yang isinya membubarkan PKI dan melarang ajaran komunisme, sudah berlaku sejak 1966 serta bertahan hingga saat ini.
Diingatkan oleh Asvi juga, di era Soeharto, isu PKI dipertahankan untuk kepentingan Pemerintah dan rejim berkuasa, dengan menghancurkan orang yang bersikap kritis. Isu PKI juga digunakan ketika hendak mengambil tanah rakyat dengan mudah.
“Maka di era Soeharto, setiap jelang 30 September, pasti ada temuan bendera dan kaos PKI. Itu jaman Soeharto. Sekarang, makin rutin karena ada kelompok kepentingan yang mau angkat isu komunisme itu,” kata Asvi Warman Adam.
Kata Asvi Warman Adam, gerakan mereka semakin menggema karena perkembangan teknologi informasi disertai kurangnya literasi masyarakat dalam menyaring bahan-bahan kampanye yang disebarkan.
Informasi sangat mentah dan sumir itu sengaja disebarkan berulang dan terus menerus. Dan hal itu didukung pula oleh proyek Desoekarnoisasi yang dilaksanakan selama masa berkuasanya Soeharto. Akumulasi semua hal itu juga yang terjadi dalam polemik pembahasan RUU HIP. (Aju)