JAKARTA (Independensi.com)
Kejaksaan Agung masih menunggu laporan Kejaksaan Tinggi Riau mengenai ada tidaknya tersangka baru kasus dugaan pemerasan oleh sejumlah oknum jaksa di Kejaksaan Negeri Indragiri Hulu (Inhu) terhadap 64 Kepala Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Inhu.
“Karena sementara berdasarkan alat bukti, baru mengarah untuk tiga orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka,” kata Direktur Penyidikan pada JAM Pidsus Febri Adriansyah kepada wartawan di Gedung Bulat, Kejagung, Jakarta, Senin (24/8) malam.
Febri menyebutkan terkait kasus dugaan pemerasan tersebut sebelumnya dia telah menerbitkan surat perintah penyidikan yang tidak hanya untuk tim penyidik di Pidsus Kejagung.
“Tapi beberapa jaksa di Kejati Riau juga ditunjuk menjadi anggota tim penyidik. Sehingga prosesnya bisa berjalan simultan dimana disini kami mengumpulkan alat bukti. Begitupun disana (Kejati Riau),” tuturnya.
Oleh karena itu, ucap Febri, jika laporan dari Kejati Riau sudah diterima Rabu atau Kamis, maka akan dilihat hasilnya. “Ada tidak penambahan peran (orang lain) selain ketiga tersangka dan semua itu harus berdasarkan alat bukti.”
Terkait uang barang-bukti diduga hasil pemerasan oknum jaksa di Kejari Inhu, Febri mengakui belum mengetahui berapa jumlahnya. “Kita akan baru ketahui pasti jumlahnya setelah ada berita acara penyitaan khususnya untuk barang-bukti uang,” ucap mantan Kajari Bandung ini.
Tentang kabar uang barang-bukti mencapai Rp1,5 miliar, Febri enggan berkomentar lebih jauh. “Belum pastilah. Bisa lebih besar dan bisa lebih kecil. Kita tidak mau menebak-nebaklah. Kita tunggu saja laporan dari Kejati Riau,” katanya.
Seperti diketahui Kejagung menetapkan tiga tersangka kasus dugaan pemerasan yaitu Kajari Inhu HS (Hayin Suhikto), Kasi Pidana Khusus OAP (Ostar Al Pansri) dan Kasubsi Barang Rampasan pada Seksi Pengelolaan dan Barang Rampasan RFR (Rionald Febri Ronaldo).
Kapuspenkum Kejagung Hari Setiyono dalam jumpa pers di Kejagung, Jakarta, Selasa (18/8) mengungkapkan ketiganya ditetapkan sebagai tersangka dan telah ditahan setelah Direktorat Penyidikan pada JAM Pidsus menyimpulkan telah terpenuhinya minimal dua alat bukti dalam kasus dugaan pemerasan tersebut.
“Kesimpulan tersebut diperoleh berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap enam saksi dan dikaitkan dengan alat bukti dan barang bukti lainnya,” tutur Hari.
Kasusnya berawal dari pemberitaan di beberapa media setempat terkait pengunduran diri 64 Kepala SMP di Inhu. Diduga akibat diperas oknum jaksa Kejari Inhu bekerjasama dengan LSM terkait pengelolaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Sementara dari hasil inspeksi kasus bidang pengawasan, tidak hanya tiga orang yang dianggap terbukti melakukan perbuatan tercela dan dicopot dari jabatannya serta belakangan dijadikan tersangka kasus dugaan pemerasan.
Namun tiga jaksa lainnya juga dicopot dari jabatannya. Ketiganya yaitu Kasi Inteliejn Bambang Dwi Saputra, Kasi Datun Berman Brananta dan Kasi Pengelolaan Barang Bukti dan Barang Rampasan Andy Sunartejo.
Penjatuhan hukuman disiplin tingkat berat berupa pembebasan dari jabatan struktural. Sesuai dengan surat keputusan Wakil Jaksa Agung Nomor KEP4-042 sampai Kep-047/P/WJA/8/2020 tanggal 7 Agustus 2020.(muj)