JAKARTA (Independensi.com) – KPU telah menerbitkan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 13 Tahun 2020 tentang pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 di tengah pandemi Covid-19 yang merupakan revisi dari PKPU nomor 6 tahun 2020.
Dalam PKPU terbaru, KPU mengatur sanksi bagi pasangan calon (paslon) yang melanggar protokol kesehatan dengan memberikan peringatan tertulis.
Merespon hal tersebut, anggota Komisi II DPR RI Guspardi Gaus mengatakan, meski dalam revisi PKPU tak mengatur sanksi pidana bagi pelanggar protokol Covid-19, terdapat aturan lain yang sudah mengatur hal itu seperti dalam UU Kesehatan.
Namun, Guspardi menegaskan PKPU hasil revisi sudah memuat sejumlah larangan bukan sekadar imbauan.
“Tadinya hanya bersifat imbauan sekarang bentuknya larangan. Kalau imbauan kan tidak ada sanksi kalau larangan ada sanksi. Sanksi itu sebetulnya juga ada yang bersifat pidana. Jangan hanya melihat di PKPU-nya saja,” kata Guspardi saat dihubungi para wartawan, Jumat (25/9/2020).
Mengenai pengaturan sanksi, Guspardi mengungkapkan, ada undang-undang (UU) yang mengatur tentang hal itu dan ranahnya bisa ke pidana.
“Jadi artinya harus melihat secara komprehensif terhadap peraturan,” jelas politisi PAN ini.
Guspardi menuturkan, melalui PKPU Nomor 13 Tahun 2020, aparat penegak hukum seperti TNI dan Polri dapat membubarkan kegiatan yang berpotensi mengumpulkan massa juga semakin jelas.
“Tidak boleh melakukan (kegiatan) sebelum melaksanakan kita cegah. Kalau sedang (berlangsung) kita bubarkan,” tegas anggota Baleg DPR RI ini.
Disamping itu, lanjut Guspardi, juga sudah ada surat edaran dari Mendagri yang telah disampaikan ke seluruh kepala daerah baik tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota tentang optimalisasi penerapan pelaksanaan protokoler kesehatan Covid -19.
Menurut Guspardi, PKPU Nomor 13 Tahun 2020 sebagai jawaban sejumlah pihak yang mendesak penundaan pilkada seperti MUI, NU, dan Muhammadiyah.
“Jadi, PKPU Nomor 13 adalah respon Komisi II DPR RI dan Pemerintah terhadap surat edaran yang disampaikan oleh NU, Muhammadiyah, dan elemen masyarakat lainnya terhadap tingginya kepedulian mereka terhadap pelaksanaan Pilkada yang dikhawatirkan akan memicu timbulnya klaster baru Covid-19,” pungkasnya. (Daniel)