BOYOLALI (Independensi.com) – “Modernisasi Tempe untuk Industri Pangan Fungsional di Era Pandemi Covid-19” menjadi tema acara Webinar yang diadakan oleh SMA Pradita Dirgantara.
Kegiatan tersebut berlangsung pada hari Jumat (2/10/2020) melalui aplikasi Zoom Meeting dan juga melalui siaran langsung kanal Youtube.
Webinar ini diselenggarakan dalam rangka Hari Tani Nasional sekaligus sebagai bagian dari rencana pengembangan Bank Kedelai SMA Pradita Dirgantara yang merupakan salah satu unggulan SMA ini.
Sambutan dan sekaligus pembukaan acara dilakukan oleh Wakil Ketua Yasarini sekaligus Ketua PIA Ardhya Garini, Ibu Inong Fadjar Prasetyo. Ibu Inong menyampaikan apresiasi kepada sivitas akademika SMA Pradita Dirgantara yang telah menyelenggarakan acara webinar ini.
Dia berharap acara ini akan menjadi awalan yang bagus untuk mengembangkan konsep bank Kedelai di SMA Pradita Dirgantara. Webinar kali ini menghadirkan pembicara pakar Tempe Dr. Atris Suyantohadi (Dosen Universitas Gadjah Mada & Founder Attempe-Tempe Sehat dari kedelai lokal non-GMO) dan Dr. Sutanto, DEA (Manajer Penjaminan Mutu SMA Pradita Dirgantara)
Dr. Sutanto sebagai pembicara pertama memaparkan terkait sejarah tempe di Indonesia. “Ternyata tempe sudah ada di Indonesia sejak abad ke-18, hal tersebut tercantum di Serat Centhini yang ditulis pada zaman Pakubuwana V. Tempe merupakan salah satu kuliner tradisional yang betul-betul asli Indonesia.” kata Dr. Sutanto.
Dr. Sutanto juga menyampaikan perihal program Bank Kedelai yang ada di SMA Pradita Dirgantara, sebagai bentuk konsep pembelajaran baru di masa pandemi, agar siswa tidak stress dan bisa belajar dengan cara yang mengasyikkan.
Selain itu program Bank Kedelai ini adalah bentuk respon dari perilaku impor kedelai yang sampai saat ini masih banyak dilakukan. padahal tanah di Indonesia ini sangat memungkinkan jika ditanami kedelai. Bahkan kedelai lokal kualitasnya justru lebih unggul daripada kedelai impor.
Bank Kedelai juga merupakan bentuk dari Integrated Contextual Learning yang ada di SMA Pradita Dirgantara. Melalui Bank Kedelai siswa tidak hanya belajar biologi, tetapi juga belajar kimia, matematika, fisika, hingga pelajaran Agama.
Integrated Contextual learning ditawarkan agar siswa paham tentang apa gunanya mempelajari ilmu lewat kegiatan penanaman kedelai hingga panen dan akan jadi bank kedelai bila dikelola dengan baik.
“Melalui Bank Kedelai, diharapkan kedepan siswa dapat belajar untuk menghargai tanah ini dan menjadikan Bank Kedelai ini sebagai gerakan nasional. Kebesaran bangsa ini ditentukan oleh bangsa ini sendiri. Mari kita mengumpulkan action yg kongrit, jadikan gerakan yang nyata. Negara ini tidak akan jatuh miskin jika orang-orang berpikiran besar bagi bangsanya,”kata Dr. Sutanto.
Sementara itu pembicara dari UGM Dr. Atris Suyantohadi memaparkan terkait perkembangan kedelai lokal. Kedelai sendiri bahan yang sangat penting bagi produksi tempe. Selama ini opini yang muncul di masyarakat adalah kedelai lokal itu kurang bagus.
Padahal tempe dari kedelai lokal banyak sekali diminati oleh konsumen luar negeri. Tempe yang berasal dari kedelai lokal ini mempunyai gizi yang lebih daripada kedelai yang impor.
Tahun 2015 produksi nasional kedelai lokal dikisaran 800 ribu ton, padahal kebutuhan nasional mencapai 2,4 juta ton, sehingga sekitar 75% kebutuhan nasional masih dipenuhi dari kedelai impor.
Secara historis ada anggapan bahwa tempe adalah makanan yang murah, makanan biasa. Padahal proses dari bahan kedelai hingga menjadi tempe bisa sampai pada generasi ketiga.
Tempe generasi pertama diolah dan bentuknya masih kelihatan seperti tempe, misal di goreng atau dibuat mendoan. Tempe generasi kedua, masih berupa 60-100% tempe tapi wujudnya bukan lagi seperti tempe contohnya dibuat brownis tempe yang kandungan probiotiknya tinggi.
Pengembangan selanjutnya tempe bisa diolah menjadi pangan fungsional artinya tidak hanya pangan yang memiliki nilai gizi tinggi namun juga memiliki dampak untuk pencegahan dan pengobatan didalamnya.
Tempe mengandung probiotik dan senyawa antioksidan yang sangat tinggi yang menugkatkan fungsi tempe sendiri. Bahkan kedepan dengan pangan fungsional ini tidak perlu mengkonsumsi buah, dengan tempe saja sudah cukup.
Berkaitan dengan modernisasi, pembuatan tempe harus memperhatikan hiegenitas dan standar HACCP dan memiliki SOP pembuatan tempe serta pembuatan sertifikasi pangan sehat. Dengan kedelai lokal di harga yang rendah, bisa menjadi tempe dengan harga yang tinggi karena fungsinya yang dibutuhkan untuk kesehatan.
.
“Saya sangat mengapresiasi program Bank Kedelai yang sedang diinisiasi oleh SMA Pradita Dirgantara. SMA Dirgantara bisa menjadi pelopor untuk sekolah-sekolah lain. Menyusutnya lahan kedelai, kurang tertariknya generasi muda yang mendalami secara tuntas sektor Agraris yang sebenarnya sangat menjanjikan dan fondasi dasar Kedaulatan Pangan di Negeri ini, Bank Kedelai merupakan langkah positif dari sebuah SMA yang luar biasa.”, tutur Dr. Atris Suyantohadi. (Humas/SMA Pradita Dirgantara)