JAKARTA (IndependensI.com) – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pemerintah bakal memotong cuti liburan akhir tahun 2020 ini. Tak hanya itu, pemerintah juga memastikan keputusan ini didasarkan pada analisa dan data terkait penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi.
Salah satu alasan yang menjadi bahan pertimbangan pemerintah adalah hasil evaluasi libur panjang akhir Oktober 2020 lalu. Sedianya libur panjang dapat meningkatkan aktivitas dan mobilitas masyarakat sehingga akan mendorong terjadinya konsumsi.
“Tapi yang kita lihat sekarang ini setiap kali libur panjang jumlah kasus Covid-19 naik tapi indikator ekonominya tidak membaik atau dalam hal ini tidak terjadi konsumsi seperti yang kita harapkan,” ujarnya dalam jumpa pers APBN Kita secara virtual, Senin (23/11/2020).
Berkaca dari hal tersebut, lanjut dia, pemerintah menerapkan prinsip kehati-hatian dalam kebijakan libur dan cuti bersama akhir tahun 2020 ini.
“Kita harus berhati-hati melihatnya, apakah dengan adanya libur panjang masyarakat melakukan aktivitas mobilitasnya tinggi namun tidak menimbulkan belanja dan malah menimbulkan tambahan kasus Covid? Itu yang harus kita jaga,” tandasnya.
Menkeu pun lantas menjelaskan bahwa pada Oktober 2020, dengan adanya libur panjang akhir pekan, maka jumlah hari kerjanya hanya 19 hari, padahal Oktober 2019 lalu mencapai 23 hari.
Dengan hari kerja yang pendek ini aktivitas ekspor-impor di pelabuhan juga diperkirakan terdampak. Selain itu, ungkap Menkeu, berdasarkan data bulan Oktober terjadi penurunan konsumsi listrik di bidang bisnis.
“Kalau dilihat dari data Oktober dengan jumlah hari kerja menurun, konsumsi listrik di bidang bisnis kemudian manufaktur menurun, dan itu menggambarkan dampaknya bahwa kegiatan ekonomi di sektor produksi juga menurun, (tapi) di sektor konsumsi tidak peak up juga,” tukasnya.
Dia menambahkan, untuk bulan Desember 2020 ini jika jumlah libur dan cuti bersama tidak dipangkas, maka jumlah hari kerjanya hanya 16 hari, lebih sedikit dibanding Desember 2019 yang sebanyak 20 hari kerja.
“Intinya kita membuat kebijakan itu tidak hanya satu sisi tapi kita harus lihat semua sisi, mulai aspek kesehatan, ekonomi, kegiatan usaha dan lain-lain. Ini yang dimaksud presiden apakah jumlah hari kerja atau libur panjang ini dalam suasana Covid menimbulkan dampak yang justru tidak kita kehendaki yaitu jumlah kasus meningkat namun dari sisi jumlah aktivitas ekonominya tidak terjadi kenaikan,” paparnya.
Lebih lanjut, Menkeu menjelaskan, kendala konsumsi di masyarakat menengah atas adalah kepercayaan (confident) soal penanganan pandemi. Pasalnya, mereka fokus pada masalah keamanan dan kesehatan sebagai prioritas dibandingkan daya beli.
“Jadi, buat mereka mau melakukan kegiatan apapun, apakah wisata dan lain-lain, asalkan mereka bisa diyakinkan bahwa pencegahan Covid-19 atau disiplin protokol dilakukan sehigga tidak terjadi penularan. Atau, idealnya kalau vaksin sudah ada,” tandasnya.
Sebelumnya, pemerintah memutuskan untuk memangkas libur akhir tahun 2020. Dalam rapat terbatas pagi tadi, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta agar keputusan ini segera dikoordinasikan dengan kementerian dan lembaga terkait.
Seperti diketahui pada akhir Desember mendatang akan ada periode libur panjang akhir tahun. Dimana akan ada libur Nasional Hari Raya Natal tanggal 25 Desember 2020 dan Tahun Baru 1 Januari 2021. Selain itu ada cuti bersama Hari Raya Natal tanggal 24 Desember 2020. Lalu, juga ada cuti bersama bersama lebaran yang digeser ke bulan Desember tahun 28,29,30, dan 31 Desember 2020.