JAKARTA (Independensi.com)
Pengamat hukum Kaspudin Noor mengatakan kebijakan pimpinan Kejaksaan Agung yang kini membatasi bolak-balik berkas perkara pidana dari jaksa kepada penyidik kepolisian hanya satu kali patut mendapatkan apresiasi.
Menurut Kaspudin untuk mewujudkan kebijakan tersebut maka koordinasi antara polisi sebagai penyidik dan jaksa selaku penuntut umum menjadi hal yang sangat penting.
“Terutama melalui ekspose atau gelar perkara bersama agar tidak sampai terjadi bolak-balik berkas perkara, dan cukup satu kali,” kata Kaspudin kepada Independensi.com, Minggu (28/2).
Dia mengakui ada beberapa faktor yang mempengaruhi mengapa suatu berkas perkara pidana bisa sampai beberapa kali bolak-balik dari penyidik dan jaksa.
“Apalagi KUHAP tidak mengatur atau membatasi berapa kali berkas perkara boleh bolak-balik. Sepanjang petunjuk jaksa belum dipenuhi penyidik maka berkas perkara bisa saja dikembalikan lagi jaksa kepada penyidik untuk dilengkapi,” katanya.
Selain itu, tutur dia, jaksa selaku penuntut umum sesuai KUHAP dibatasi waktu 14 hari dalam meneliti berkas perkara untuk selanjutnya menentukan sikap berkas sudah lengkap atau belum. “Baik secara formil maupun materil,” ujarnya.
Oleh karena itu, kata dia, dengan adanya kebijakan hanya sekali bolak-balik berkas perkara, maka jaksa dalam memberi petunjuk kepada penyidik harus benar-benar obyektif dan memiliki dasar hukum.
Sebaliknya, kata dia, penyidik kepolisian dalam menyidik suatu perkara pidana harus benar-benar didukung dengan dua alat bukti yang cukup dan dasar hukum yang kuat.
“Jangan perkara tidak cukup bukti atau tidak cukup unsur tetap dipaksakan penyidik diserahkan kepada jaksa untuk dibawa ke pengadilan,” ucap mantan Komisioner Komisi Kejaksaan ini.
Masalahnya, tutur dia, jaksa tentunya akan sangat keberatan karena beban untuk membuktikan di pengadilan akan menjadi berat.
Dia mengakui pengembalian berkas perkara oleh jaksa tidak menutup kemungkinan juga dilatarbelakangi padatnya perkara yang ditanganinya. “Sehingga kadang jaksa mengatur strategi mengembalikannya kepada penyidik tanpa meneliti lagi. “
Upaya pengembalian tersebut, ungkap Kaspudin, agar jaksa memiliki waktu yang cukup untuk menyelesaikan berkas-berkas perkara pidana lainnya yang sudah lebih dahulu ada.
Sementara berdasarkan pengalaman saat menjadi Komisioner Komjak kadang ditemukan Kaspudin adanya petunjuk jaksa tidak sepenuhnya dipenuhi penyidik tapi berkas perkaranya lanjut juga ke pengadilan.
“Jadi penyidik oleh jaksa diberi tiga petunjuk dan hanya dua petunjuk dipenuhi , ternyata perkara naik juga ke pengadilan. Ini dapat disimpulkan petunjuk tersebut ternyata tidak obyektif,” ucapnya.
Namun demikian, tuturnya, memang perlu ada tim independen dari eksternal atau dari luar untuk meneliti jika nantinya sampai kembali terjadi bolak-balik perkara, selain bidang pengawasan dari internal kedua institusi. “Seperti di kepolisian ada Kompolnas dan di Kejaksaan ada Komisi Kejaksaan.”(muj)