JAKARTA (Independensi.com) –Kementerian Agama (Kemenag) mengajak umat Islam di Indonesia dapat merayakan Hari Raya Idul Adha 1422 H dengan disiplin protokol kesehatan ketat, di tengah ledakan jumlah kasus positif Covid-19 yang mencapai rekor 50 ribu.
Sekretaris Ditjen Bimas Islam Kemenag, M Fuad Nasar menyampaikan, protokol kesehatan yang dimaksud mencakup tata cara pelaksanaan ibadah dan ritual Iduladha yang dapat memicu kerumunan massa. Hal tersebut menyusul kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat, khususnya di Pulau Jawa dan Bali.
“Marilah kita rayakan Hari Raya Iduladha ini dengan disiplin dan protokol kesehatan ketat. Hendaknya ibadah kita semua akan membawa kemaslahatan bagi seluruh umat dan kita dapat segera melalui pandemi Covid-19 ini,” tutur Fuad dalam keterangan acara webinar yang diselenggarakan oleh Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), Rabu (14/7/2021).
Fuad merinci, berbagai kegiatan ibadah dan ritual antara lain seperti peniadaan takbiran, peniadaan Salat Idul Adha berjemaah, hingga tata cara penyembelihan hewan kurban. Pemerintah berharap semua pihak dapat bersama-sama menjamin tidak terjadi kerumunan saat prosesi penyembelihan kurban.
Untuk takbiran dan Salat Idul Adha, Kemenag telah mengeluarkan surat edaran yang melarang pelaksanaan takbiran baik di mesjid, musala, maupun takbiran keliling. Juga meniadakan Salat Idul Adha baik di masjid dan musala yang dikelola masyarakat, instansi, maupun perusahaan.
“Untuk daerah non PPKM Darurat kegiatan dapat dilakukan dengan protokol kesehatan ketat,” jelas dia.
Tokoh Masyarakat Nanggroe Aceh Darussalam, Tengku Faisal Ali menambahkan, pelaksanaan ibadah dan ritual Hari Raya Idul Adha bergantung pada kondisi masyarakat masing-masing daerah. Sebagai contoh, proses penyembelihan hewan kurban akan berbeda dari satu daerah dengan daerah lainnya karena alasan kearifan lokal.
Meski begitu, dirinya sepakat bahwa semua elemen masyarakat harus memiliki semangat yang sama untuk memutus rantai penyebaran Covid-19 di Tanah Air.
“Untuk masyarakat Aceh sendiri, ada satu daerah di mana daging kurban sudah mulai dibawa pada saat masyarakat bersilaturahim. Untuk kondisi demikian, sangat dimungkinkan pengaturan distribusi daging kurban agar meniadakan kerumunan. Namun untuk daerah terpencil, dimana transportasi menjadi kendala, maka mau tidak mau panitia akan memanggil para pihak yang berhak, untuk menerima daging kurban di lokasi penyembelihan. Di sinilah diperlukan pengaturan yang ketat agar masyarakat tidak berkerumun,” kata Faisal.