JAKARTA (Independensi.com) – Gelombang digitalisasi terus melanda industri perbankan di Indonesia. Hal ini tak lepas dari kondisi pandemi COVID19 yang rupanya justru mendongkrak transaksi digital di masyarakat, seiring dengan keterbatasan mobilitas akibat berbagai penyekatan dan seruan untuk sebisa mungkin tetap di rumah saja. Tak pelak, satu per satu bank digital pun muncul dan mulai eksis di pasar nasional. Sebut saja Bank Jago dan Bank Aladin, yang mencoba ‘menggoyang’ beberapa pemain lama di ceruk pasar digital, seperti Digibank milik Bank DBS dan juga Jenius milik Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN). “Tapi yang penting untuk dipahami dalam gelombang (digitalisasi) ini, bahwa digitalisasi perbankan itu bukan hanya perkara bank harus punya aplikasi. Bukan. Ini bukan soal aplikasinya, namun soal upaya percepatan akslerasi dan literasi masyarakat soal banking and financial institution, financial services dan semacamnya,” ujar Executive Chairman Digital Banking Institute, Bari Arijono, saat menjadi pembicara dalam Diskusi Publik Virtual Seri 3, yang diadakan oleh Independensi.com, Kamis (12/8).
Pemahaman ini menurut Bari penting untuk ditegaskan, lantaran di lapangan masih ada sebagian kecil pelaku perbankan dalam negeri yang memandang program digitalisasi tidak lebih hanya semata-mata memiliki aplikasi dan lalu memindahkan seluruh fungsi layanan finansialnya ke masyarakat lewat aplikasi tersebut. “(Pemahaman) Ini yang kemudian rawan menjadi rancu. Digitalisasi itu bukan hanya soal aplikasi tapi soal platform. Soal membangun ekosistem. Soal potensi menggandeng jenis-jenis layanan di luar perbankan untuk membentuk satu ekosistem yang kuat, demi bisa bersaing di tengah dinamika pasar yang juga semakin kompleks,” tutur Bari.
Dan karena faktor pendorongnya adalah dinamika yang terjadi di pasar, maka Bari juga menyebut bahwa bentuk atau konsep bank digital saat ini merupakan pilihan utama yang tidak dapat terelakkan lagi dan wajib untuk segera dipertimbangkan dan lalu mulai diaplikasikan. Meski, konsep bank digital tersebut nantinya bisa diterapkan sepenuhnya melalui induk usaha, atau juga menugaskan atau membentuk anak usaha baru yang bakal bertransformasi menjadi bank digital. “Pilihannya tinggal seperti itu, garap sendiri atau bikin anak usaha yang memang fokus di ceruk pasar bank digital. Satu yang pasti, bahwa bagaimana pun bentuk bank digital ini memang sudah tidak terelakkan lagi,” tegas Bari.
(TSP)