JAKARTA (IndependensI.com) – Meski awalnya lahir sebagai program janji kampanye Presiden Jokowi, Kartu Prakerja harus lepas dari kesan bahwa program ini berjalan untuk kepentingan pemerintahan tertentu. Dengan manfaat nyata yang dihasilkannya, akan sangat disayangkan jika program peningkatan kompetensi angkatan kerja, yang juga lazim dikembangkan di berbagai negara maju melalui lembaga semacam ‘Skills Development Fund’, tiba-tiba terhenti dan tak dilanjutkan di pemerintahan berikutnya.
Pernyataan itu disampaikan Guru Besar Fakultas Ekonomi Manajemen (FEM) IPB University saat menjadi narasumber talk show FEM Station bertema ‘Mengukur Efektivitas Program Kartu Prakerja’, baru-baru ini. Dimoderatori Hardy Hermawan, talk show ini juga menghadirkan Direktur Eksekutif Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja, Denni Puspa Purbasari.
“Dari testimoni alumni berbagai gelombang yang sudah dilaksanakan, program Kartu Prakerja memberi nilai manfaat sangat tinggi. Terutama karena pelatihan-pelatihan dari Kartu Prakerja hadir sebagai pelengkap dari pembelajaran di sekolah kejuruan, perguruan tinggi, maupun training-training yang selama ini dilaksanakan kementerian atau lembaga lain,” kata Hermanto.
Rektor Perbanas Institute ini juga menggarisbawahi, pandemi Covid-19 mengajarkan kepada kita banyak hal baru, termasuk di antaranya pola baru dalam kegiatan pembelajaran, yakni cara belajar dalam jaringan (daring) yang ternyata memiliki efektivitas tersendiri secara waktu dan biaya, khususnya dalam konteks Indonesia sebagai negara kepulauan.
“Karena itu, meski pada Semester I 2022 pelatihan di Kartu Prakerja direncanakan juga berlangsung secara luring atau offline, program ini harus tetap mempertahankan karakter khas dan pasar yang sudah terbentuk selama ini. Pelatihan secara daring jangan dihilangkan sama sekali,” kata Hermanto.
Hermanto Siregar mencatat beberapa hal terkait masukan atas program Kartu Prakerja yang sudah berjalan 18 bulan dalam 19 gelombang serta menjangkau 9,88 juta orang penerima manfaat yang tersebar di 514 kabupaten/kota di 34 provinsi.
“Semoga pelatihan-pelatihannya makin banyak yang terintegrasi dengan link-up kebutuhan industri. Sementara itu, untuk lulusan Prakerja yang ingin terjun ke dunia wirausaha bisa terkoneksi dengan lembaga keuangan mikro,” katanya.
Ia memaklumi, karena datangnya pandemi Covid-19, Kartu Prakerja juga berfungsi sebagai program semi bantuan sosial, selain visi utama untuk meningkatkan keterampilan angkatan kerja kita. Menurut Hermanto, pandemi ini merupakan hal besar yang sama sekali tak terduga.
“Maka wajar jika Kartu Prakerja yang sudah direncanakan dengan serius sebelum terjadinya pandemi kemudian fungsinya menjadi semi bansos dengan tingginya penggunaan insentif untuk kebutuhan pangan sehari-hari. Pada kenyataannya, banyak yang kehidupannya terbantu dari program ini,” urainya.
Hermanto menekankan, jika dikelola baik dan terus melakukan berbagai perbaikan, bukan mustahil, dengan kapasitas teknologi digital di dalamnya, program Kartu Prakerja bisa jadi agen penyalur tenaga kerja yang efektif dan bisa diandalkan.
“Kartu Prakerja ini sudah punya segmen tersendiri. Tinggal kuatkan fungsi search and match-nya. Baik dengan dunia kerja maupun lembaga pembiayaan,” ungkap doktor ekonomi dari Lincoln University, Selandia Baru ini.
Pada kesempatan ini, Denni Purbasari memaparkan bahwa ekosistem Kartu Prakerja sudah menjaring tiga job portal untuk memberikan fitur ‘job recommendation’ di dashboard masing-masing peserta.
“Misalnya, seorang penerima Kartu Prakerja menyelesaikan pelatihan desain grafis, maka ia akan menerima informasi lowongan pekerjaan di bidang itu di berbagai lokasi se-Indonesia,” urainya.
Selain itu, masih bekerjasama dengan job portal yang sama, website prakerja.go.id juga memiliki fitur ‘Tren Rekrutmen’ yang memberikan informasi bagi para peserta tentang pekerjaan apa yang paling dicari saat ini.
“Di situ ada sepuluh besar lowongan pekerjaan yang paling dicari. Terus diperbarui dari bulan ke bulan dan di-breakdown sampai provinsi,” kata Deputi Kepala Staf Kepresidenan 2015-2010 ini.
Untuk saat ini, sepuluh besar pekerjaan paling dicari yang tercantum pada ‘Tren Rekrutmen’ www.prakerja.go.id diduduki antara lain bidang penjualan ritel, pemasaran/pengembangan bisnis, IT-perangkat lunak, akuntansi umum/pembiayaan, penjualan-korporasi, personalia, perbankan dan staf administrasi umum.
Denni menjelaskan, dengan 1.500 jenis pelatihan yang disediakan sekitar 180 lembaga pelatihan, Kartu Prakerja berusaha memenuhi kebutuhan para pencari kerja maupun sisi perusahaan penyedia lapangan kerja.
“Ibarat makan prasmanan, kami sediakan semua. Para peserta bebas memilih sendiri lauk pauknya. Kualitas dan harga pelatihan pun terjaga dengan baik karena setiap lembaga penyedia pelatihan bersaing dalam mekanisme pasar yang teregulasi oleh Manajemen Pelaksana Kartu Prakerja,” kata doktor ekonomi lulusan University of Colorado at Boulder Amerika Serikat ini.
Meski lahir dan beroperasi dari dana APBN, Denni meyakinkan bahwa Program Kartu Prakerja menekankan diri menjadi produk yang menerapkan prinsip ‘costumer sentris’, yakni sebuah layanan dengan menitikberatkan pada kepuasan konsumen.
“Kami bertekad menjadi sebuah produk, dan, layaknya sebuah korporasi, kami berjuang agar produk ini jangan sampai jadi produk gagal. Bukan semata melakukan penyerapan APBN. Untuk itu, kami harus mendengarkan suara konsumen di era end to end digital ini,” katanya.
Berbagai iterasi terus dilakukan Program Kartu Prakerja untuk meningkatkan perbaikan diri.
“Iterasi atau pembelajaran kami lakukan dengan mendengarkan suara konsumen secara terus menerus, baik melalui komentar di media sosial maupun contact centre Prakerja,” urainya.
Denni Purbasari memberi contoh, begitu ada sebuah masalah teknis yang disuarakan secara massif oleh pendaftar Kartu Prakerja, maka tim Divisi Operasi berusaha keras menyelesaikan persoalan itu.
“Tim teknis di Divisi Operasi ini ‘DNA’-nya start up. Mereka langsung bekerja keras dan dipastikan tidak akan tidur sebelum persoalan selesai,” ungkapnya.
Karena kerja keras Hasil survei terbaru Ipsos, sebuah lembaga riset global dari Amerika Serikat, mengungkapkan bahwa 53 persen masyarakat Indonesia mengaku puas dengan bantuan dari pemerintah selama pandemi Covid-19. Dari berbagai program bantuan yang diberikan pemerintah, ada tiga program bantuan yang paling banyak didapatkan masyarakat, yakni Program Kartu Prakerja dengan persentase 24 persen, subsidi listrik 19 persen, dan subsidi kuota internet pada sektor pendidikan sebesar 18 persen.
Selengkapnya bisa diikuti di sini