JAKARTA (Independensi.com) – Sikap politik ekonomi Presiden Joko Widodo terhadap kedaulatan SDA sekali lagi menegaskan menguatnya posisi Indonesia dalam hubungan internasional. Hal ini menjadi arah baru yang mengubah mental inferior menjadi bangsa yang percaya diri utk bisa sejajar dengan negara maju.
Demikian budayawan, Wibowo Arif kepada pers di Jakarta, Selasa (15/3) mendukung pidato Presiden Jokowi yang menegaskan kembali penghentian ekspor bahan mentah di Surakarta beberapa waktu lalu.
“Indonesia punya Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah yang selama ini tidak bisa diurus sebagai pemasukan negara secara maksimal ini karena mentalitas calo para oligarki lama dan politisi benalu sisa Orde Baru,” tegasnya.
Wibowo Arif memaparkan bahwa lewat SDA yang dibutuhkan dunia, Presiden Jokowi menaikan posisi tawar ke depan sebagai negara yang punya power di mata dunia.
“Tujuan Jokowi jelas! Nanti Indonesia harusnya sampai jadi pemain utama dan jadi penentu harga. Untuk itu Indonesia harus menjadi negara produksi hilirisasi bahan mentah, bukan lagi negara pengekpor bahan mentahan,” tegas Wibowo Arif.
Dampak ke dalam menurutnya adalah adanya peningkatan pesat pemasukan negara yang dapat digunakan untuk meningkatkan dan memperluas kesejahteraan sosial dan membangun infrastruktur biar bisa sejajar dengan negara maju.
“Untuk menuju kesana dalam prakteknya tidak mudah, ada nanti banyak gangguan dari dalam maupun dari luar. Terutama gangguan dari mereka yang selama ini tidak bisa menyesuaikan diri dan dirugikan oleh arah baru pemerintahan Jokowi,” tegasnya.
Untuk itu menurut Wibowo Arif, Jokowi tidak punya pilihan lain untuk melanjutkan dan menuntaskan kerja besar yang sudah dimulainya, karena itu kebutuhan seluruh rakyat Indonesia.
“Jokowi 3 Periode itu bukan kehendak dan kepentingan Jokowi semata, tapi kebutuhan seluruh rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Karena bangsa ini harus secepatnya maju. Pemimpin yang terbukti punya mental beranilah yang bikin bangsanya maju,” tegasnya.
Wibowo Arif mengatakan ada banyak contoh keberanian Presiden Jokowi yang tidak dimiliki orang lain.
“Saat pengambilan alihan Freeport, malah menterinya yang takut nanti ada serangan balik. Hal ini juga terjadi dalam kebijakan larangan ekspor minyak, sawit, nikel, energi dan banyak lagi,” ujarnya.
Menurutnya, oligarki bermental calo selama ini memanfaatkan kelemahan sistim yang bersumber pada UUD Amandemen, yang diciptakan menggantikan UUD’45 untuk melemahkan otoritas negara,” tegasnya.
Berbagai hambatan dan dampak dari kelemahan sistim perundang-undangam saat ini menurut Wibowo Arif ditimpakan pada Presiden Joko Widodo yang sedang berjuang sendirian.
“Padahal kelemahan tersebut lahir dari sistim yang bersumber dari UUD Amandemen. Mereka yang menolak kepemimpinan Jokowi hanya bisa mengkritik tanpa berbuat sesuatu yang signifikan untuk perubahan bangsa lebih maju,” ujarnya.
Jokowi Menolak Tunduk
Sebelumnya Presiden Joko Widodo mengungkapkan, kebijakan pemerintah untuk menutup kran ekspor bahan baku mentah pertambangan seperti nikel mendapat gugatan dari Uni Eropa.
Namun, Jokowi tak mau ambil pusing dan tetap memerintahkan jajarannya untuk menghentikan ekspor bahan baku lainnya seperti bauksit, timah, dan tembaga.
Di Surakarta dilaporkan, adapun kebijakan tersebut, kata Jokowi, tidak lain merupakan upaya pemerintah untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi di dalam negeri.
“Sejak 2020 sudah saya sampaikan kepada seluruh menteri, satu-satu harus kita stop. Nikel stop, tidak ada lagi yang namanya ekspor bahan mentah nikel. Raw material enggak ada lagi di ekspor. Nikel stop,” kata Jokowi dalam sidang terbuka senat akademik Dies Natalis Universitas Selebas Maret (UNS), Jumat (11/3/2022).
“Tapi, begitu kita bilang stop nikel, stop ekspor bahan mentah nikel ya kita digugat sama Uni Eropa, belum rampung sampai sekarang,” imbuhnya.
Meskipun gugatan belum rampung, Jokowi mengaku tetap memerintahkan jajaran menterinya untuk menutup kran ekspor bahan baku mentah lainnya. Dia bahkan merencanakan untuk menutup ekspor bauksit, disusul tembaga dan timah.
Jokowi mengaku tak takut jika terus menerus digugat oleh negara-negara lain. Menurutnya, belum tentu juga pemerintah Indonesia kalah dalam gugatan tersebut.
“Saya sudah perintah, nanti bauksit tahun ini stop, biar digugat lagi. Tahun depan stop lagi tembaga atau timahnya biar digugat lagi. Enggak apa-apa digugatin terus. Belum tentu kita kalah, tapi belum tentu juga kita menang,” tegas Jokowi.
Mantan Gubernur DKI Jakarta itu menegaskan, keberanian untuk menghentikan ekspor bahan baku mentah hingga digugat negara-negara lain melalui organisasi perdagangan dunia atau World Trade Organization (WTO) memang harus dilakukan. Lagipula dia meyakini langkahnya itu sudah benar.
Jokowi lantas mengklaim, sejak pemerintah memutuskan untuk menghentikan ekspor bahan baku mentah nikel, keuntungan yang didapat justru berkali-kali lipat.
Misalnya, saat mengekspor bahan mentah nikel, pemerintah hanya mendapat sekitar 1-1,5 dolar Amerika atau setara Rp15-20 triliun. Namun, saat pemerintah hanya mengekspor bahan setengah jadi dan bahan jadi, keuntungannya meningkat menjadi_20,8 miliar dolar Amerika.
“Artinya, dari Rp15 triliun melompat kepada kurang lebih Rp300 triliun,” kata Jokowi.
“Baru satu barang yang namanya nikel. Padahal kita memiliki untuk alumina, tembaga, timah, emas, dan komoditas-komoditas perkebunan dan pertanian. Betapa kalau ini satu persatu kita memiliki keberanian untuk bilang stop, munculnya angka-angka yang tadi saya sampaikan. Membuka lapangan kerja itu yang paling penting,” lanjutnya.
Jokowi mengungkapkan, dengan menghentikan ekspor bahan baku mentah, Indonesia bisa memproduksi baterai litium, televisi baterai, hingga kendaraan listrik sendiri.
Hal tersebut nantinya akan berdampak baik terhadap investasi di dalam negeri. Selain itu, investasi dari luar yang masuk ke Indonesia juga akan memunculkan nilai-nilai tambah yang luas biasa.
“Ini karena bahan bakunya kita stop,” kata Jokowi.
Lebih lanjut, Jokowi mengungkapkan pernah menyampaikan pemikirannya ini secara terbuka dalam ajang G20 di Itali pada tahun lalu. Dalam forum tersebut, dia buka-bukaan bahwa Indonesia tak takut dengan ancaman akan digugat ke WTO jika melanjutkan kebijakan menghentikan ekspor bahan mentah.
Menurut Jokowi, Indonesia adalah negara yang terbuka, namun tetap harus ada batasannya. Dia tak mau jika terus menerus menyetor bahan baku mentah ke negara lain, sementara di dalam negeri sendiri tidak mendapat keuntungan.
“Enak banget kita setorin mereka bahan bakunya. Nilai tambahnya bisa 14-20 kali lipat dari kita hanya setor material. Enak banget,” kata Jokowi.
“Pajak mereka yang dapat, pembukaan lapangan kerja mereka yang dapat, terus kita dapat apa? Ya kita ditakut-takuti terus, tak gugat di WTO, tak gugat di WTO. Gugatlah!” tegasnya.