JAKARTA (Independensi.com) – Kementerian Pertanian (Kementan) memiliki langkah strategis guna menjamin ketersediaan pangan selama puasa bulan Ramadhan hingga Idul Fitri 2022. Kebutuhan pangan di moment sekali setahun ini sangat besar sehingga memerlukan langkah atau manajemen kongkret terkait stok pangan yang ada.
Dirjen Tanaman Pangan, Suwandi mengatakan Kementan melakukan Langkah-langkah strategis untuk menjamin ketersediaan bahan pokok pangan menjelang puasa. Ketersediaan pangan secara fisik di suatu wilayah dilihat dari segala sumber, baik itu produksi pangan domestik (netto) yang ditentukan produksi pangan di wilayah tersebut, perdagangan pangan melalui mekanisme pasar di wilayah tersebut, stok yang dimiliki oleh pedagang dan cadangan pemerintah serta bantuan pangan dari pemerintah atau organisasi lainnya harus benar-benar terdata dengan tepat dan yang terpenting terawasi agar tidak dimainkan pihak tertentu.
“Kita dorong sinergi dengan daerah, stake holders untuk memastikan kecukupan pangan dan pengawasan agar tidak ada pihak yang memainkan untuk meraup untung tidak wajar. Upaya -upaya peningkatan produksi pun terus dilakukan sejalan dengan salah satu program Kemenyerian Pertanian yaitu ketersediaan dan akses pangan yang berkualitas,” demikian dikatakan Suwandi pada webinar Bimtek Sosialisasi Propaktani Direktorat Jenderal Tanaman Pangan bersama Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (PERHEPI) mengupas tuntas Manajemen Ketersediaan Pangan Pokok menjelang Puasa dan Idul Fitri, Kamis (31/3/2022).
Direktur Serelia Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Moh. Ismail Wahab menambahkan dalam dua dekade terakhir produktivitas padi mengalami levelling off berkisar sekitar 5ton/ha terutama pada lahan sawah intensif. Ini terjadi akibat alih fungsi lahan sawah irigasi teknis dengan produktivitas tinggi ke non pertanian serta penggunaan pupuk anorganik takaran tinggi mengganggu keseimbangan hara tanah.
“Oleh karena itu Kementerian Pertanian berupaya mengatasi pelandaian produktivitas dengan merancang program peningkatan produktivitas pangan, khusus padi secara nasional menjadi rata-rata 6 ton per hektar. Produktivitas padi Indonesia berkisar antara 5,13 hingga 5,24 ton gabah kering giling per hektar dan berada sedikit di bawah Vietnam,” jelas Ismail.
Guru Besar Fakultras Pertania Unhas, M. Arsyad menyebutkan Prevalensi ketidakcukupan konsumsi pangan merupakan indikator SDGs yang menghitung angka kerawanan pangan berdasarkan pada batasan asupan kalori yang dihitung dengan mempertimbangkan jenis kelamin, umur, tinggi dan berat badan. Suatu kondisi di mana seseorang secara reguler mengonsumsi makanan yang kurang dari kebutuhan energinya atau tidak cukup menyediakan energi yang dibutuhkan untuk hidup normal, aktif dan sehat.
“Penanganan dampak COVID-19 mengharuskan pemerintah untuk mempriotaskan perspektif jangka pendek agar pandemi tidak mengganggu ketahanan pangan, terutama menjelang hari-hari raya besar seperti Idul Fitri. Perlu action-plan pada dimensi distribusi dan orientasi konsumsi pangan non-beras dan penguatan kelembagaan pangan di daerah,” ujar Arsyad.
Alfi Irfan sebagai Petani Milenial, Founder & CEO Agri-Socio mengungkapnya pihaknya melakukan sistem Smart Farming untuk mengatasi permasalahan agribisnis di Indonesia. Smart Farming dilakukan untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas tanaman.
“Saat ini kami memiliki 82 produk pertanian dan pangan dengan pasar domestik dan ekspor. Kami telah memberikan dampak ke lebih dari 12.238 orang yang tersebar di 21 Desa di Indonesia dan bekerja sama dengan 95 mitra strategis.” Ungkap Alfi.
Penasehat PERHEPI Komisariat Aceh, Agus Sabti menjelaskan untuk mendukung tumbuh dan kembangnya inovasi teknologi produksi pangan, perlu dilakukan beberapa kebijakan. Antara lain yaitu perlu adanya kebijakan pelatihan untuk meningkatkan SDM, kemudian kebijakan yang mendukung research, pre-komersialisasi, komersialisasi, dan kebijakan tentang ekspor dan international partner.
“Salah satu upaya untuk mempercepat implementasi inovasi teknologi produksi pangan rekayasa kelembagaan petani pangan di Aceh adalah melalui pendekatan kawasan yang memadukan semua subsistem mulai dari hulu sampai hilir, sehingga nilai tambah produk pangan yang dihasilkan dapat dinikmati oleh petani,” jelas Agus. (wst)