JAKARTA (independensi com) – PT Bio Farma produsen obat-obatan milik BUMN berkomitmen membatasi impor bahan baku produk farmasi.
Sebagai gantinya Bio Farma memberikan kesempatan bagi produk dalam negeri (PDN) memasok kebutuhan sektor tersebut.
Hal itu diungkapkan Direktur Operasi PT Bio Farma, A. Rahman Roestan, pada acara Business Matching atau Temu Bisnis Tahap III bertajuk “Peran Rantai Pasok dalam Negeri untuk Mendukung Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (BBI) di Jakarta Selasa (31/5).
Untuk mendukung hal itu, BUMN juga membentuk tim, khususnya di holding farmasi. Diawali pada 2019 dengan adanya Peraturan Menteri BUMN Nomor 8 Tahun 2019. Permen itu terkait penggunaan produk dalam negeri, monitoring dan referensi harga.
“Namun tata cara perhitungan untuk tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) tetap mengacu kepada ketentuan dari Kementerian Perindustriian (Kemenperin),” kata dia.
Produk-produk yang digunakan untuk holding farmasi mencangkup pada proses perencanaan, spesifikasi, penggunaan, evaluasi TKDN, kontrak persyaratan TKDN sampai ke pelaksanaan monitoring.
Hal ini pun telah membuahkan hasil. Pada 2021, bahan baku impor mencapai 95 persen. Namun di 2022, turun menjadi 83 persen. “Tentunya akan terus kita turunkan untuk produk-produk yang menggunakan bahan impor,” ujar Rahman.
Selain bahan baku, pembelian produk dalam negeri pun mengalami peningkatan sebesar 30 persen. Ditargetkan, pada 2022 akan mencapai 56 persen. “Kita yakin di tahun-tahun berikutnya akan terus meningkat,” imbuhnya.
Pada kesempatan tersebut, Rahman juga mengungkapkan ada 24 vaksin produksi PT Bio Farma yang telah mendapatkan sertifikasi. Dan, sebanyak 19 di antaranya, kandungan TKDN-nya melebihi 40 persen.
Lebih membanggakan lagi, katanya , produk- produk vaksin buatan Indonesia sudah diakui badan kesehatan dunia.
Vaksin tersebut tidak hanya digunakan oleh masyarakat Indonesia, melainkan sudah digunakan di lebih 150 negara, terutama negara berkembang. Bahkan 52 negara OKI juga sudah menggunakan vaksin produk Indonesia. “70 persen vaksin Polio yang beredar di dunia di supply dari Indonesia,” ujar Rahman.
Gelaran Business Matching menjadi angin segar bagi pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) untuk bangkit.
Dari penyelenggaraannya, kementerian lembaga (K/L), BUMN dan Pemerintah Daerah memberikan komitmen pengadaan barang dan jasanya dengan belanja menggunakan produk dalam negeri khususnya produk UMKM.
Berkaca dari mulai membaiknya penanganan pandemi COVID-19 di dalam negeri, pemerintah pun memproyeksikan pada 2022, potensi pembelian produk dalam negeri melalui belanja pemerintah mencapai Rp1.485 triliun. Rinciannya, belanja K/L sebesar Rp526 triliun, Pemda Rp535 triliun, dan BUMN sebesar Rp420 triliun.
Rangkaian kegiatan Business Matching diharapkan dapat menggeliatkan perekonomian pelaku UMKM melalui pembelian dan penggunaan di instansi pemerintah.
Di sisi lain pelaku industri dalam negeri atau UMKM, IKM, dan artisan pun akan mendapatkan jaminan pasar sehingga dapat mempersiapkan produksinya untuk bisa memenuhi kebutuhan pasar pemerintah. (hpr)