Menurut Bupati Lamongan Yuhronur Efendi, kegiatan pengendalian hama blas dilakukan dengan gerdal atau penyemprotan menggunakan agensi hayati dilahan seluas 10 hektar di Desa Blawirejo, Kecamatan Kedungpring.
“Untuk mempermuda pola penyemprotan obat pembasmi hama ini, dilakukan melalui udara dengan memanfaatkan pesawat tanpa awak (Drone) yang sudah didesain khusus. Sehingga, efesien tidak memerlukan biaya tinggi dan waktu yang lama dibandingkan dengan cara konvensional,” ujarnya, Kamis (2/6).
“Saya harap kedepan modernisasi pertanian harus dibantu dengan peralatan modern dan canggih seperti yang kita lakukan sekarang. Ini adalah sebuah pengenalan kepada masyarakat mulai dari pengolahan sampai pasca panen kita kenalkan teknologi pertanian,” tuturnya.
Meski pengunaan drone saat ini baru dikenalkan di wilayah Kedungpring, Bupati Yes berharap cara itu akan segera dikembangkan diseluruh wilayah Lamongan. Sehingga produktivitas petani Lamongan sebagai penyumbang padi terbesar ke lima di Indonesia dapat terus terjaga.
Sementara, Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan pertanian (KPP) Sukriyah mengatakan, hingga bulan ini luasan tanam padi di Lamongan berada diangka 116.519 hektar dengan luasan panen sudah mencapai 68.238 hektar. Namun, masih ada 48.281 hektar tanaman belum panen yang harus dijaga agar bisa panen pada waktunya.
“Mengingat kelembaban dan temperatur di Kabupaten Lamongan masih relatif tinggi, masih sering terjadi mendung menggumpal. Sehingga diprediksi ada beberapa penyakit yang mengancam tanaman salah satunya hama blas ini,” ungkapnya.
Sukriyah menambahkan, kegiatan dalam rangka mitigasi dan pencegahan serta penanganan serangan blas juga diperlukan satu komitmen gerakan pengendalian bersama yang efektif yang ramah lingkungan.
“Dengan menggunakan drone, tentunya dapat menghemat biaya dan waktu. Dimana dalam 1 hektar lahan, hanya memerlukan waktu 10 menit untuk melakukan penyemprotan. Sehingga selain efesiensi waktu, juga memudahkan para petani,” imbuhnya.
“Penyakit blas atau busuk leher sendiri merupakan penyakit yang disebabkan oleh jamur pylicularia grisea. Jamur ini dapat menginfeksi pada semua fase pertumbuhan tanaman padi, mulai dari fase pembibitan sampai pada fase generative (produktif),” tukasnya.
“Jika tidak segera ditangani hal tersebut mengakibatkan penurunan hasil pertanian dan perkebunan yang dapat mengancam ketahanan pangan di Indonesia,” tandasnya. (Tom)