JAKARTA (Independensi.com) – Perkebunan menjadi salah satu penyokong devisa negara dengan nilai ekspor yang cukup tinggi. Guna meningkatkan daya saing dan ekspor komoditas perkebunan, Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian menargetkan melakukan transformasi perkebunan tradisional ke modern melalui perkebunan presisi, mekanisasi dan digitalisasi.
Direktur Jenderal Perkebunan, Andi Nur Alam mengatakan akselerasi pengembangan komoditas dari hulu ke hilir menjadi agenda prioritas yang harus diwujudkan melalui konsep pembangunan subsektor perkebunan yang terkonsolidatif dan integrativ. Yakni mengembangkan kawasan perkebunan secara terpadu melalui peningkatan dan pengembangan infrastruktur pertanian, pemanfaatan inovasi teknologi produksi maju tepat guna, serta pengembangan SDM dan kelembagaan petani untuk meningkatkan produksi, produktivitas, nilai tambah, daya saing, ekspor, investasi, pertumbuhan ekonomi, dan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan.
“Ini menjadi fokus kegiatan utama kami pada 2020-2024. Salah satu pointnya adalah transformasi perkebunan tradisional ke modern. Salah satu programnya adalah dengan mendorong pemanfaatan alat mesin pertanian (alsintan) untuk pekebun,” kata Andi Nur Alam Syah saat webinar Dukungan Alsintan dalam Modernisasi Pertanian di Jakarta, Rabu (27/7).
Dirjen termuda ini mencontohkan, saat bertemu dengan asosiasi gula, ternyata mereka mengeluhkan kewalahan tenaga kerja untuk pengolahan lahan dan panen. Karena itulah, pemerintah seperti selalu diungkapkan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo untuk mendorong pemanfaatan alsintan dalam usaha tani secara maju, mandiri dan modern.
“Namun dengan kian terbatasnya anggaran pemerintah dari Tahun 2015 yang mencapai Rp 3,5 triliun kini hanya sekitar Rp 300-400 miliar, kami mengajak petani untuk memanfaatkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) alsintan,” beber Nur Alam.
Nur Alam menjelaskan saat ini pemerintah sedang menggodok relaksasi KUR. Jika sebelumnya bunga KUR sebesar 6 persen, maka diusulkan turun menjadi 1 atau 3 persen. Begitu juga uang muka pinjaman, diharapkan akan turun dari 30 menjadi 20 persen.
“Plafon juga tengah diusulkan bisa naik menjadi Rp 2 miliar. Dengan nilai kredit yang lebih besar, petani atau pekebun bisa mengadakan unit alsintan besar, seperti alat panen tebu. Kita terus dorong, semoga minggu ini sudah ada keputusan. Apalagi sudah dibahas dalam rapat terbatas di Sekretariat Kabinet,” jelasnya.
Tak Tergantung Bantuan
Nur Alam berharap, ke depan petani/pekebun tidak lagi tergantung dengan pola bantuan pemerintah, termasuk dalam pengadaan alsintan. Selama ini pekebun memang rata-rata sudah mandiri dan tidak tergantung bantuan. Seperti program untuk petani tanaman pangan, ke depan akan mengembangkan program Taksi Alsintan untuk pekebun (Alsinbun).
“Beberapa penyedia alsintan kami harapkan bisa ikut dalam program yang akan dilaunching tahun ini,” ujarnya.
Oleh karena itu, Nur Alam berharap dengan transformasi perkebunan dari tradisional ke modern pada tahun 2024 akan ada peningkatan produktivitas menjadi 7 persen, ekspor naik 300 persen dan penyerapan tenaga kerja menjadi 5 persen. Pada akhirnya akan ada peningkatan kesejahteraan petani.
“Karena itu bagaimana kita mentranformasikan perkebunan dari tradisional menjadi modern,” katanya.
Sementara itu, Plt. Direktur Alsintan, Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP), Rahmanto mengatakan, peran alsintan sangat dominan untuk menurunkan biaya produksi hingga efisiensi usaha tani. Karena itu tidak salah alsintan berperan penting dalam mendukung pertanian maju, modern dan mandiri.
“Sekarang ini bagaimana kita menguatkan kelembagaan UPJA dan fasilitasi Taksi Alsintan agar alsintan makin banyak di lapangan dan optimalisasi alsintan tingkat petani,” katanya.
Menurutnya, beberapa urgensi peningkatan penyediaan alsintan. Pertama, adanya efsiensi biaya, memberikan nilai tambah dan meningkatkan daya saing pertanian. Kedua, ketersediaan dan level mekanisasi pertanian. Saat ini diakui, Indonesia masih tertinggal dari negara maju dan tetangga seperti Malaysia dan Thailand dalam level mekanisasi.
“Level mekanisasi negara maju seperti AS saat ini mencapai 17 HP/ha dan Jepang 16 HP/ha. Sedangkan Thailand 2,4 HP/ha dan Malaysia 2,4 HP/ha. Dengan program mekanisasi level mekanisasi Indonesia nauk yang pada tahun 2016 sebelumnya hanya 0,5 HP/ha, kini menjadi 2,1 HP/ha. Level mekanisasi kita kini sudah di atas Vietanam yang hanya 1,5 HP/ha,” kata Rahmanto.
Namun dengan anggaran pertanian yang kian menurun, kata Rahmanto, pemerintah berupaya agar level mekanisasi terus naik, meski dengan anggaran non APBN. Salah satu programnya adalah Taksi Alsintan dengan memanfaatkan dana KUR.
“Kita harapkan akan ada peningkatakan alsintan, baik dari sisi jumlah dan pemanfaatannya,” ujarnya.