Pasalnya lokasi relokasi yang disiapkan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Gresik, dianggap kurang tepat dan mampu menampung seluruh pedagang yang selama ini berjualan di pinggir jalan tersebut.
Ketua PBM Abdullah Syafii menyayangkan sikap Pemkab Gresik yang terkesan arogan dalam mengambil kebijakan tanpa mengakomodir aspirasi pedangang yang terdampak saat proyek dilaksanakan. dan tak mau mendengar aspirasi warga atau pedagang yang terdampak yang bakal kena gusur. Padahal, lanjutnya,
“Harusnya Pemkab Gresik bersikap bijak dengan pedagang yang terdampak, dengan memberikan solusi yang tepat dan mau mengakomodasi aspirasi. Sehingga, akan menjadi win win solution,” ujarnya, Selasa (9/8).
“Kami sudah mengusulkan agar para pedagang terdampak proyek pelebaran jalan itu direlokasi dengan menggeser lokasi ke Utara, atau di atas bantaran kali. Karena, akan bisa menampung seluruh lapak atau kios yang terdampak,” tuturnya.
Kalau dipindah ke tempat baru dan kapasitasnya terbatas, lanjut Syafii yang terjadi tidak semua pedagang akan terakomodir. Padahal, pedagang mencari nafkah untuk kebutuhan sehari-hari keluarganya.
“Kami berharap agar Pemkab Gresik membuka pintu dialog, terhadap lokasi relokasi yang representatif. Sebab, lahan relokasi hanya mampu menampung sekitar 50 pedagang. Padahal, menurut data yang dirilis Kantor Kecamatan Manyar, ada 199 kios/lapak,” tandasnya.
Terkait persoalan ini, Syafii menambahkan PBM sudah bersurat kepada DPRD Gresik dan Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa untuk membantu menyelesaikan persoalan yang terjadi agar tak berlarut-larut. Sebab, yang terdampak mayoritas masyarakat kelas menegah kebawah yang butuh perlindungan dalam mencari nafkah.
“Maksud dari surat itu dilayang ke DPRD Gresik, untuk melakukan dengar pendapat (hearing) dalam mencari solusi ideal. Sedangkan, kepada Gubernur kami minta perlindungan dan jaminan agar seluruh pedagang tetap bisa berjualan,” tegasnya.
Sementara salah seorang pedagang Joko Santoso mengaku sudah melihat lokasi relokasi, namun menurutnya kurang tepat. “Saya berdagang disini, meneruskan usaha bapak saya berjualan nasi sejak puluhan tahun yang lalu. Bahkan selama menempati kios atau lapang dagangan juga kita dikenakan biaya semacam pajak setiap tahun,” ucapnya.
“Sebelum meminda kami, mbok pedagang ini diajak rembukan yang enak. Tidak langsung diputuskan sepihak, tanpa ada kesepakatan dengan kami para pedagang,” ungkapnya.
Senada juga diungkapkan salah seorang pedagang lainnya Kamilah, bahwa dirinya bersama pedagang lain yang tergabung dalam PBM tidak perna diajak urun rembug (komunikasi) oleh Pemkab Gresik terkait rencana relokasi.
“Kok tiba-tiba ada keputusan relokasi, tanpa berunding dulu dengan kami sebagai pedagang yang bakal digusur. Dengan alasan semua pedagang sudah setujui, ini tidak benar. Karena yang mengaku setuju itu hanya segelintir orang saja,” tukasnya.
“Perlu diketahui kami mendukung pelebaran jalan itu dan tidak menolak lho, tapi relokasinya yang kami belum sepakat. Memang sebelumnya perna ada pertemuan antara pedangang dengan pihak Pemkab Gresik di Kantor Kecamatan Manyar, tapi belum menghasilkan kesepakatan,” pungkasnya.
Untuk diketahui, bahwa rencana pelabaran jalan dilakukan oleh Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) untuk mengurai kemacetan arus lalu lintas di Jalan Raya Manyar, Gresik.