SERANG (Independensi)- Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cabang Serang mengecam kemunculan surat yang di tanda-tangani langsung oleh Rektor UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten, yang berisi keberatan sang Rektor ketika kampusnya dipakai sebagai tempat berkumpul massa aksi.
Rektor itu beralasan, hal itu merusak rambu-rambu demokrasi.
GMNI Serang justru menilai surat tersebut memperlihatkan sikap Rektor yang mengambil bagian dalam perusakan rambu-rambu demokrasi.
Bahkan,GMNI menilai Surat Rektor itu sebagai Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK) dan Badan Koordinasi Keorganisasian (BKK) dalam bentuk baru.
“Mahasiswa zaman now dihadapkan kepada NKK/BKK bentuk baru dengan cara-cara yang lebih halus dan elegan, NKK/BKK adalah sebuah kebijakan yang dikeluarkan oleh rezim Soeharto pada tahun 1977-1978 untuk memecah kemasifan gerakan yang dilakukan mahasiswa pada saat itu,” ujar Adnan, Wakil Ketua Bidang Ideologi Politik DPC GMNI Serang, dalam siaran persnya, baru-baru ini.
Adnan menyatakan, NKK/BKK bertujuan untuk membatasi kegiatan politik mahasiswa. Bahkan, mahasiswa dilarang untuk berpolitik di kampus.
Maka, GMNI berpandangan bahwa kebijakan Rektor itu bertujuan untuk membungkam kebebasan mahasiswa di kampus.
“Mencermati dinamika beberapa kampus saat ini, Sistem seperti NKK/BKK kini mulai kembali terasa di kampus-kampus, terkhusus kampus UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten saat ini proses penghidupan kembali NKK/BKK kental terlihat dalam kebijakan-kebijakan yang di ambil oleh Rektorat,” papar Adnan.
“Pembubaran aksi massa pada saat menyuarakan kebebasan berpendapat tentang persoalan BBM dan sampai yang terakhir adalah surat yang di tanda tangani langsung oleh rektor kepada beberapa Rektor Kampus di Serang dan instasi pemerintahan tentang keberatan kampusnya dipakai sebagai tempat berkumpul massa aksi dengan alasan merusak rambu-rambu demokrasi, memperlihatkan nuansa NKK/BKK itu,” tambahnya.
GMNI Serang menyatakan, gerakan politik moral mahasiswa dialihkan perhatiannya. Aktivitas kemahasiswaan hanya dibatasi kepada aktivitas pemuasan kebutuhan keilmuan dan penelitian semacam seminar, lokakarya, dan semacam itu saja.
Hal itu berakibat kepada pengucilan peran politik mahasiswa terhadap negara.
“Hari ini NKK/BKK hadir kembali, meskipun tidak dengan format yang sama persis pada era 1980-an. Cara-cara yang lebih halus dipilih agar mahasiswa tidak dapat sama sekali atau telat memahami perkembangan dan situasi politik yang terjadi di masyarakat, bangsa dan negara,” papar Adnan.
Adnan melanjutkan, cara-cara yang dimaksud ini pun juga banyak ditunjang oleh media-media yang menampilkan promosi, iklan, berita, maupun opini yang diarahkan kepada pengucilan gerakan politik mahasiswa.
Maka bisa disimpulkan bahwa pergerakan mahasiswa saat ini sedang berada dalam skema penghancuran.
“Dalam artian, mahasiswa coba dibiarkan menjadi pemuda yang apatis, individualis dan cukup mengejar cita-cita pribadi, memperkaya diri sendiri tanpa merasa perlu berkontribusi terhadap perbaikan jalannya pemerintahan. Demikianlah depolitisasi yang hari ini sedang terjadi dan terus terjadi,” ujar Adnan. (HD)