JAKARTA (Independensi.com) – PT
Dharma Lautan Utama, selaku operator angkutan penumpang laut dan angkutan penyeberangan menyabet penghargaan Layanan Prima dari Kementerian Perhubungan.
Penghargaan diberikan oleh Kementerian Perhubungan terkait layanan publik kepada stake holder transportasi baik darat, laut maupun udara.
PT DLU mendapat penghargaan untuk 4 kapalnya, yaitu KM Dharma Ferry VII dan KM Dharma Kartika VII, keduanya masuk dalam kelompok angkutan penumpang laut, dan KMP Dharma Rucitra I serta KMP Dharma Kartika I untuk kelompok angkutan penyeberangan.
Penghargaan yang rutin diberikan 2 tahun sekali tersebut, PT Dharma Lautan Utama telah menyabet penghargaan terbaik selama 5 kali berturut-turut, sejak pertama kali penghargaan tersebut diberikan.
Terhadap pemberian penghargaan tersebut kami menyampaikan terima kasih atas apresiasi dari Kementerian Perhubungan RI kepada PT Dharma Lautan Utama.
“Apresiasi seperti ini diharapkan dapat diberikan secara rutin, karena hal ini dapat memacu kami untuk selalu meningkatkan pelayanan kepada pelanggan di angkutan penyeberangan, kata Direktur Utama PT DLU Erwin H Poejono usai menerima penghargaan di Kementerian Perhubungan Rabu (26/10)
Sektor angkutan laut dan penyeberangan sudah sepantasnya untuk mendapatkan apresiasi dari Kementerian Perhubungan, mengingat peranan strategisnya yang memiliki fungsi rangkap, yaitu sebagai sarana transportasi super massal sekaligus sebagai infrastruktur jembatan/jalan raya.
Kami berharap tidak hanya apresiasi berupa penghargaan tetapi juga ada perhatian dari Kementerian Perhubungan terhadap iklim usaha dari kedua sektor tersebut karena untuk dapat memberikan pelayanan yang optimal, baik dari sisi keselamatan dan juga kenyamanan sesuai dengan standar pelayanan minimum dibutuhkan biaya yang cukup besar.
Dengan iklim kepengusahaan yang kondusif akan memberikan kemampuan dari pengusaha dalam memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat. Hal ini sejalan dengan jargon Presiden Jokowi adalah pemberdayaan sektor maritim.
Untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif maka hal pertama kali yang harus diperhatikan oleh pemerintah adalah pentarifan yang sesuai dengan perhitungan biaya pokok.
Seperti kita ketahui, Kemenhub RI baru saja menetapkan penyesuaian tarif angkutan penyeberangan melalui KM 184 tahun 2022 tanggal 1 Oktober 2022, dimana tarif angkutan penyeberangan mengalami kenaikan sebesar 11%.
Kenaikan tersebut masih jauh jika dibandingkan dengan yang seharusnya diterima oleh pengusaha, dimana menurut perhitungan yang dilakukan oleh pemerintah, ketertinggalan tarif terhadap biaya pokok adalah 35,4%, ditambah dengan besaran kenaikan BBM bersubsidi 32%.
“Sehingga dikhawatirkan pengusaha akan kesulitan dalam memberikan layanan baik aspek keselamatan maupun kenyamanan sesuai dengan standar pelayanan minimum yang telah ditetapkan oleh pemerintah,” kata Erwin.
Akibatnya masyarakat tidak mendapatkan jaminan keselamatan ketika menggunakan transportasi penyeberangan.
Masalah rendahnya pentarifan tersebut tidak hanya terjadi untuk sektor transportasi penyeberangan saja, tetapi juga terjadi untuk transportasi penumpang laut ekonomi, dimana sejak tahun 2017 tidak pernah mengalami penyesuaian tarif.
Angkutan penumpang laut swasta selama ini mengacu dengan tarif yang diberlakukan oleh PT Pelni yang walaupun tarif tersebut rendah, masih mendapatkan subsidi PSO dari pemerintah, tapi tidak demikian halnya dengan swasta yang semua pembiayaan baik investasi kapal maupun operasionalnya menggunakan biaya sendiri.
Dengan rendahnya kondisi pentarifan tersebut, pengusaha mendorong pemerintah untuk dapat memberikan insentif kepada dunia usaha dibidang transportasi laut dan penyeberangan agar pengusaha bisa tetap hidup.
Seperti pungutan PNBP dan pajak-pajak lainnya, seyogyanya juga diturunkan seperti halnya di negara-negara lain yang terdiri banyak pulau, perpajakan untuk transportasi laut/penyeberangan diberikan lebih rendah dibandingkan industri lainnya, mengingat fungsi strategisnya.
“Juga terhadap permasalahan kekurangan dermaga di beberapa lintas penyeberangan strategis kami berharap pemerintah dapat melakukan percepatan pembangunannya sehingga pelayanan kepada masyarakat bisa maksimal,” tambah Erwin.
Sementara permasalahan untuk infrastruktur angkutan laut adalah dangkalnya alur pelayaran yang ada di beberapa pelabuhan di Kalimantan yang sudah lama tidak dilakukan pengerukan.
Karena dangkalnya alur tersebut sangat beresiko terhadap keselamatan pelayaran dan juga menyebabkan ekonomi biaya tinggi. (hpr)