JAKARTA (Independensi.com) – Hakim tunggal Hendra Utama Soetardodo yang menyidangkan permohonan praperadilan dari Lei Huibin di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak permintaan pihak Bareskrim Polri untuk menunda sidang selama seminggu.
Hakim pun menunda hanya sehari sehingga sidang akan dilanjutkan besok Selasa (21/2/2023). Agendanya pembacaan permohonan praperadilan Lei Huibin terhadap Bareskrim Polri terkait penetapan dirinya sebagai tersangka kasus dugaan penggelapan satu kontainer pinang yang dinilai tidak sah.
Achmad Michdan selaku kuasa hukum Lei Huibin mengapresiasi sikap tegas hakim mengingat sidang sudah ditunda sepuluh hari karena ketidakhadiran pihak Bareskrim Polri dalam sidang sebelumnya.
“Penundaan sidang yang berlarut-larut jelas sangat merugikan klien kami yang saat ini dalam status tahanan Bareskrim Polri sejak ditangkap dan ditahan pada 16 Januari 2023,” kata Michdan seusai sidang, Senin (20/2/2023).
Michdan mengatakan kliennya mengajukan praperadilan karena menilai penetapan dirinya sebagai tersangka berdasarkan Surat Ketetapan No. S.Tap/33/XI/2022/Dittipidum, tanggal 2 November 2022 adalah tidak sah.
Masalahnya, kata dia, saat menetapkan kliennya sebagai tersangka tidak didukung dua alat bukti yang sah. Adapun yang dijadikan alat bukti hanya berpijak pada Berita Acara Pengambilan Barang yang tidak sah.
Padahal saat pengambilan barang kliennya berada di Jakarta. “Apalagi di Berita Acara Pengambilan Barang yang menandatangani penyerahan barang adalah Sutrisno yang bekerja sebagai Security PT Aroma Jaya Indonesia,” ujarnya.
Begitupun, tuturnya, alat bukti Kwitansi Pinang Riject tanggal 02/08 2021 yang diperlihatkan penyidik pada saat BAP tidak dapat membuktikan kliennya menerima uang hasil penjualan pinang.
“Karena tidak ada nama pemohon, stempel, dan aliran dana ke pemohon,” tuturnya seraya menyebutkan tidak sahnya penetapan kliennya sebagai tersangka juga karena tidak ada BAP klarifikasi dan tidak ada BAP saksi pemohon sebagai terlapor atau tersangka.
Oleh karena itu pihaknya memohon hakim untuk memutuskan penetapan tersangka yang ditindaklanjuti penangkapan dan penahanan terhadap kliennya oleh Bareskrim Polri adalah tidak sah.
Kasusnya berawal ketika kliennya dilaporkan menggelapkan satu kontainer pinang oleh pelapor Zhang Jian ke Polres Binjai dengan Laporan Polisi Nomor : LP/B/164/III/2022/SPKT/Polres Binjai/Polda Sumatera Utara tanggal 1 Maret 2022 yang berlanjut kepada Bareskrim Polri.
Padahal, kata dia, semula kliennya dengan pelapor Zhang Jian melakukan join usaha produksi pinang pada tanggal 6 Juni 2020 dengan pembagian keuntungan sepuluh persen untuk kliennya dan 90 persen untuk pelapor.
Namun kongsi keduanya pecah sehingga berbuntut kliennya dilaporkan Zhang Jian kepada Kepolisian. Sebaliknya kliennya juga melaporkan pelapor Zhang Jian kepada kepolisian setempat.
“Tapi kemudian berakhir damai dengan adanya surat perdamaian keduanya tertanggal 27 Agustus 2021, dimana keduanya sepakat mengakhiri sengketa atau konflik,” ucap Michdan yang pernah membela Abu Bakar Ba’asyir pendiri Pondok Pesantren Al Mu’min di Ngruki, Solo, Jawa Tengah ini.
Dia mengakui terkait laporan pelapor setelah enam bulan terjadi perdamaian dengan kliennya, pihaknya sempat menyurati Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara melalui Aspidum yang ditembuskan kepada Jaksa Agung dan Kapolri serta Kepala Kejaksaan Negeri Binjai melalui surat Nomor:11/Adm/M&P/II/2023 tanggal 3 Februari 2023.
Surat tersebut, ungkapnya, berisikan permohonan perlindungan hukum dan rekomendasi untuk tidak dilakukan perpanjangan penahanan kliennya dengan sejumlah alasan seperti dimohon dalam permohonan praperadilan. “Tapi ternyata penahanan terhadap klien kami tetap diperpanjang pihak kejaksaan,” ungkapnya. (muj)