Jakarta-Sekretaris Jendral DPP PA GMNI Abdy Yuhana menyatakan, tawaran penting dari Soekarno untuk menghadapi situasi dunia yang dilanda perang dingin, serta imperialisme dan kolonialisme ialah
dengan ideologi Pancasila sebagai
lifeline bagi dunia.
Hal itu disampaikan Abdy dalam Diskursus Pancasila Angkatan VIII, baru-baru ini.
Abdy mengatakan, Pancasila merupakan ruh zaman (zeitgeist) sekaligus ideologi geopolitik Soekarno yang hadir dari keseluruhan khasanah dan alam pikir Nusantara sebagai bangsa yang besar dan negara kepulauan.
“Berangkat dari pijakan tersebut, Soekarno mendefinisikan bahwa geopolitik Indonesia sebagai Geografische constellatie, archipelago country,” ujar Abdy.
Abdy melanjutkan, keterlibatan Indonesia secara aktif di dalam berbagai persoalan dunia khususnya perjuangan bangsa Asia, Afrika, dan Amerika Latin muncul dari pandangan geopolitik yang diilhami ideologi Pancasila.
Hal ini sebagaimana pernyataan Soekarno pada 1 Juni 1945 yang menegaskan Sidang BPUPK tidak hanya membahas dasar negara, atau filsafat sedalam-dalamnya atau suatu philosophische grondslag dari Indonesia Merdeka, akan tetapi suatu weltanschauung atau pandangan hidup bangsa Indonesia bagi dunia.
“Prinsip-prinsip itu pada akhirnya menjadi dasar dari Pancasila, yakni kemanusiaan yang adil dan beradab. Suatu semangat yang dipegang teguh Soekarno, sebagai solusi di antara bangsa-bangsa yang bertikai dan saat dunia terpecah dalam faksi-faksi Perang Dingin, yaitu Blok Barat dan Blok Timur,” papar Abdy.
Dalam sidang umum PBB 1960, Soekarno mengkritik pemikiran Bertrand Russell yang membagi kekuatan dunia menjadi dua poros ajaran. Internasionalisme bagi Soekarno menjadi dasar yang kuat dalam menjalin hubungan internasional sebagai Lifeline Dunia Baru untuk mencapai kehidupan yang damai di antara sentimen politik Amerika Serikat atau Barat dan Uni Soviet.
“Pancasila lahir sebagai bagian dari dialektika geopolitik untuk membangun persaudaraan dunia yang bebas dari berbagai bentuk penjajahan. Soekarno menganggap bahwa Pancasila sebagai jalan tengah menengarai antara sistem Barat dan sistem komunis,” ungkap Abdy.
Dengan posisi ideologi ini, Soekarno tidak sekalipun condong hanya pada satu paham. Soekarno tetap berada di tengah dan tetap menjadikan Pancasila sebagai ideologi bangsa dan ideologi dunia.
Menurut Soekarno (1960), Pancasila menjadi titik temu dari ideologi-ideologi besar dunia. Hal ini yang mendorong Soekarno untuk mentransformasikan Pancasila ke dalam piagam PBB.
“Pancasila merupakan sintesis sekaligus solusi dari berbagai pandangan dan ideologi dunia. Pancasila bukan sekadar konsep ideologis, namun juga panduan praktis dan jalan tengah atas sistem politik Barat versus sistem politik Komunis,” ujar Abdy.