Gus Falah : Vale Wujudkan Perdamaian Geoekonomi Amerika-China

Loading

Jakarta- Anggota Komisi VII DPR-RI Nasyirul Falah Amru (Gus Falah) menyebut sinergi antara perusahaan otomotif Amerika Serikat, Ford Motor Co, dan perusahaan nikel asal China, Zhejiang Huayou Cobalt di proyek smelter nikel PT Vale Indonesia Tbk sebagai wujud perdamaian geoekonomi antara Amerika dan China.

Kedua perusahaan dari dua negara yang tak akur itu sepakat menandatangani perjanjian investasi dengan PT Vale Indonesia Tbk untuk pembangunan proyek smelter nikel senilai US$ 4,5 miliar atau sekitar Rp 67,5 triliun (asumsi kurs Rp 14.500 per US$). Adapun smelter itu berlokasi di Pomalaa, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara, dan dirancang memproduksi 120 ribu ton per tahun Mixed Hydroxide Precipitate (MHP).

“Bukan rahasia, hubungan antara Amerika Serikat dengan China tidak akur karena ketegangan geoekonomi dan geopolitik kedua negara, sehingga sinergi bisnis di smelter Vale itu sangat positif untuk menurunkan tensi ketegangan kedua negara, terutama di Asia Tenggara,” papar Gus Falah dalam keterangan tertulisnya, Jumat (31/3/2023).

Politisi PDI Perjuangan itu melanjutkan, konflik geoekonomi antara kedua negara terjadi setelah pesatnya pertumbuhan perdagangan Tiongkok yang membuat Amerika Serikat mengalami defisit perdagangan. Perang dagang pun terjadi yang tak hanya menimbulkan kerugian bagi kedua negara, namun juga berdampak pada negara-negara lain di Asia Tenggara termasuk Indonesia.

Ketegangan Amerika-China, lanjut Gus Falah, makin meninggi pasca kedua negara bersaing ketat untuk menguasai semikonduktor atau chip dunia.

“Dan jangan lupa, ketegangan kedua negara secara geopolitik juga terjadi di sekitaran Laut Natuna Utara, bahkan tensinya meninggi akhir-akhir ini,” ujar Gus Falah.

Karena itu, lanjut Gus Falah, keberhasilan Vale menyinergikan entitas bisnis dari kedua negara diharapkan menurunkan tensi ketegangan kedua negara di Asia Tenggara.

“Sinergi bisnis di sinergi Vale itu mengandung keuntungan ganda bagi Indonesia, pertama menurunkan tensi ketegangan geoekonomi dan geopolitik di Asia Tenggara, dan kedua mendorong kesuksesan hilirisasi tambang serta transisi energi,” papar Gus Falah.