pasar (Independensi.com) – Sidang terkait pemutusan hubungan kontrak penyewa antara pengusaha ritel Bastian dengan pengelola pusat perbelanjaan dikawasan Kuta mengajukan perlawanan terhadap Putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor 1142/Pdt.G/2020/PN Dps. Perkara perlawanan saat ini sedang masuk dalam tahapan saksi, pihak Pelawan menghadirkan Ahli hukum Perlindungan Konsumen, Dr. Firman Turmantara Endipraja, S.H., S.Sos., M.Hum. yang menyita perhatian publik berlangsung di PN Denpasar, Senin (21/5/2023).
Dalam kesaksiannya, ahli memastikan bahwa sesungguhnya kewenangan dalam hal terkait palsu atau aslinya suatu barang terletak pada kewenangan yang diatur dalam Permendag 69 Tahun 2018 tentang Peraturan Menteri Perdagangan tentang Pengawasan Barang Beredar Dan/Atau Jasa, dalam hal ini tercantum didalam Pasal 7 (1) yaitu Dalam melaksanakan Pengawasan, Direktur atau Kepala Dinas selaku Kepala Unit Kerja menugaskan PPBJ dan/atau PPNS-PK atau pegawai.
Menurut UUPK, penyewa adalah juga konsumen yang menggunakan barang untuk dimanfaatkan/digunakannya, yang sesuai dengan haknya terutama Hak atas keamanan, kenyamanan dan keselamatan dalam menggunakan barang dan/atau jasa, baik yang diatur dalam hukum positif/hukum nasional seperti yang diatur dalam UUPK, PP No. 49 Tahun 1963, Permendag No.69 Tahun 2018 atau mapun yang diatur dalam regulasi internasional seperti ‘The Right Consumer Protection’, yaitu Resolusi PBB 1985 dan 10 dan 4 Hak-hak dasar konsumen.
Selain itu, UUPK melarang dicantumkannya klausula eksonerasi dalam setiap perjanjian, pelanggaran terhadap hal ini diatur dalam Pasal 18 UUPK dan sanksinya ada dalam ketentuan Pasal 62 ayat 1 UUPK dimana pelanggaran teehadap ketentuan dapat dijenajannoudana majsimal 5 tahun penjara atau denda 2 milyar, dan saya melihat dalam Perjanjian Pengikatan Sewa Menyewa ruko ini memenuhi pelanggaran Pasal 18 UUPK.
Sementara mengenai pengawasan dan tindakan terhadap barang yang diduga melanggar hukum, menurut Permendag No. 69 Tahun 2018 merupakan kewenangan Menteri/kementerian atau dinas yang ruang lingkup tugasnya terkait dengan perdagangan.
“Klien kami bernama Bastian menyewa toko di DSM Bali, untuk masa sewa selama 20 tahun, dengan uang sewa yang telah di bayar lunas kepada pihak pengelola Mall tersebut, jenis usaha klien kami adalah penjualan multi media, internet, online games, accesoris wanita dan boneka,” kata Cahya Wulandari, SH. kuasa hukum Bastian di PN Denpasar.
Namun pada tanggal 05 Mei 2017, ruko tempat usaha kliennya di tutup secara sepihak oleh pihak pengelola Mall, dengan alasan di duga menjual barang-barang KW atau melanggar Undang-Undang, padahal sisa masa sewa yang masih di miliki klien kami yaitu selama 7 tahun 7 bulan lagi.
Pada tahun 2018 pihaknya telah mengajukan gugatan dengan perkara Nomor 438/Pdt.G/2017/PN Dps ke Pengadilan Negeri Denpasar untuk penyelesaian masalah ini, dengan menggugat pihak pengelola Mall tersebut, karena sampai dengan saat ini kliennya tidak dapat masuk mengambil barang-barang dagangannya, dan tidak dapat melakukan kegiatan usaha di toko tersebut.
“Padahal selama ini tidak pernah ada putusan Pidana dari pengadilan yang menyatakan jika klien kami telah menjual barang KW sebagaimana dilarang oleh Undang-Undang, sehingga penilaian hakim dalam putusan PK tersebut kami menilai keliru dan tidak berdasar,” tutur Cahya.
Saat ini, pihaknya mengajukan perlawanan terhadap Putusan verstek Pengadilan Negeri Denpasar Nomor 1142/Pdt.G/2020/PN Dps tersebut atau yang di sebut dengan verzet dan perkara perlawanan saat ini sedang masuk dalam tahapan saksi, pihak Pelawan menghadirkan saksi ahli dalam bidang perlindungan konsumen yaitu Dr. Firman Turmantara Endipraja, S.H., S.Sos., M.Hum selaku Wakil Ketua Komisi Komunikasi dan Edukasi di Badan Perlindungan Konsumen Nasional Republik Indonesia (BPKN-RI). (hw)