BANDAR LAMPUNG, (Independensi.com) – Relawan Prabu atau Prabowo-Budiman Bersatu bersiap deklarasikan diri di Provinsi Lampung.
Relawan Prabu Bersatu di Provinsi Lampung diketuai Achmad Munawar dan Sekretaris Rokhimi, serta Bendahara Taufiqul Mukarrom.
Ketua Relawan Prabu Provinsi Lampung Achmad Munawar mengatakan, saat ini pihaknya sedang membentuk struktur di 15 kabupaten/kota, 229 koordinator kecamatan (Korcam) dan 2.640 koordinator desa dan koordinator kelurahan (Kordes/Korkel).
Selanjutnya mereka akan mendeklarasikan diri. Deklarasi dijadwalkan berlangsung pada Rabu pagi, 27 September 2023 di Komplek Pusat Kegiatan Olahraga atau PKOR Wayhalim, Bandarlampung. Kegiatan diagendakan bakal dihadiri 10.000 relawan Prabu.
“Saat ini sedang dalam tahap persiapan, mengurus perizinan-perizinan ke pihak-pihak terkait agar acara berjalan lancar,” kata Munawar melalui pesan whatsapp kepada pers, Jumat (1/9/2023).
Kriteria Megawati
Sebelumnya disebutkan calon presiden (bacapres) Prabowo Subianto disebut lebih memenuhi kriteria calon pemimpin versi Ketua Umum PDI-P Perjuangan (PDI-P) Megawati Soekarnoputri ketimbang Ganjar Pranowo. Hal ini disampaikan Budiman Sudjatmiko ketika berbicara mengenai arah dukungan dan deklarasi Prabowo Budiman Bersatu (Prabu).
Awalnya, aktivis Reformasi ini mengaku masih mengingat dengan jelas mengenai sosok kriteria seorang pemimpin yang diidamkan Megawati dalam sebuah pidato tepat setelah menerima gelar guru besar dari salah satu universitas.
“Ada yang disampaikan Ibu Mega, salah satunya saat beliau mendapatkan gelar guru besar kehormatan dari Universitas Pertahanan beberapa tahun yang lalu, tentang tema kepemimpinan strategik,” kata Budiman Senin (21/8/2023).
“Di mana ada tantangan-tantangan yang menurut saya itulah yang seharusnya menjadi arah dari partai untuk bertarung di dalam Pilpres 2024,” sambung dia.
Dari pidato tersebut, Budiman menilai bahwa dari tiga figur bacapres, yakni Ganjar, Prabowo, dan Anies Baswedan, sosok Prabowo paling mendekati kriteria Megawati.
“Saya melihat bahwa kualifikasi-kualifikasi itu, setelah saya cermati dengan nalar saya, saya ingin mengatakan bahwa kualifikasi itu dari 3 tokoh yang selama ini ada, memang banyak ada di sosoknya Pak Prabowo,” ujar dia.
Meski Prabowo mendekati kriteria yang didambakan Megawati, Budiman menyebut bukan berarti sosok Ganjar tidak pantas menjadi bacapres. Menurutnya, Ganjar merupakan sosok yang memiliki gaya kepemimpinan tersendiri.
“Tapi tampaknya, dalam penalaran saya, itu tidak dipenuhi (oleh Ganjar) dalam kualifikasi dan kriteria yang dimiliki oleh calon dari PDI Perjuangan,” tutur Budiman.
Budiman pun menegaskan, dukungannya kepada Prabowo merupakan caranya menafsirkan harapan dan cita-cita Megawati terhadap sosok pemimpin Indonesia di masa depan.
Belakangan Budiman tengah menjadi sorotan publik setelah mendeklarasikan relawan Prabu Bersatu di Semarang, Jawa Tengah, Jumat (18/8/2023).
Pilihan Keliru
Budiman menegaskan keputusan PDI Perjuangan mengusung Ganjar Pranowo merupakan tindakan yang keliru.
“Ya, itu keliru. Mungkin pendekatan populistik di 2014 cocok. Karena memang lawannya waktu itu Pak Prabowo itu agak-agak elitis ya. Sehingga mencari antitesisnya ya yang populis, itu cocok. Makanya muncul Pak Jokowi,” ujarnya dalam wawancara dengan sebuah media.
Menurut eks Ketua Umum Partai Rakyat Demokratik (PRD)tersebut, saat ini Ganjar merupakan pemimpin yang populis. Di poros yang lain, Anies Baswedan cenderung intelektualistik. Sedangkan Prabowo, berbeda dengan Pilpres 2014, kini tak elitis lagi.
“Pak Prabowo itu sosok yang strategis. Saya pikir, dalam menghadapi seperti ini, ya kita butuh kepemimpinan strategis. Bahwa kemudian ternyata bukan dari partai saya, it’s okay,” tuturnya.
Atas sikapnya ini, Budiman merasa biasa saja diserang dengan julukan sebagai ‘pembelot’, ‘kader kaleng-kaleng’, atau bahkan ‘celeng’. Pada 1990-an, dia pernah merasakan beban yang lebih berat. Bahkan risikonya adalah kehilangan nyawa. Namun, yang banyak orang tak tahu, ada beberapa kader PDI Perjuangan yang diam-diam mendukungnya.
“Ada diskusi dengan beberapa teman. Nggak perlu saya sebutkan siapa. Dan ketika terjadi pun, banyak juga teman PDI Perjuangan di DPR RI secara diam-diam bilang bahwa keputusan saya sudah benar,” ujarnya.
“Kan kita tahu, Pak Jokowi pada 2019, periode kedua, terutama setelah pandemi ini, beliau berusaha menjadi lebih strategis. Orientasinya lebih global. Nah, kalau kemudian penerusnya kembali ke sosok yang populis, ini menurut saya yang rugi Indonesia,” katanya.
“Jadi harusnya sudah lulus SMP, kita balik lagilah ke kelas 4 SD. Kita bisa jadi selalu jadi juara pertama di SD. Daripada SMP nggak jadi juara, kita balik lagi sajalah ke SD,” jelasnya.
“Masyarakat berubah, tantangan berubah. Kenapa misalnya populisnya Pak Ganjar tidak memberikan daya magnetik yang sama seperti Pak Jokowi? Sama-sama misalnya makan ayam pinggir jalan. Sama-sama masuk selokan misalnya. Karena kebutuhannya berbeda,” jelasnya.
“Pak Ganjar bukan politikus buruk ya. Pak Ganjar juga punya magnetic power. Dia punya kebaikan yang mempesona dan memikat. Bukan, ini bukan soal baik atau buruk, ini soal tepat tidaknya. Kalau Pak Ganjar muncul di tahun 2014, itu mungkin tepat,” katanya. (*)