WONOSOBO (Independensi.com) – Cuaca ekstrim saat ini sedang melanda hampir di sebagian wilayah Indonesia mengakibatkan banyak terjadi kebakaran hutan. Cara tradisional untuk membuka lahan di hutan dengan cara melakukan pembakaran, kerap masih dilakukan penduduk setempat.
Hal ini menimbulkan kebakaran yang meluas dan diperburuk asap tebal yang membumbung tinggi, mengganggu lalu lintas transportasi udara, darat hingga laut. Tak terkecuali aktivitas masyarakat yang terdampak oleh asap yang sudah jenuh pula akibat polusi asap industri maupun kendaraan.
Dari sekian banyak gunung di Pulau Jawa yang sementara ditutup dari aktivitas pendakian, tidak untuk Gunung Sumbing. Gunung yang berketinggian 3.371 meter DPL (Diatas Permukaan Laut) adalah gunung tertinggi kedua di Jawa Tengah dan aktivitas pendakian dari semua jalur dibuka, baik dari wilayah Temanggung, Wonosobo dan Magelang.
Namun demikian, di tengah cuaca panas yg ekstrim ini persiapan harus lebih dimatangkan. Hal ini seperti yang penulis alami ketika sedang mendaki Gunung Sumbing awal Oktober lalu. Bagi kalangan pendaki sudah paham akan jalur pendakian gunung sumbing yang memang didominasi oleh tanah merah. Hanya saja akibat kemarau yang panjang, tanah merah yang padat berubah menjadi berdebu. Tebalnya debu bisa sedalam lima centimeter jika terpijak oleh sepatu.
Debu akan bertebangan jika tanah terpijak, mengakibatkan mengganggu pandangan juga pernapasan, apalagi jika berpapasan dengan pendaki yang hendak turun. Debu akan berterbangan menutup pandangan serta akan membuat pernafasan semakin terganggu hingga batuk yang semakin menguras stamina. Kondisi ini bagi para pendaki yang tidak siap dengan kondisi jalur akan menimbulkan masalah tersendiri.
Disarankan untuk saat ini jika ingin mendaki Gunung Sumbing bawalah masker atau setidaknya kain penutup hidung (buff) untuk mengantisipasi debu yang berterbangan. Memang kondisi yang akan dihadapi oleh pendaki dimana berjalan sambil menggunakan masker akan membuat kesulitan bernafas. Tetapi jika tidak menggunakan akan mengakibatkan sesak nafas dan batuk.
Selain itu bawa pulalah krim anti panas matahari untuk memghindari sengatan sinar mentari di atas kulit. Sekedar diketahui hampir rata rata gunung di Jawa Tengah memiliki kondisi alam yang serupa, berupa hutan yang tidak terlalu lebat dan kebanyakan vegetasi hutannya hanya di bagian bawah 1.000 sampai 2.000 meter DPL. Selebihnya adalah tanaman dengan vegetasi yang rendah bahkan hanya berupa ilalang dan tanaman bunga Edelweis saja.
Jadi bisa dibayangkan betapa terik dan panasnya matahari yang menyinari. Ditambah pepohonan yang mengering akibat teriknya sinar matahari. Sedangkan pada sore menjelang malam hari, udara dingin yang sangat menusuk menggantikan cuaca panas. Jika di siang hari temperatur bisa mencapai 38 derajat Celcius dan di malam hari turun drastis hingga 5 derajat Celcius. Sungguh sebuah perubahan cuaca yang sangat ekstrim dan tentunya berpengaruh pada kondisi tubuh manusia.
Terlepas dari kondisi saat ini, gunung Sumbing tetap memberikan keindahan alam yang memesona. Jika mata lepas memandang padang sabana terhampar luas memanjakan mata seolah debu dan panasnya matahari mampu ditutupi oleh lukisan sang pencipta, tiada kata penyesalan hanya decak kagum yang mampu terlontar.