Bali (Independensi.com) – Terdapat beberapa kejanggalan dan fakta penting mulai terungkap saat Sidang Dugaan Penyalahgunaan dana Rektor Universitas Udayana (UNUD) Prof Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dana Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) di Pengadilan Tipikor Denpasar, Selasa (5/12/2023). Mantan Rektor Universitas Udayana (Unud) Prof A.A. Raka Sudewi menyatakan tidak ingat atau lupa mengapa dirinya menerbitkan SK Penetapan program dana Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) pada tahun 2018 sampai dua kali dengan suatu hal sama.
Bahkan, Prof A.A. Raka Sudewi mantan Rektor Unud periode 2017-2021 saat menjadi Saksi menyatakan bahwa kebijakan dana Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) berbeda nomenklaturnya dengan Tarif seperti yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas Terdakwa terkait Peraturan Menteri Keuangan Nomor 51/PMK.05/2015 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Universitas Udayana pada Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, serta Peraturan Menteri Keuangan Nomor 95/PMK.05/2020 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Universitas Udayana (Unud) pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
“Mestinya sebagai pejabat rektor yang memiliki otoritas tertinggi di Unud menjelaskan dihadapan penyidik pada saat diambil keterangannya sewaktu di Berita Acara Penyidikan (BAP),” kata Hotman Paris Hutapea, SH MH.
“Dari fakta terungkap bahwa penetapan Prof Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara sebagai ketua panitia penerimaan mahasiswa baru pada tanggal 20 Maret 2018 terjadi setelah sebelumnya diterbitkan SK Rektor tentang Kebijakan dana SPI oleh saksi pada 7 Maret 2018 artinya secara yuridis otoritas tanggung jawab terkait kebijakan dana SPI berada melekat pada pejabat rektor, hal itu sifatnya mandatori bukan suatu distribusi pendelegasian,” kata Gede Pasek Suardika, SH. MH. yang juga kuasa hukum Terdakwa Prof Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara.
Namun anehnya lagi, saksi membuat Surat keputusan (SK) Kebijakan SPI yang sama pada bulan Mei 2018, dan ketika dicecar motivasinya untuk menerbitkan SK SPI yang sama Prof Raka Sudewi dengan gamblang menyatakan ‘Tidak tahu’.
“Klien kami dijadikan Tersangka, diborgol, dipenjara dan kehilangan pekerjaan dan jabatannya disebabkan oleh sesuatu yang bukan menjadi tanggung jawabnya namun Saksi dengan mudahnya bilang tidak tahu,” kata Gede Pasek Suardika.
Hakim Ketua Agus Akhyudi, SH. MH. di PN Denpasar mengemukakan bahwa pemicu awal kasus dugaan korupsi dana SPI muncul berawal pada adanya sejumlah Prodi yang semestinya tidak perlu membayar untuk penerimaan mahasiswa jalur mandiri yang kemudian dikecam oleh BEM Mahasiswa Unud.
“Apakah Saksi mengetahui adanya demo-demo protes terkait hal ini?,” tanya Hakim Ketua Agus Akhyudi.
Saksi Prof A.A. Raka Sudewi kembali menjawab tidak tahu. (hd)