Kupang-Calon Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Yohanis Fransiskus Lema atau Ansy Lema, memiliki rekam jejak sebagai pejuang penjaga alam NTT.
Hal itu salah satunya tampak ketika tiga tahun lalu sebagai Anggota Komisi IV DPR-RI, Ansy Lema secara tegas mengkritik pembabatan berhektar-hektar hutan teregister RTK 108 Bowosie, di Desa Nggorang-Labuan Bajo, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat.
Ansy menilai, pembabatan yang dilakukan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia (Kemenparekraf) merusak hutan Bowosie sebagai sumber mata air bagi masyarakat Labuan Bajo.
Kritik tegas kader PDI Perjuangan tersebut disampaikan langsung dalam Rapat Kerja Komisi IV DPR RI bersama Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) kala itu pada Agustus 2021.
Saat itu, Ansy menegaskan dirinya mendapat kiriman foto, video dan berita pembabatan Hutan Bowosie. Pembabatan tanpa penanaman kembali berhektar-hektar hutan dilakukan KLHK-Kemenparekraf untuk lokasi proyek pembibitan kayu dan buah-buahan.
Menurut Ansy, pembabatan hutan Bowosie adalah kabar buruk bagi masyarakat Labuan Bajo. Karena lokasi penebangan hutan sangat dekat dengan lokasi mata air di Hutan Bowosie.
Hutan Bowosie adalah harapan satu-satunya wilayah tangkapan air di Labuan Bajo untuk keperluan air bersih dan pertanian. 14 mata air yang banyak dipakai langsung oleh masyarakat Labuan Bajo, banyak yang sudah kering total, dan bahkan sudah mati aliran airnya.
Sehingga, penghancuran pohon semakin melemahkan kemampuan hutan untuk menangkap air.
Ansy mengungkapkan, harapan masyarakat kini bertumpu dari hutan Bowosie saja karena masih ada 3 aliran kali yang berhulu dari Bowosie yang masih dapat menunjang aliran sungai Wae Mese, yakni aliran Wae Nuwa, Wae Sipi dan Wae Baling. Jika hutan itu dibabat, maka rakyat terancam mengalami kesulitan air bersih. Lahan-lahan pertanian pun kesulitan memperoleh pasokan air.
Ancaman terhadap Hutan Bowosie ini muncul seiring dengan rencana Pemerintah mengalih fungsi lahan seluas 400 hektar di hutan tersebut untuk kepentingan bisnis pariwisata yang dikelola Badan Pelaksana Otorita-Labuan Bajo Flores (BPO-LBF).
Dalam desain perencanaan, lahan alih fungsi akan dibangun hotel, perumahan komersial, restoran, dan teater.
Ansy pun mengingatkan, status hutan Bowosie adalah hutan produksi dan bersebelahan dengan hutan lindung. Sehingga apabila akan digunakan untuk tujuan non kehutanan, terlebih dahulu harus mengurus analisis dampak lingkungan (AMDAL) dan mendapatkan persetujuan lingkungan untuk mengurus persetujuan penggunaan kawasan hutan.
Namun, kenyataannya pembabatan hutan belum ada izinnya, tidak transparan, dan cenderung disembunyikan dari masyarakat.
Menurut Ansy, tidak tepat membangun “pariwisata impor” dengan cara membabat pohon khas vegetasi lokal untuk menanam pohon atau bunga yang didatangkan dari luar negeri dengan tujuan mempercantik bukit-bukit sekitar Labuan Bajo.
Hal itu akan sangat berbahaya dalam perspektif ekologis karena merusak keseimbangan alam.
Ansy pun mendesak KLHK untuk mempertahankan kelestarian ekosistem alami hutan Bowosie. Karena Hutan Bowosie adalah sumber air bagi kota Labuan Bajo serta kampung-kampung sekitar, pelindung pemukiman dari potensi bencana banjir, penjaga keseimbangan oksigen dan karbondioksida, habitat alami dari sejumlah burung endemik Flores, dan menjadi tempat rekreasi yang sejuk bagi masyarakat.
Bagi Ansy, Hutan Bowosie harus tetap asri dan asli dengan vegetasi alamnya.
Yang seharusnya dilakukan Pemerintah adalah memberikan edukasi pada publik dan melibatkan partisipatif masyarakat dalam konservasi dan pengelolaan hutan produksi, bukan memberi peluang emas/karpet merah pada perusakan atas nama bisnis pariwisata.
Kekhawatiran Ansy atas pembabatan Hutan Bowosie pun menjadi nyata.
Pada 21 April 2022, BPO-LBF memulai penggusuran jalan masuk ke kawasan Hutan itu, yang membelahnya dari arah barat hingga bagian puncak bukit.
Penggusuran di lahan pertanian tersebut ditolak warga dengan mengadakan aksi pengadangan, di mana satu orang sempat ditangkap dan ditahan oleh aparat.
Setahun berlalu, pada 4 April 2023 banjir melanda Labuan Bajo, di mana salah satunya berasal dari Hutan Bowosie, dan menyebabkan kerusakan rumah warga di sisi hutan itu.
Warga menyebut banjir 2023 adalah yang terparah sepanjang sejarah di kota yang menjadi pintu masuk wisata menuju Taman Nasional Komodo tersebut.
Warga Racang Buka, yang tinggal di dekat lokasi Parapuar juga mengaku sebelumnya belum pernah terjadi banjir di wilayah tersebut. Banjir, kata mereka, baru terjadi usai BPO-LBF membangun jalan ke kawasan itu.