Foto : Ketua DPRD Gresik M Syahrul Munir (pegang mic) saat berdiskusi tentang Sinkronisasi Pelayanan Jaminan Kesehatan

Masyarakat Keluhkan Layanan Jaminan Kesehatan, DPRD Ajak PWI Gresik Turut Dorong Puskesmas dan Rumah Sakit Berbenah

Loading

GRESIK (independensi.com) – Diskusi yang digelar oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Gresik Jawa Timur bersama DPRD, yang mengusung tema “Sinkronisasi Pelayanan Jaminan Kesehatan” dengan menghadirkan Dinas Kesehatan dan BPJS Kesehatan setempat berlangsung seru.

Pasalnya kegiatan yang berlangsung disalah satu hotel di Gresik itu, mengundang berbagai elemen masyarakat, Kepala Desa (Kades) perwakilan perusahaan hingga para medis atau tenaga kesehatan dari berbagai rumah sakit.

Dalam kesempatan itu, Ketua DPRD Kabupaten Gresik M Syahrul Munir yang sekaligus merupakan narasumber menyampaikan, tujuan diskusi ini adalah menyinkronkan persepsi dari semua pihak dalam pelaksanaan alur layanan jaminan kesehatan bagi masyarakat.

“Kami banyak mendapatkan banyak keluhan atau aduan dari masyarakat, yang mengalami kesulitan dalam mengakses layanan kesehatan. Meski mereka telah menjadi peserta BPJS, tetapi masih ada yang langsung ke rumah sakit dengan biaya sendiri,” katanya, Kamis (30/1).

Menurut Syahrul, masalah-masalah dalam pelayanan kesehatan di Kabupaten Gresik terutama yang menyangkut skema rujukan dari pelayanan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) atau puskesmas ke Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjut (FKTL) rumah sakit dinilai masyarakat berbelit. Bahkan, ada yang merasa seolah di persulit.

“Terkait persoalan ini, kami berharap Dinas Kesehatan dan Faskes ada kesepakatan yang sama terkait pemahaman skema layanan kesehatan. Apalagi Pemerintah Kabupaten Gresik telah menganggarkan lebih dari Rp100 miliar untuk UHC (Universal Health Coverage) atau layangan kesehatan gratis untuk masyarakat,” tegasnya.

Senada disampaikan Wakil Ketua DPRD Gresik, Mujid Riduan, yang juga menyoroti tingginya keluhan dari masyarakat terkait pelayanan BPJS yang tidak optimal dibeberapa rumah sakit swasta khususnya. Meski telah bekerja sama dengan BPJS namun tidak mau menerima pasien BPJS.

“Pengaduan masyarakat yang masuk ke kami, mereka malah mengarahkan pasien untuk menggunakan jalur umum. Ini sangat merugikan pasien yang seharusnya dilayani dengan BPJS,” ungkapnya.

“Kalau fakta yang terjadi masih seperti itu, keberadaan UHC seolah bagai tong kosong nyaring bunyinya jika kita melihat carut marut pelayanan di lapangan. Apalagi ada pasien yang mengadu masalah rujukan misalnya, pihak rumah sakit menyatakan bahwa penyakit tersebut masuk dalam kategori yang tidak ditanggung BPJS, padahal harusnya ada surat rujukan dari BPJS Kesehatan yang menyatakan hal tersebut,” jelasnya.

Lanjut Mujid, bahwa hal tersebut tentu sangat merugikan pasien dan bisa merusak sistem jaminan kesehatan yang sudah ada. Padahal berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional pasal 144 jenis penyakit memang harus diselesaikan di FKTP (Puskesmas), adapun bila diperlukan rujukan ke Rumah Sakit harus berdasarkan pada pemenuhan kegawatdaruratan.

“Kami meminta BPJS Kesehatan untuk bersikap tegas terhadap rumah sakit yang nakal dan melakukan penindakan, kalo perlu sanksi Pemutusan Hubungan Kerja jika perlu. Jika tidak, anggaran yang kita keluarkan setiap tahun untuk UHC, yang mencapai 100 miliar menjadi percuma,” tandasnya.

Menanggapi hal itu, Kepala Dinas Kesehatan Pemkab Gresik, dr. Mukhibatul Khusnah menyampaikan, pihaknya memahami tentang aturan 144 penyakit yang harus selesai di Puskesmas. Namun ada beberapa penyakit, yang memang belum mampu ditangani Puskesmas.

“Contohnya penyakit tetanus, bell’s palsy, refraksi dan kasus demam berdarah, juga menjadi problem, karena tidak bisa serta merta dirujuk jika tidak memiliki komplikasi. Sebab, tetanus kan harus ada ruang isolasi, nah itu meski masuk dalam 144 penyakit tersebut.

Sedangkan, di Puskesmas belum bisa menangani maka harus dirujuk. Hasil kesepakatan dengan BPJS tentang penatalaksanaan kegawatdaruratan dan diagnostik non spesialistik, sudah kami share ke FKTP. Tapi di FKTP ada batasan rujukan. Kalau rujukan gawat darurat 24 jam di IGD, kalau rujukan poli harus di hari kerja,” pungkasnya. (Mor)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *