Jakarta- Baru-baru ini viral pengaduan masyarakat terkait Rumah Sakit (RS) Emhaka.
Keluhan itu terutama berkaitan dengan sempitnya akses masuk pemukiman warga cluster sampai lahan prasarana, sarana dan utilitas (PSU) milik Pemkot Bekasi yang dipakai RS Emhaka untuk lahan parkir.
Terkait keluhan-keluhan itu, Advokat Sanderson Syafe’i, ST. SH mengungkapkan
Maria Helena Kwary selaku pemilik RS Emhaka sudah dua kali dipanggil oleh Pemkot Bekasi terkait pemanfaatan lahan parkir yang digunakan baik lahan milik pemerintah maupun milik PLN.
“Dari pemanggilan tersebut, kami mendapatkan informasi dari warga, pihak RS yaitu Maria Helena Kwary secara ilegal melakukan pembayaran kepada pihak tidak terkait untuk meredam aksi demo masyarakat,” ungkap Sanderson, baru-baru ini.
Seharusnya, sambung Sanderson, sebagai fasilitas umum tentunya dibutuhkan ruang parkir yang memadai untuk menampung jumlah kendaraan yang masuk dan keluar, baik kendaraan karyawan klinik maupun kendaraan pengunjung. Namun itu semua tidak ada dalam perencanaan yang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sanderson menambahkan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit jo. Peraturan pemerintah Nomor 47 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perumahsakitan jelas dan tegas mengatur kewajiban Rumah Sakit dan Klinik untuk menyediakan tempat parkir secara proporsional dengan jumlah kamar, bukan seadanya.
“Ketika izin Rumah Sakit dan Klinik tersebut bisa terbit berarti ada sesuatu yang diragukan dan perlu dilakukan evaluasi, apalagi menimbulkan permasalahan terhadap pengguna jalan, antara lain terjadinya kemacetan disekitarnya,” ujar Sanderson.
Kemacetan ini, sambung Sanderson, terjadi karena jalan yang seharusnya digunakan untuk kelancaran berkendaraan dialih fungsikan menjadi tempat parkir.
“Penyelewengan dan pemanfaatan ‘money buy’ harus ditindak lanjuti dan perijinan keseluruhan RS Emhaka atas Nama pemilik Maria Helena Kwary sebaiknya di cek oleh pemerintah Setempat,” tegasnya.