Denpasar (Independensi.com) – Instruksi Ketua Umum (Ketum) PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, melarang para Kadernya yang menjadi kepala daerah untuk mengikuti kegiatan retret (pembekalan) di Akademi Militer (Akmil) di Magelang, telah memicu ketegangan situasi politik di tanah air, berharap masyarakat Bali tidak dijadikan korban situasi seperti ini kedepannya.
“Ini yang menjadi sebuah dilema, antara simbolisasi kesetiaan Jiwa Korsa prajurit partai ataukah kesetiaan seorang prajurit bangsa? Atau apakah ini sebuah simbol kesetiaan kader terhadap partainya atau malah bisa berpotensi menjadi sebuah Subordinasi yakni pembangkangan terhadap kepala negara,” kata pengamat politik asal Bali, I Nyoman Wiratmaja, Jum’at (21/2/2025).
Bali yang diketahui memiliki 9 dari 10 kepala daerah termasuk gubernur yang resmi dilantik oleh Presiden Prabowo Subianto, merupakan para kader dari partai berlambang banteng tersebut.
“Kita tidak dalam posisi untuk menerka-nerka siapa saja yang ikut ataupun tidak ikut pembekalan (retreat) kepala daerah, namun yang pasti kesemuanya berada dalam suatu dilema dan berkecamuk perang dalam batinnya, apakah mereka akan mengikuti instruksi partai? atau instruksi negara? Menjalani retret, di Amkil, Magelang, 21-28 Februari 2025,” kata Wiratmaja.
Namun sejatinya kepala daerah yang telah dilantik oleh Presiden Prabowo Subianto tersebut memiliki kewajiban untuk menaati aturan pemerintah pusat serta mengutamakan kepentingan masyarakat luas tak terkecuali di Bali, terlepas dari “kapal politik” mana yang mereka pakai menjadi kendaraan.
“Apakah mereka mau menjadi patriot bangsa atau patriot partai?, namun seharusnya kalau sudah kepala daerah dilantik oleh Presiden RI lalu disumpah, seharusnya retret (pembekalan, red) itu menjadi kewajiban. Walaupun Presiden tidak mengharuskan, tetapi bukankah Mendagri sudah meminta minimal ada perwakilan dari masing-masing,” tegasnya.
Selanjutnya, pria yang juga merupakan akademisi Universitas Warmadewa itu juga sempat menyinggung, “Menariknya, ada instruksi ketum partai yang melarang kadernya sebagai kepala daerah untuk hadir kesana. Apakah ini bertaji? Berkekuatan? Jelas tidak. Kader-kadernya itu sudah dilantik, seandainya instruksi itu dilanggar dan mereka ini dipecat partai, tidak akan mempengaruhi jabatan mereka sebagai kepala daerah,” lanjutnya.
Nyoman Wiratmaja juga menekankan bahwa “Dipastikan kepala daerah tersebut ada yang berpotensi dipecat akibat melanggar instruksi partai, namun sebaliknya atau mungkin malah tidak akan mempengaruhi posisi dan jabatannya yang justru partai-partai lain akan berlomba berebut untuk meminangnya sebagai kader?. Sekali lagi ini sudah masalah amanah rakyat, bukan lagi partai. Saya berharap jangan rakyat Bali yang dikorbankan untuk kepentingan satu partai tertentu. Ini yang perlu dipikirkan, masa depan Bali ini mau kemana? Indonesia ini mau seperti apa? Jangan kira omongan saya ini menyudutkan PDIP, tidak, ini perspektif yang netral, fenomena ini akan menjadi tanda tanya publik, sebenarnya hakekat menjadi kepala daerah ini apa? Berharap, para pemimpin pilihan rakyat ini bisa benar-benar menjadi panutan, lebih menonjolkan karakter negarawan, sehingga masyarakat ini bisa yakin dan merasa telah benar memilih pemimpinnya.
Menurutnya, Mestinya mereka ini bisa menjadi panutan, bukan sebaliknya. Bali ini kalian mau bawa kemana? Jangan lagi dipertahankan itu ego-ego yang tidak baik, karena bisa masyarakat yang jadi korbannya,” tutupnya. (hd)