PEKANBARU (Independensi.com) – Forum Pembela Hak-Hak Masyarakat Tempatan (FPHMT) melaporkan dugaan tindak pidana perambahan hutan desa di lahan Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD), Desa Rantau Kasih, Riau ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu, 5 Maret 2025 nomor informasi 2025-A-00949.
Seperti yang disampaikan Ketua Umum DPP FPHMT Harapan Nainggolan kepada Independensi.com, pihaknya menduga telah terjadi tindak pidana pencucian uang (TPPU) mengakibatkan kerugian negara sekitar Rp40 Miliar. Dugaan kerugian negara dilakukan Kepala Desa Rantau Kasih dan Pengurus Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD), Desa Rantau Kasih, Kecamatan Kampar Kiri Hilir, Kabupaten Kampar, Riau.
Tindak pidana itu sangat erat dengan terbitnya Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: SK.9862/MENLHK–PSKL/PKPS/PSL.0/9/2023 tertanggal 14 September 2023 untuk persetujuan pengelolaan hutan desa kepada Lembaga Desa Rantau Kasih Bersatu sekitar 1.568 hektar. Lahan tersebut sebelumnya telah ditanami kayu akasia dan eukaliptus oleh PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP).
Selanjutnya agar kayu bisa dijual memakai dokumen, Kadis Lingkungan Hidup dan Kehutanan Prov Riau saat itu masih dijabat Muhammad Murod, menerbitkan surat keterangan yang menanam kayu akasia dan eukaliptus adalah LPHD Rantau Kasih. Dengan adanya surat keterangan itu, Amri Setiawan selaku Kepala UPT Kesatuan Pengelola Hutan (KPH) Sorek tidak ragu lagi untuk menerbitkan dokumen Rencana Kerja Tahunan (RKT) dan Rencana Kerja Perhutanan Sosial (RKPS) sebagai dokumen saat menjual hasil tegakan kayu dari lahan LPHD Rantau Kasih ke PT Nusa Manunggal Prima.
Terbutnya surat keterangan tersebut yang dikatakan sebagai “surat sakti” merupakan bukti persekongkolan jahat dilakukan Muhammad Murod dan Amri Setyawan bersama pengurus LPHD Rantau Kasih serta Kepala Desa Rantau Kasih. Penerbitan RKT dan RKPS itu merupakan perbuatan melawan hukum, cacat prosedur dan merupakan korporasi terencana. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) tidak bisa dibayar sebab belum ada ijin untuk melakukan panen, sehingga pemanenan tersebut adalah perbuatan merusak hutan desa.
Hasil penjualan kayu akasia dan eukaliptus sekitar Rp 40 miliar lebih dari lahan ijin LPHD Rantau Kasih, harus dipertanggungjawabkan. “Kita harapkan, penyidik KPK segera turun, jangan sampai uang puluhan miliarr itu habis dibagi-bagi,” ujar Nainggolan, Jumat (7/3/2025).
Sementara, Kepala Kejaksaan Negeri Kampar Sapta Putra dan Kapolres Kampar AKBP Ronal Sumaja saat dimintai tanggappan tidak dijawab. Sedangkan Datuk Besar Kenegerian Gunung Sahilan, H. Marwas kepada Independensi.com kasus ini, juga tidak bisa memberikan komentar lebih lanjut. “Datuk tidak bisa berkomentar. Hanya mendoakan, semoga persoalan yang ada ditubuh LPHD Rantau Kasih dapat terselesaikan dengan baik, itu aja,” kata Marwas singkat. (Maurit Simanungkalit)