Ketua DPRD Gresik Syahrul Munir, mengatakan rekomendasi tertuang pasca hearing yang digelar pihaknya merupakan tindaklanjut dari pengaduan mantan karyawan salon kecantikan Dee Beauty yang ijazahnya ditahan dan tidak mendapatkan hak-haknya sebagai pekerja.
“Mantan pegawai salon Dee Beauty ini, mengadu ke DPRD Gresik, bahwa mereka tak diberikan hak sebagai pekerja. Seperti, gaji di bawah Upah Minimum Kabupaten (UMK), tak didaftarkan dalam Badan Penyelenggara Jaminan Sosil (BPJS) baik BPJS Kesehatan maupun Ketenagakerjaan, dan hak lainnya,” ujarnya kepada RMOLJatim, Kamis 1 Mei 2025.
Lanjut Syahrul, dalam hearing yang menghadirkan Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) dan Dinas Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPTSP) Gresik, pengusaha salon Dee Beauty beserta mantan mantan pegawainya yang didampingi penasehat hukum masing-masing itu.
Terungkap bahwa selama ini salon Dee Beauty, banyak melakukan pelanggaran ketenagakerjaan. Seperti, yang diadukan kuasa hukum mantan pegawai maupun berkaitan dengan izin usahanya.
“Kami selaku kuasa hukum 5 prinsipal atau mantan pegawai salon Dee Beauty, datang dalam hearing di gedung DPRD Gresik ini. Untuk minta mediasi agar hak-hak prinsipal klien kami, mulai penahanan ijazah dan hak lain yang belum diberikan setelah prinsipal kami keluar dari kerja agar diselesaikan,” tutur Debby Puspita Sari.
“Sampai sekarang ijazah prinsipal adek-adek kami ini masih ditahan dan belum diberikan atau dikembalikan ke mereka selaku pemilik dokumen penting ini. Padahal mereka ini, sudah lama resign dari Dee Beauty,” ungkapnya.
Selain itu, menurut Debby para mantan pegawai ini juga dimintai sejumlah uang oleh pihak Dee Beauty sebagai tebusan untuk mengambil ijazah sebesar Rp 5 juta. Padahal, saat akan diterima masuk kerja di Dee Beauty tak ada kesepakatan penahanan ijazah jika keluar kerja.
“Banyak hal janggal yang dilakukan Dee Beauty kepada pegawai yang kami anggap melanggar aturan ketenagakerjaan. Misalnya, prinsipal saya Nuriska saat akan resign satu bulan mendatang, tapi sebelum waktunya tiba sudah diusir.
Hal yang sama juga dialami prinsipal Inda, saat akan resign dari Dee Beauty mendapatkan somasi. Seharusnya surat peringatan bukan somasi, karena terkait hubungan industrial. Lalu, prinsipal Indah dimintai biaya pengganti ijazah Rp 5 juta dan Rp 8 juta ke Dee Beauty dengan alasan untuk kursus lcc (Loreal color certification/kelulusan),” paparkan mengungkapkan.
Bahkan kami sudah telusuri ke lcc, ternyata uang Rp 8 juta itu bukan untuk kursus, tapi De Beuty suruh jual produk jika laku Rp 8 juta maka akan dapat bonus kursuskan 2 karyawan ini kan aturan seenaknya atau dibuat-buat,” imbaunya.
Selain itu, tambah Debby mantan pegawai bernama Sofia mengalami keguguran hingga 2 kali. Akibat, kerja yang melebihi ketentuan Undang-Undang Ketenagakerjaan (UU Omnibus Law Cipta Kerja).
“Jadi yang dialami Sofia, kalau keluar diminta bayar Rp 23 juta plus denda Rp 25 juta. Bunga kerja 2 minggu risegn suruh bayar Rp 5 juta, sudah transer uang dan ada buktinya ijazah 7 bulan kemudian baru diberikan,” tukasnya.
“Gaji rata-rata yang diterima prinsipal kami sebesar Rp 1,5 jt sampai Rp 3 juta perbulan. Jam kerja tak sesuai dengan jam kerja pada umumnya, sesuai amanat perundangan. Jika dilogikakan dengan besaran gaji dan tarikan yang dilakukan Dee Beauty, tentu tidak masuk akal,” tandasnya.
Sementara itu, Kuasa Hukum Dee Beauty Isa menyampaikan bahwa tuduhan permintaan sejumlah uang sebesar Rp 8 juta, Rp 23 juta, Rp 25 juta tidak ada bukti pemberian atau kwitansi.
“Soal permintaan Rp 5 juta di Pasal 62 dijelaskan, apabila salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya jangan waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian kerja waktu tertentu atau berakhirnya hubungan kerja bukan karena ketentuan sebagaimana dimaksud pada pada Pasal (1) ayat (1) pihak yang mengakhiri hubungan kerja diwajibkan membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja,” terang menjelaskan.
Ia juga menegaskan, bahwa Dee Beauty sudah mendaftarkan karyawan sebagai peserta BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan.
“Per 28 April tahun 2025 karyawan Dee Beauty didaftarkan BPJS kesehatan maupun ketenagakerjaan,” ucapnya.
Dalam hearing itu, didapatkan keterangan dari pihak Disnaker Gresik bahwa Dee Beauty belum ada laporan karyawannya sebagai perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) dan tidak ke Disnaker. Padahal itu amanat perundangan yang harus dijalankan.
Atas fakta-fakta yang terungkap dalam hearing, perjanjian kerja yang dilakukan Salon Kecantikan Dee Beauty dengan pegawainya dinyatakan batal demi hukum karena melanggar perundangan ketenagakerjaan. (UU Omnibus Law Cipta Kerja). Serta, PP Nomor 35 Tahun 2021 tentang PKWT, dan PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.
“Berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan dalam hearing, DPRD merekomendasIkan ijazah, semua hak eks karyawan harus dikembalikan, uang tebusan ijazah, uang alasan untuk kursus, maupun hak lainnya harus diberikan pihak Dee Beauty. Tentu, bila Dee Beauty tak terima dengan rekomendasi Dewan maka dipersilahkan menempuh jalur hukum baik perdata maupun pidana,” pungkas Syarul Munir. (Mor)