OJK Kini Miliki Peran Dalam Penanganan Tindak Pidana di Sektor Jasa Keuangan

Loading

Kuta (Independensi.com) – Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK), mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan. Kewenangan tersebut semakin diperkuat dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) yang pada pasal 49 bahwa penyidik OJK terdiri atas pejabat penyidik Kepolisian Negara RI, pejabat pegawai negeri sipil tertentu, dan pegawai tertentu yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di sektor jasa keuangan.

Hal tersebut diungkapkan oleh Feriansyah Analis Eksekutif Senior Direktorat Kebijakan dan Dukungan Penyidikan saat Journalist Class angkatan ke 11 yang diikuti media-media Bali dan Nustra, Selasa (27/5/2025).

Menurutnya, Penanganan tindak pindana sektor jasa keuangan (TIPISJK) mengacu pada UU P2SK dan Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Adapun di pada beberapa bidang SJK juga mengacu pada peraturan perundang-undangan berikut:
– Perbankan (PBKN): UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
– Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon (PMDK): UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal
– Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun (PPDP): UU No.40 Tahun 2014 tentang Perasuransian dan UU No. 1 Tahun 2016 tentang Penjaminan.
-Perusahan Modal Ventura, Lembaga Pembiayaan, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML): UU No. 1 Tahun 2016 tentang Lembaga Keuangan Mikro

Pada prinsipnya, penanganan tindak pidana di SJK dilanjutkan ke tahap penyidikan. Namun, dengan mempertimbangkan dampak terhadap Stabilitas Sistem Keuangan, sektor jasa keuangan dan/atau pelindungan konsumen, OJK dapat melakukan langkah penyelesaian bersifat restoratif/restorative justice.

“Restorative justice pada TIPISJK diatur dalam pasal 100 UU P2SK, yaitu OJK diberi kewenangan untuk mempertimbangkan konsekuensi dari pelanggaran yang terjadi dan untuk meneruskannya ke tahap penyidikan berdasarkan pertimbangan dimaksud,” ujar Feriansyah.

Di OJK, jumlah penyidik terdiri dari 20 orang dari POLRI, 5 orang dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), 6 orang dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), dan 6 orang Kejaksaan.

OJK bekerja sama dengan POLRI untuk TIPISJK dalam ruang lingkup: Pertukaran dan pemanfaatan data dan/atau informasi, Penegakan hukum, Bantuan pengamanan, Peningkatan kapasitas dan kompetensi serta pemanfaatan sumber daya manusia, Dukungan dan bantuan dalam kerja sama internasional di sektor keuangan, Pencegahan dan penanganan kegiatan usaha tanpa izin di sektor keuangan dan Pemanfaatan sarana dan prasarana.

“Kerja sama OJK dengan Kejaksaan RI meliputi ruang lingkup: Penanganan dan penyelesaian perkara tindak pidana di SJK, Dukungan penegakkan hukum di SJK, Penegakan hukum, pemberian bantuan hukum, pertimbangan hukum, dan tindakan hukum lain di bidang perdata dan tata usaha negara, Pemulihan aset, Penyediaan, pertukaran, pemanfaatan data dan/atau informasi, Pengembangan kompetensi dan peningkatan kapasitas SDM serta Penugasan dan pemanfaatan SDM; dan lain-lain,” ujar Feriansyah.

Total penanganan perkara TIPISJK dari tahun 2017 sampai dengan 2025 tercatat bidang PBKN sebanyak 118 perkara, PMDK 5 perkara, PPDP 20 perkara, dan PVML 1 perkara. Total penanganan perkara (P-21) mencapai 144 perkara.

OJK dalam perannya menangani TIPISJK telah menerima penghargaan selama 3 tahun berturut-turut pada 2022, 2023, dan 2024 dari bareskrim POLRI atas prestasi baiknya dalam penegakan hukum tindak pidana di sektor jasa keuangan, yang menunjukkan bahwa koordinasi antara penyidik OJK dan POLRI terjalin baik. (hd)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *