Foto : Surat bukti pembayaran iuran untuk orang tua siswa di SMAN 1 Sidayu Gresik Jawa Timur

Ada Dugaan Pungli di SMAN 1 Sedayu Gresik Bikin Orang Tua Siswa Resah, Pemerhati Pendidikan Minta Dinas Terkait Turun Tangan

Loading

GRESIK (independensi.com) – Dugaan pungli (pungutan liar) yang terjadi di SMAN 1 Sidayu Gresik Jawa Timur, membuat sejumlah pihak tercegang. Bahkan, sejumlah orang tua siswa merasa terbebani tapi tidak bisa menolak meski memberatkan.

Salah satu orang tua siswa SR (46), menyampaikan sejak anaknya masuk diterima di SMAN 1 Sidayu dirinya merasa senang. Karena berfikir biaya yang akan dikeluarkannya lebih ringan dari sekolah swasta. Namun, kenyataannya tidak seperti yang dibayangkannya.

“Jujur yang membuatnya kaget dan tidak menyangka itu, saya harus membayar uang seragam dengan harga yang tidak lumrah (mahal). Di tambah lagi, harus bayar iuran untuk komite sekolah gitu katanya sebesar Rp 160.000 ribu perbulan,” ungkapnya, Sabtu (16/8/2025).

“Meski memberatkan saya tidak bisa berbuat apa-apa, karena takut berimbas ke anak yang lagi sekolah. Apalagi, orang tua siswa lainnya seakan diam walaupun sebenarnya mereka juga keberatan seperti saya,” tutur sambil menunjukan surat edaran dari SMAN 1 Sidayu.

Terkait hal tersebut, Kepala SMAN 1 Sidayu Abdul Hasib saat dikonfirmasi berulang kali melalui sambungan selulernya tidak merespon. Padahal, nada sambungnya aktif dan ditanya melalui pesan elektronik WA (WhatsApp) pun tak kunjung membalasnya.

Terpisah Pemerhati Dunia Pendidikan dari Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Eko Wahyudianto, menyayangkan masih maraknya praktek dugaan pungli yang terjadi dilembaga pendidikan. Apalagi, praktek itu seolah dilegalkan tanpa ada pantauan langsung dari lembaga terkait.

“Kalau benar dugaan pungli dengan kedok sumbangan sekolah atau apapun itu namanya, tentu tidak boleh dibiarkan dan Dinas Pendidikan Provinsi harus turun untuk mengecek kebenarannya. Bahkan, peruntukannya dibenarkan secara aturan atau tidak juga harus dijelaskan ke masyarakat khususnya orang tua siswa,” tuturnya.

“Selama ini pemerintah telah mensubsidi lembaga pendidikan di semua jenjang melalui dana BOS, baik yang bersumber dari APBN, APBD Provinsi hingga daerah (Kabupaten/Kota). Kalau kemudian masih terjadi tarikan yang tidak ada relevansinya, maka patut di pertanyakan dan harus diinvestigasi oleh Dinas terkait,” tegasnya.

Eko mencontohkan tarikan dana sekolah sebesar Rp 160 ribu perbulan yang katanya terjadi  di SMAN 1 Sidayu Gresik. Jika nilai besaran tarikan iuran diakumulasikan dengan jumlah siswanya, tentu besaran nilai uang yang akan didapatkan sekolah jumlahnya akan sangat besar. Sehingga, pengunaannya harus transparan dan tidak boleh ada yang ditutup-tutupi.

“Ini seumpamanya dihitung kasar, jika sekolah yang dimaksud memiliki siswa sebanyak 1000 dan setiap siswanya diwajibkan membayar uang sekolah sebesar Rp160.000.  Kemudian di kalikan kelipatan 1000, maka sekolah bisa mengumpulkan uang sebesar Rp 160 000.000 perbulannya. Berarti, jika diakumulasikan selama setahun maka nilainya akan mencapai Rp 1.6 milyar.

Jumlah itu tentu sangat besar, dan pengelolaannya pun harus tepat. Lalu pertanyaannya untuk apa uang itu nantinya, apakah orang tua siswa sudah diberitahu tahu. Jika ternyata pengunaannya tidak transparan, tentu harus dipertanyakan dan jangan sampai orang tua siswa hanya diam saja. Karena akan rentan penyalahgunaan, kalau tidak ada yang mengawasi,” tandasnya. (Mor)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *