JAKARTA (Independensi.com) – Perusahaan penerbangan Sriwijaya Air dan anak perusahaannya Nam Air sedang mengalami kesulitan keuangan. Sejumlah karyawan dari kedua perusahaan penerbangan ini sedang resah.
Sumber Independensi di internal kedua perusahaan menyebutkan tak banyak masyarakat awam yang tahu apa yang sedang terjadi di maskapai Sriwijaya Air dan Nam Air. “Padahal, sejak Juli 2020 karyawan dan pilot-pilot dilanda rasa resah dan gelisah, bagaikan bisul yg setiap saat bisa pecah,”kata seorang karyawan yang enggan disebut namanya kepada Independensi.com, Senin (5/10/2020).
Disebutkan, sejak pandemi covid-19 memang semua perusahaan terpuruk di hampir semua sektor, tak terkecuali industri perusahaan penerbangan. Tapi apa yang terjadi pada maskapai Sriwijaya Air jauh lebih berat dari yang diperkirakan. Pesawat yang masih bisa terbang atau dioperasikan tinggal satu pesawat jenis ATR dan 4 pesawat Boeing 737.
Parahnya lagi, konon siklus operasional ke-4 pesawat Boeing ini sudah dekat jatuh tempo. Pada waktu yang bersamaan untuk servis besar atau yang biasa disebut C-check, yang akan makan waktu relatif lama dan biaya yang mahal.
Sekarang saja ada satu pesawat yang terpaksa nongkrong di hanggar karena tidak ada biaya untuk ganti ban. Mobil antar/jemput tidak bisa parkir di dalam bandara karena nunggak bayar dan supir-supir sudah tidak terima gaji.
Hal yang paling membuat heboh adalah program efisiensi biaya yang dibuat oleh Chandra Lie yakni pemilik PT Sriwijaya Air dan Nama Air, dimana pelaksanaannya diserahkan kepada direksi yakni Hendry Lie, dan berjalan amburadul.
Implementasi di lapangan misalnya, pilot yang ditugaskan terbang tidak terima gaji, sedangkan pilot yang nganggur dapat gaji penuh. Situasi itu yang membuat suasana di perusahaan benar-benar kacau.
Seorang pilot senior Sriwijaya Air dengan pangkat Captain minggu lalu terima gaji hanya Rp 1 juta per bulan. Sang captain protes keras. Namun komplin tidak dilayani, malah ‘dibujuk’ untuk tidak membuat gaduh.
Kekacauan di manajemen dalam menangani karyawan ini telah menimbulkan keresahan dan kegelisahan di kalangan karyawan. Bagaimana mungkin pilot yang bertugas dibayar Rp 1 juta per bulan, pilot nganggur malah dibayar penuh.
“Rupanya, kalo PT Pegadaian punya motto Atasi Masalah tanpa Masalah, maka Sriwijaya Air justru mau atasi masalah dengan menambah masalah. Ini sangat berbahaya karena pengoperasian penerbangan terkait safety. Pilot bertugas mengoperasikan pesawat penumpang tapi tidak dibayar gaji,”katanya.
Menurut sumber yang sangat layak dipercaya, dalam waktu dekat ini karyawan dan pilot-pilot akan tempuh jalur hukum. Mereka juga berharap campur tangan pemerintah c/q Kemenhub dan Kemenaker agar masalah ini bisa diselesaikan secara transparan dan adil.
“Kalau tidak ada penyelesaian secara baik dari manajemen, maka kami pasti tempuh jalur hukum. Kami juga sudah mengontak kuasa hukum,” kata sumber tadi. (omo aulia)