WASHINGTON (Independensi.com) – Gedung Pentagon, Virginia, Kantor Pusat Kementerian Pertahanan Amerika Serikat, mengumumkan rencana untuk melanjutkan pengadilan militer bagi tiga pria yang ditahan di Teluk Guantánamo yang dicurigai terlibat dalam pemboman Bali tahun 2002.
Kamp Tahanan Teluk Guantanamo atau Penjara Guantanamo adalah kompleks penjara militer di bawah Joint Task Force Guantanamo (JTF-GTMO) dan menempati sebagian dari pangkalan angkatan laut Amerika Serikat di Teluk Guantanamo, Kuba, sejak 2002. Penjara ini menahan tokoh yang oleh pemerintah Amerika Serikat dianggap sebagai anggota dari al-Qaeda dan Taliban.
Hubungan Kuba dengan Amerika Serikat memang agak aneh. Kuba boleh saja dikenal sebagai pemimpin negara anti Amerika Serikat di kawasan Amerika Latin, bahkan menganut sistem politik komunis.
Namun di daratan Kuba, tepatnya di Teluk Guantanamo, bercokollah salah satu Pangkalan Angkatan Laut Amerika Serikat yang dikenal dengan penjaranya yang punya pengamanan ekstra ketat.
Guantanamo dan Kuba, mungkin cuma sebuah nama. Di sebelah selatan Florida, negara bagian Amerika Serikat, di antara Samudera Atlantik, Teluk Meksiko dan Laut Karibia, terdapat gugusan pulau-pulau Karibia. Pada gugusan pulau itu terdapat sejumlah negara. Satu pulau kira-kira sebesar Pulau Jawa, dikenal dengan nama Kuba dengan ibu kota La Habana/Havana.
The Guardian.com, London, Inggris, Jumat, 22 Januari 2021, merilis, ketiganya, yaitu Hambali, warga negaran Republik Indonesia, serta Mohammed Nazir bin Lep dan Mohammed Farik bin Amin, warga negara Federasi Malaysia. Khusus Hambali, merupakan teroris paling berbahaya di dunia.
Setelah ditangkap, Hambali sempat ditahan di Yordania. Pada 6 September 2006, Presiden Amerika Serikat, George Bush (20 Januari 2001 – 20 Januari 2009) mengkonfirmasi Hambali dalam penanganan Central Inteligence Agency dan dikirim ke Teluk Guantanamo, Kuba.
Presiden George Bush bahkan menyebut Hambali sebagai ‘satu dari tokoh teroris paling berbahaya di dunia’.
George Bush mengatakan, penangkapannya adalah kemenangan besar dalam perang melawan terorisme. “Dia bukan lagi masalah bagi kita yang mencintai kebebasan,” kata Presiden Amerika Serikat, George Bush di Miramar Marine Corps Air Station di California.
Sedangkan mantan Perdana Menteri Australia John Howard (11 Maret 1996 – 3 Desember 2007) menyebut, penangkapan Hambali adalah ‘terobosan besar’. “Hambali adalah tangkapan sangat besar,” kata John Howard.
Hambali memang ‘big fish’. Hambali memiliki informasi berharga yang bisa membongkar jaringan teror, bukan hanya di Indonesia, tapi juga di Asia Tenggara dan lebih dari itu, di seluruh dunia.
Aksi Hambali mungkin terhenti di balik kungkungan Guantanamo, namun rencana teror dilanjutkan oleh anak didiknya.
“Karier yang luar biasa, dari anak desa biasa jadi seorang tokoh teroris kelas dunia,” kata seorang anggota senior Kepolisian Malaysia yang ikut serta dalam perburuan Hambali. “Hambali ‘berhasil’ menempatkan Asia Tenggara dalam peta terorisme dunia,” tambah John Howard.
Hambali adalah kepala operasi kelompok teror Jemaah Islamiyah (JI) dan otak yang dicurigai di balik serentetan pemboman di Asia Tenggara dan di tempat lain, di antaranya bom Bali, Indonesia, 12 Oktober 2002.
Pria asal Indonesia itu dicari oleh setidaknya setengah lusin negara dan dikaitkan dengan serangan 11 September 2001 di Amerika, pemboman USS Cole di Yaman pada Oktober 2000, dan teror di Hotel JW Marriott, Jakarta, 2003.
Sebagai kepala operasi JI, Hambali penghubung Al Qaeda dan satu-satunya non-Arab yang duduk di dewan pimpinan Al Qaeda.
Central Iinteligence Agency, Hambali disebut sebagai ‘Osama Bin Laden’ Asia Tenggara.
Terlahir sebagai Encep Nurjaman di Desa Sukamanah, Cianjur, Jawa Barat pada 4 April 1966, Riduan Isamuddin alias Hambali diyakini pimpinan organisasi bayangan kelompok Jamaah Islamiyah (JI) Asia Tenggara.
Hambali kecil lahir dalam sebuah keluarga besar yang sederhana. Pada masa represi kekuasaan Presiden Soeharto (1 Juli 1967 – 21 Mei 1998) pada dekade 1970-an dan 1980-an, Hambali lari ke Malaysia pada tahun 1985, dalam usia 19 tahun. Hambali lari bersama tokoh-tokoh Islam lain seperti Abubakar Baasyir.
Dari Malaysia, Hambali menuju Afganistan tahun 1988 sebagai pejuang Mujahidin melawan invasi Uni Soviet. Dua tahun kemudian, pada 1990 Hambali kembali ke Malaysia. Saat itulah Hambali merekrut para pemuda muslim untuk kegiatan yang disebut sebagai jihad.
Pasca-runtuhnya kekuasaan Soeharto pada 21 Mei 1998, Hambali kembali ke Indonesia pada Oktober 2000. Di Tanah Air, Indonesa, teroris Hambali merekrut sejumlah relawan jihad. Teror pun terjadi.
Aksi pertama yang diduga dilakukan Hambali adalah pemboman malam Natal tahun 2000, sebanyak 18 orang tewas dalam serangkaian pemboman di sejumlah gereja. Misa Natal, Minggu, 24 Desember 2000.
Ledakan terjadi di Medan, Pematang Siantar, Batam, Pekanbaru, Jakarta, Bekasi, Sukabumi, Bandung, Pangandaran, Kudus, Mojokerto, dan Mataram.
Di Batam, ledakan terjadi di Gereja Katolik Beato Damian Bengkong, Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS) Sungai Panas, Gereja Bethany Lantai II Gedung My Mart Batam Center, dan Gereja Pantekosta di Indonesia Pelita, Jalan Teuku Umar.
Di Pekanbaru, Provinsi Riau, bom meledak di Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Pekanbaru di Jalan Hang Tuah dan Gereja di Jalan Sidomulyo.
Di Jakarta, bom menghajar empat gereja dan satu sekolah, yaitu Gereja Katedral, Gereja Matraman, Gereja Koinonia Jatinegara, dan Gereja Oikumene Halim, dan Sekolah Kanisius Menteng Raya.
Bom meledak di Sukabumi, tepatnya di Gereja Pantekosta Sidang Kristus di Jalan Masjid 20 Alun-alun Utara dan Gereja di Jalan Otto Iskandardinata.
Di Kudus, ledakan terjadi di Gereja Santo Yohanes Evangelis di Jalan Sunan Muria 6. Di Bandung, bom meledak di Pertokoan Jalan Cicadas dan di Jalan Terusan Jakarta 43.
Mojokerto diserang empat ledakan bom, yaitu Gereja Allah Baik di Jalan Tjokroaminoto, Gereja Santo Yosef di Jalan Pemuda, Gereja Bethany, dan Gereja Eben Haezer di Jalan Kartini.
Di Mataram, serangan bom terjadi di Gereja Protestan Barat Imanuel di Jalan Bung Karno, Gereja Betlehem Pantekosta Pusat Surabaya (GBPPS), dan Pekuburan Kristen Kapitan Ampenan. Itu semua ulah Hambali, melalui aksi rangkaian bom malam Natal, Minggu, 24 Desember 2000.
Nama Hambali berulang disebut oleh para tersangka pemboman yang tertangkap. Mereka menyebut Hambali sebagai otak pengeboman.
Central Inteligency Agency Amerika Serikat, memastikan Hambali ikut merancang serangan teroris paling fenomenal di awal abad 21. Hambali mempertemukan dua pembajak pesawat, Khalid al-Mihdhar dan Nawaf al-Hazmi dengan tokoh-tokoh Al Qaeda di Malaysia pada Januari 2000. Foto-foto yang membuktikan adanya pertemuan itu telah dirilis.
Setelah penundaan yang tidak dapat dijelaskan, seorang pejabat senior hukum militer pada hari Kamis, 21 Januari 2021, menyetujui dakwaan non-kapital yang mencakup konspirasi, pembunuhan dan terorisme untuk ketiga pria tersebut, yang telah ditahan Amerika Serikat selama 17 tahun atas dugaan peran mereka dalam pemboman mematikan klub malam Bali di 2002 dan setahun kemudian Hotel JW Marriott, Jakarta, 5 Agustus 2003, bom dengan daya besar meledak , menewaskan 11 orang dan melukai 81 orang lainnya.
Pengeboman di Pulau Bali, 12 Oktober 2002, menewaskan 202 orang, sebagian besar wisatawan asing, termasuk 88 warga Australia dan tiga warga Selandia Baru.
Hambali pemimpin Jemaah Islamiyah, afiliasi Al-Qaeda di Asia Tenggara. Pentagon mengatakan dalam sebuah pernyataan singkat tentang kasus itu bahwa Hambali dituduh bersama Mohammed Nazir bin Lep dan Mohammed Farik bin Amin, yang berasal dari Malaysia, merencanakan dan membantu serangan tersebut.
Ketiganya ditangkap di Ayutthaya, sekitar 75 kilometer dari Bangkok, Thailand, 11 Oktober 2003 dan menjadi tahanan Central Inteligence Agency (CIA) sebelum mereka dibawa ke Guantánamo tiga tahun kemudian.
Waktu dakwaan, yang telah diajukan di bawah Presiden Amerika Serikat, Donald John Trump (20 Januari 2017 – 20 Januari 2021) tetapi belum diselesaikan, mengejutkan pengacara untuk orang-orang itu dan tampaknya bertentangan dengan niat Presiden Amerika Serikat, Josef R Biden (20 Januari 2021 – 20 Januari 2025) untuk menutup pusat penahanan.
The Guardian.com, merilis, Jenderal Lloyd Austin, orang dekat Presiden Amerika Serikat, Josef R Biden untuk menjadi menteri pertahanan, minggu ini menegaskan kembali niat untuk menutup Guantánamo ke komite Senat mengingat pencalonannya.
“Waktunya di sini jelas, satu hari setelah pelantikan,” kata Mayor Korps Marinir James Valentine, pengacara militer yang ditunjuk untuk yang paling terkemuka dari ketiganya. Ini dilakukan dalam keadaan panik sebelum pemerintahan baru bisa diselesaikan.
Seorang juru bicara komisi militer, yang telah terhenti selama bertahun-tahun karena tantangan hukum yang sebagian besar berpusat di sekitar perlakuan brutal terhadap laki-laki selama kurungan sebelumnya di fasilitas penahanan CIA, tidak segera berkomentar.
Setelah jaksa militer mengajukan dakwaan pada pertengahan 2017, kasus tersebut ditolak oleh pejabat hukum Pentagon yang dikenal sebagai otoritas sidang dengan alasan yang tidak diketahui publik.
“Kasus itu berantakan pada mereka. Saya tidak bisa memberi tahu Anda alasannya karena itu dirahasiakan,” kata Valentine, bagian dari tim kuasa hukum Hambali, sebagaimana dikutip The Guardian.com.
Sekarang otoritas yang bersidang telah menyetujui dakwaan, Amerika Serikat harus menuntut para tahanan di depan komisi militer di pangkalan di Kuba. Proses pengadilan di Guantánamo telah dihentikan oleh pandemi dan tidak jelas kapan akan dilanjutkan.
Seorang ulama yang mengilhami pemboman Bali Oktober 2002, bersama dengan serangan lainnya, dibebaskan dari penjara Indonesia awal bulan ini setelah menyelesaikan hukumannya karena mendanai pelatihan militan Islam.
Serangan pada 5 Agustus 2003 di Hotel JW Marriott di Jakarta menewaskan 12 orang dan melukai sekitar 150 lainnya.
Pada bulan Desember 2003, polisi Indonesia menangkap seorang pria yang diyakini sebagai pemimpin militer jaringan Jemaah Islamiyah.
Kasus Guantánamo yang paling menonjol, yang melibatkan lima orang yang didakwa atas serangan teroris 11 September 2001, telah terjebak dalam fase pra-peradilan sejak dakwaan mereka pada Mei 2012. Belum ada tanggal untuk pengadilan hukuman mati yang ditetapkan.
Amerika Serikat menahan 40 orang di Guantánamo. Presiden Amerika Serikat, Barack Obama (20 Januari 2009 – 20 Januari 2017) berusaha menutup pusat penahanan, memindahkan para tahanan ke fasilitas di AS dan mentransfer pengadilan militer ke pengadilan sipil.
Barack Obama mengurangi populasi tahanan tetapi upayanya untuk menutup Guantánamo diblokir oleh Kongres, yang melarang pemindahan siapa pun dari pangkalan ke Amerika Serikat dengan alasan apa pun.
Josef R Biden mengatakan lebih suka menutup pusat penahanan itu tetapi belum mengungkapkan rencananya untuk fasilitas tersebut. Dalam kesaksian tertulis kepada Senat, Austin mengatakan dia akan bekerja dengan orang lain di pemerintahan untuk mengembangkan “jalan ke depan” menuju penutupan.
“Saya yakin sudah waktunya fasilitas penahanan di Guantánamo ditutup,” kata Josef R Biden dikutip The Guardian.com.(aju)